FGD 2 Cedsgreeb

Focus Group Discussion Cedsgreeb Menjadi Langkah Strategis Mewujudkan Perubahan Perilaku dan Kebijakan terkait Bangunan Gedung Hijau dan Cerdas

Last Updated: 5 October 2024By

Yogyakarta, 30 September 2024 – Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mempertemukan sisi kebijakan, teknologi dan industri dalam praktik Bangunan Gedung Hijau (BGH) dan Bangunan Gedung Cerdas (BGC)” berlangsung di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center dan berhasil mempertemukan berbagai pemangku kepentingan mulai dari akademisi, pemerintah, hingga sektor swasta. Acara ini diselenggarakan oleh Centre for Development of Smart and Green Building (Cedsgreeb) bekerja sama dengan Yayasan Visi Indonesia Raya Emisi Nol Bersih (ViriyaENB), serta didukung oleh berbagai pihak terkait dalam rangka memperkuat upaya pemerintah menuju target emisi nol bersih di sektor bangunan. FGD ini adalah FGD kedua dan tindak lanjut dari FGD pertama yang dapat dibaca pada tautan cedsgreeb.org/fgd-1.

Pembukaan dan Sesi Diskusi Pertama: Kebijakan dan Tantangan Implementasi BGH-BGC

Acara dimulai dengan pemutaran video profil Cedsgreeb dan dilanjutkan dengan sesi foto bersama. Derajad Sulistyo Widhyharto, M.Si., yang bertindak sebagai moderator sesi pertama, menekankan bahwa isu BGH-BGC merupakan momentum yang berpotensi besar mengubah perilaku masyarakat dan mempengaruhi kebijakan serta regulasi.

Pak Zidi, perwakilan dari Ditjen Pembangunan Daerah Kemendagri, memaparkan bahwa sejumlah dasar hukum untuk BGH dan BGC sudah ada baik di tingkat nasional maupun daerah. Namun, untuk teknis dan administratif, dukungan dari pemerintah pusat tetap diperlukan agar selaras dengan implementasi di tingkat daerah. Beliau menguraikan prinsip BGH yang berfokus pada penghematan energi, serta prinsip BGC yang menekankan pada otomatisasi untuk mendukung keberlanjutan yang bersifat inklusif.

Paparan berikutnya dilanjutkan oleh Sekda Kota Samarinda yakni Ir. Hero Mardanus Satyawan, MT. Samarinda yang telah meraih Lestari Award 2024 menjadi salah satu daerah yang memberikan contoh nyata dalam implementasi bangunan rendah karbon. Beliau menyampaikan bahwa kebijakan di Samarinda telah mendapat dukungan teknis dari GBPN (Global Buildings Performance Network), yang memberikan pengetahuan global yang disesuaikan dengan konteks lokal Samarinda. “Kami mendorong sanitasi yang hemat energi dan percaya bahwa langkah ini berkontribusi signifikan dalam membangun perkotaan yang sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.

Dr. Irine Handika, S.H., LL.M. mewakili UGM, turut memaparkan aspek regulasi dan legalitas yang menjadi tantangan dalam implementasi BGH-BGC. Beliau menekankan bahwa regulasi harus disesuaikan dengan praktik internasional yang berlaku, terutama dalam konteks Zero Emission Building (ZEB). “Di Eropa, ZEB berarti nol energi fosil, namun di Indonesia ZEB berarti bukan nol energi fosil melainkan seimbang melalui offset karbon,” jelasnya. Bu Irine menyoroti bahwa regulasi di tingkat nasional dan daerah perlu diselaraskan untuk menciptakan langkah-langkah praktis yang memungkinkan implementasi BGH dan BGC, dengan perhatian khusus pada fleksibilitas agar sesuai dengan karakteristik daerah. Bu Irine juga mengungkapkan bahwa advokasi terhadap pihak yang berkepentingan, terutama industri, harus dilakukan dengan pendekatan yang menekankan manfaat BGH bagi mereka. “Industri yang mengekspor barang perlu mematuhi standar emisi global, seperti pembayaran pajak karbon di Uni Eropa, sehingga implementasi BGH menjadi penting dalam meningkatkan daya saing,” tambahnya

Sesi Diskusi Kedua: Implementasi dan Persiapan SDM untuk Wujudkan Bangunan Gedung Hijau dan Cerdas

Dalam sesi diskusi kedua, moderator Dr. Nur Abdillah Siddiq menekankan bahwa konsep bangunan hijau bukanlah hal baru. Bahkan, Indonesia memiliki warisan arsitektur tradisional seperti rumah adat Minangkabau dan rumah panggung Kalimantan yang responsif terhadap lingkungan. Di era modern, berbagai teknologi seperti sensor digunakan untuk meningkatkan efisiensi energi. Beliau kemudian mempersilakan 3 pemateri untuk memaparkan terkait implementasi Bangunan Gedung Hijau dan Bangunan Gedung Cerdas.

