Urgensi Bangunan Ramah Lingkungan Sebagai Solusi Polusi Udara dan Perubahan Iklim di Kota Jakarta
Ditulis Oleh Widyastuti
Jakarta, sebagai provinsi yang menjadi ibu kota negara dan pusat ekonomi Indonesia, menghadapi berbagai permasalahan lingkungan yang kompleks. Salah satu permasalahan pelik yang dihadapi yaitu polusi udara yang kian parah akibat emisi kendaraan, aktivitas industri, dan kepadatan penduduk yang tinggi. Situasi ini diperparah dengan adanya fenomena Urban Heat Island (UHI), fenomena ini terjadi jika suhu permukaan suatu wilayah memiliki perbedaan yang signifikan dengan wilayah di sekitarnya yang salah satu penyebabnya adalah perubahan tutupan lahan. Aktivitas operasional kendaraan, eksploitasi ruang terbuka hijau, pembangunan kawasan terbangun, serta aktivitas dari sektor industri, permukiman, komersil, pariwisata, perkantoran, pendidikan, dan persampahan diperkirakan berkontribusi dalam terjadinya fenomena UHI di kota Indonesia dan menyebabkan peningkatan suhu di wilayah perkotaan.¹
Polusi udara telah menjadi salah satu isu lingkungan yang mendesak di seluruh dunia. Peningkatan aktivitas industri, transportasi, dan penggunaan energi fosil telah menyebabkan emisi gas beracun dan partikel ke udara, yang berdampak buruk bagi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Polusi udara terdiri dari berbagai komponen seperti partikel halus (PM2.5), partikel kasar (PM10), oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), dan ozon troposferik (O3).² Paparan jangka panjang terhadap polusi udara ini telah terbukti berkaitan dengan sejumlah masalah kesehatan yang serius. Beberapa dampak buruknya meliputi:
1. Gangguan Pernapasan: Partikel-partikel kecil dalam udara seperti PM2.5 dapat meresap ke dalam paru-paru dan bahkan masuk ke aliran darah. Ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, dan pneumonia.
2. Penyakit Kardiovaskular: Paparan terus-menerus terhadap polusi udara telah terhubung dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke. Partikel-partikel polutan dapat merusak pembuluh darah dan memicu peradangan dalam sistem kardiovaskular.
3. Gangguan Perkembangan Janin: Wanita hamil yang terpapar polusi udara berisiko mengalami komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, atau gangguan perkembangan janin.
4. Penyakit Kronis: Paparan jangka panjang terhadap polusi udara telah dikaitkan dengan perkembangan penyakit kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker paru-paru.
5. Penurunan Fungsi Paru-paru: Anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap dampak polusi udara. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru pada anak-anak dan memperburuk kondisi pada orang tua.³
Polusi udara yang salah satu penyebabnya ialah pertambahan jumlah kendaraan berbahan bakar minyak, juga menyebabkan beberapa permasalahan seperti gas buangan yang dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar minyak mengakibatkan pemanasan global.⁴ Pemanasan global adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Para ilmuwan sepakat bahwa sejumlah aktivitas manusia berkontribusi terhadap pemanasan global yaitu menambahkan gas rumah kaca dalam jumlah yang berlebihan ke atmosfer, sehingga. gas rumah kaca seperti karbon dioksida menumpuk di atmosfer dan memerangkap panas yang biasanya akan keluar ke atmosfer. Panas tersebut kemudian diserap oleh air laut, dan kenaikan SPL (Suhu Permukaan Laut) dapat menyebabkan pemanasan Global, yang dapat mengakibatkan mencairnya gletser. Adanya gletser yang mencair akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia di bumi Disamping gletser yang mencair, pemanasan global juga dapat menyebabkan perubahan iklim, cuaca ekstrim, kualitas pangan dan sebagainya.Akibat adanya perubahan iklim, maka semakin banyak terjadi fenomena penyimpangan cuaca seperti badai, angin ribut, hujan deras, serta perubahan musim tanam. Disamping itu kemungkinan adanya ancaman badai tropis, tsunami, banjir, tanah longsor dan kekeringan yang menyebabkan potensi kebakaran jadi meningkat, berbagai jenis ikan punah, terumbu karang rusak, krisis air bersih dan peningkatan penyebaran penyakit parasitic.⁵.
Ilmuwan dari berbagai negara yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah mengadakan pengamatan tentang perubahan suhu di bumi, ternyata dalam waktu 15 tahun (1990 – 2005) telah terjadi peningkatan suhu secara merata di bumi, yaitu berkisar antara 0,15 – 0,3⁰C. Akibatnya timbul berbagai masalah, seperti permukaan air laut naik akibat mencairnya es di Greenland dan Antartika (±1 meter setiap tahun) sehingga menyebabkan pulau pulau kecil tenggelam. Hasil penelitian para ilmuwan yang tergabung dalam Lembaga Survei Antartika (BIA), lebih dari 1 juta hektar bongkahan es di wilayah bagian barat Antartika atau lingkar kutub selatan terancam meleleh atau pecah. Kondisi Tersebut merupakan indikator bahwa kondisi Antartika berubah secar cepat akibat peningkatan suhu bumi. Apabila keadaan ini terus berlanjut maka dikhawatirkan bahwa pada tahun 2040, es di kutub akan mencair, permukaan air laut naik, dan pulau-pulau akan tenggelam, tentu saja hal ini merupakan bencana yang serius bagi bumi dan seisinya.⁶.
Berdasarkan permasalahan lingkungan yang telah dipaparkan di atas, perlu adanya solusi inovatif untuk menanggulangi masalah tersebut. Salah satunya melalui penerapan bangunan ramah lingkungan yaitu arsitektur hijau atau juga biasa disebut green building. Green building tidak hanya berfungsi untuk mengurangi jejak karbon, tetapi juga bisa menjadi salah satu strategi penting dalam menciptakan kota yang lebih sehat, nyaman, dan berkelanjutan. Dengan penerapan arsitektur hijau pada bangunan diharapkan dapat mengurangi kontribusi bangunan terhadap pemanasan global. Definisi green building atau arsitektur hijau menurut brenda dan robert vale ialah bahwa pendekatan hijau terhadap lingkungan yang dibangun melibatkan pendekatan holistic desain bangunan, bahwa semua sumber daya yang masuk ke sebuah bangunan bahan, bahan bakar, atau kontribusi pengguna perlu dipertimbangkan jika arsitektur yang berkelanjutan akan diproduksi.⁷.
Menurut Brenda dan Robert Vale dalam bukunya: “Green Architecture Design fo Sustainable Future”, tahun 1991 mengungkapkan bahwa Arsitektur Hijau memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Conserving energy (hemat energi)
Idealnya operasional suatu bangunan dapat berjalan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali sehingga solusi yang dapat diambil untuk mendukung hal ini adalah desain bangunan yang dibuat harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan tanpa merubah lingkungan yang sudah ada.
2. Working with climate (memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan arsitektur hijau bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan.
3. Respect for site (menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar.
4. Respect for user (memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan arsitektur hijau mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan arsitektur hijau harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya
5. Limitting new resources (meminimalkan sumber daya baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip arsitektur hijau pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain.⁸
Arsitektur sebagai bentuk strategi mengurangi polusi udara di lingkungan binaan khususnya pada wilayah perkotaan juga mempertimbangkan bagaimana fasad bangunan dapat membantu dalam memerangi polusi udara dengan melihat potensi berbagai jenis fasad misalnya “fasad berbasis air”, “fasad berbasis ganggang”, “fasad berbasis tumbuhan hijau dan hidup” untuk membantu menyaring udara di sekitar bangunan sebagai bentuk inovasi teknologi arsitektur dalam menyerap karbon. Mikroalga adalah mikroorganisme hidup yang mampu melakukan fotosintesis dan menyerap polutan tinggi dari udara dalam waktu tercepat. Mikroalga memiliki kemampuan menyerap gas CO2 sebagai bahan baku proses fotosintesis dan dapat mengubahnya menjadi suatu biomassa. Kemampuan ini menjadi salah satu daya tarik mikroalga untuk digunakan sebagai penangkap karbon dalam skala sangat besar yang dapat membantu mengurangi polusi udara. Mengintegrasikan mikroalga dengan fasad bangunan dalam pelat yang disebut bioreaktor dapat memberi peluang khusus mengubah fasad menjadi permukaan fotosintesis. Arsitektur dapat meningkatkan popularitas dari fasad bioreaktor dengan bertindak sebagai kolaborasi yang terbaik antara ilmu teknis dan teknik desain.⁹
Daftar Pustaka
¹Aldiansyah, S., & Wardani, F. (2023). Analisis Spasio-Temporal Fenomena Urban Heat Island dan Hubungannya Terhadap Aspek Fisik di Kota Makassar (1993-2021). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 24(1), 1-11..
²Primasari, Y. H., & Sasmito, A. (2021). Optimalisasi Waktu Hijau Untuk Mengurangi Kadar Polusi Udara Pada Simpang Bersinyal Pasifik di Kota Tegal. Jurnal Transportasi, 21(1), 19-26..
³Maharani, S., & Aryanta, W. R. (2023). Dampak buruk polusi udara bagi kesehatan dan cara meminimalkan risikonya. Jurnal Ecocentrism, 3(2), 47-58..
⁴Ghaniyyu, F. F., & Husnita, N. (2021). Upaya pengendalian perubahan iklim melalui pembatasan kendaraan berbahan bakar minyak di Indonesia berdasarkan Paris Agreement. Morality: Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 110-129..
⁵Santoso, J., & Marlina, S. (2022). Pengendalian Perubahan Iklim dalam Kehidupan Beragama. Penerbit NEM, 1-20.
⁶Mulyani, A. S. (2021). Antisipasi terjadinya pemanasan global dengan deteksi dini suhu permukaan air menggunakan data satelit. e-Journal CENTECH 2020, 2(1), 22-29..
⁷Mega, M., & Marpaung, B. O. Y. (2022, August). Analisa Pendekatan Arsitektur Hijau Dalam Perancangan Sekolah Tinggi Seni dan Desain di Kota Medan. In Talenta Conference Series: Energy and Engineering (EE) (Vol. 5, No. 1, pp. 118-121)..
⁸Brenda Dan Robert Vale, “Green Architecture Design Fo Sustainable Future”, Tahun 1991.
⁹Widyakusuma, A. (2024). INOVASI ARSITEKTUR DALAM BENTUK FASAD CERDAS BANGUNAN UNTUK MENGATASI POLUSI UDARA JAKARTA. TRAVE, 28(1), 1-14
.
.
.
.