Perwakilan dari Yayasan Assalafiyah menyampaikan tantangan dan inisiatif terkait bangunan hijau di lingkungan pesantren. Pesantren selama ini dikenal memiliki bangunan yang tidak baik, tidak ramah lingkungan, dan pengelolaan sampah yang memakan biaya tinggi. Sebagai langkah perbaikan, Yayasan Assalafiyah memperkenalkan program eco-pesantren yang bertujuan mengelola sampah sendiri, mendukung digitalisasi kantin untuk mengurangi sampah plastik, serta merencanakan pembangunan cabang pesantren yang lebih hemat energi. Selain itu, kebijakan pengelolaan sampah diintegrasikan dengan digitalisasi sebagai upaya mengurangi dampak negatif lingkungan.

Paparan dilanjutkan oleh PT Jakarta Propertindo , salah satu perusahaan yang hadir, memaparkan pengalaman implementasi teknologi cerdas di Jakarta International Stadium (JIS), yang dilengkapi dengan Building Automation System (BAS) untuk pemantauan emisi, listrik, dan air secara online. Tanoto Foundation juga memaparkan keterlibatan mereka dalam meningkatkan pencapaian SDGs di berbagai daerah, terutama dalam konteks urban development yang melibatkan komunitas dan mempersiapkan generasi muda untuk menyongsong Green Jobs. Nantinya, keahlian dalam Green Jobs tentu dapat membantu merealisasikan Bangunan Gedung Hijau dan Bangunan Gedung Cerdas.

Fakultas Teknik UGM turut membagikan pengalaman mereka terkait bangunan Smart Green Learning Center (SGLC), yang dirancang untuk memiliki label platinum dari Greenship GBCI. Tantangan yang dihadapi, seperti sulitnya menyesuaikan pengaturan ventilasi dan sistem pengendalian iklim, mencerminkan perlunya integrasi antara aspek teknologi dan kebijakan manajemen bangunan yang tepat.

Tantangan Implementasi dan Rekomendasi

Selama FGD, sejumlah tantangan diidentifikasi dalam implementasi BGH-BGC, di antaranya keterbatasan SDM, kurangnya dukungan kebijakan yang konsisten, serta perbedaan preferensi dan karakteristik lokal antar daerah. Dr. Irine Handika, S.H., LL.M. dari UGM menyoroti bahwa regulasi yang terlalu kaku bisa menghambat inovasi dan adaptasi di tingkat daerah. Oleh karena itu, ia mendorong adanya regulasi yang mengikat, namun tetap fleksibel, yang mampu melibatkan peran stakeholder dan pengawasan secara terpadu.

Bu Septiani dari Pemda Samarinda menambahkan, keberhasilan implementasi BGH-BGC sangat bergantung pada adanya dukungan teknis yang tepat, terutama dari pihak eksternal. Beliau juga menyampaikan bahwa Samarinda berencana membangun model rumah untuk masyarakat prasejahtera agar dapat membangun rumah sesuai dengan prinsip bangunan hijau.

Penandatanganan Deklarasi dan Kesepakatan Kolaborasi

Sebagai puncak acara, Pak Derajad memimpin penandatanganan deklarasi kesepahaman antar pihak yang hadir untuk mendukung pengembangan dan implementasi BGH-BGC di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang konkret dalam mendorong kolaborasi lintas sektor guna mewujudkan bangunan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Luaran FGD yang Telah Dicapai:

  1. Deklarasi Kesepahaman: Penandatanganan deklarasi kesepahaman di antara berbagai pemangku kepentingan untuk mempercepat implementasi BGH-BGC di Indonesia.
  2. Kesepakatan Kolaborasi: Kesepakatan untuk memperkuat kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan sektor swasta guna mengatasi berbagai kendala dalam implementasi BGH-BGC.
  3. Komitmen Implementasi Bangunan Hijau: Kota Samarinda sebagai contoh kota dengan komitmen kuat dalam implementasi bangunan hijau, yang diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota lain.
  4. Identifikasi Tantangan dan Rekomendasi: Identifikasi tantangan utama dalam implementasi BGH-BGC, seperti keterbatasan SDM dan hambatan regulasi, serta rekomendasi untuk mengatasi hambatan tersebut, termasuk pentingnya fleksibilitas regulasi dan peningkatan kapasitas teknis.

FGD kedua oleh Centre for Development of Smart and Green Building ini menjadi tonggak penting untuk mendorong perubahan menuju bangunan yang lebih cerdas dan hijau, sekaligus mengintegrasikan peran seluruh pihak terkait dalam upaya mencapai target emisi nol bersih di Indonesia.

About the Author: Nur Abdillah Siddiq

Dr. Siddiq adalah seorang dosen di Fakultas Teknik dengan dedikasi yang mendalam terhadap penelitian dan pengembangan teknologi jendela cerdas dalam bangunan pintar. Sebagai seorang pembelajar sepanjang hayat, beliau terus berkontribusi pada inovasi dan keberlanjutan dalam sektor bangunan cerdas dan hijau melalui kegiatan akademik dan penelitian.

Leave A Comment