Penerapan Adaptasi Alami Kaktus dalam Sistem Ventilasi Bangunan untuk Efisiensi Energi yang Berkelanjutan
Disusun oleh: Kenneth Arron Lieman.
Latar Belakang
Pada abad ke-21 ini, perkembangan pembangunan telah berjalan dengan sangat pesat. Perkembangan ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, pembangunan fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit dapat meningkatkan kenyamanan serta efisiensi hidup masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain, perkembangan pembangunan yang pesat ini juga memiliki serangkaian dampak buruk bagi lingkungan alam.
[Gambar 1] Data penggunaan energi dan emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh bidang infrastruktur tahun 2022 berdasarkan laporan UNEP..
Berdasarkan laporan United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 2022 secara global, dapat diketahui bahwa permintaan dan penggunaan energi pada sektor infrastruktur adalah sebesar 34%. Dari 34% ini, 21% di antaranya berasal dari bangunan residensial seperti rumah dan apartemen, 9% berasal dari bangunan non-residensial seperti pusat perbelanjaan, sementara 4% sisanya berasal dari material seperti beton, baja, dan aluminium yang digunakan dalam suatu konstruksi bangunan. Sebagian besar dari energi ini merupakan energi listrik yang diperlukan untuk mengaktifkan kinerja operasional bangunan, seperti pemanas dan pendingin ruangan, penerangan, serta sistem ventilasi. Selain itu, diketahui juga bahwa infrastruktur adalah salah satu sektor penghasil emisi gas karbon dioksida (CO2) dengan persentase sebesar 37%. Dari 37% ini, 17% di antaranya berasal dari bangunan residensial, 10% berasal dari bangunan non-residensial, 7% berasal dari bangunan industri, sementara 3% sisanya berasal dari proses produksi bahan bangunan khusus seperti batu bata dan kaca yang turut menghasilkan gas CO2. Angka-angka ini mengalami peningkatan sebesar 1% dari tahun 2021, dan diprediksi akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya jika tidak ada penanganan lebih lanjut.
Sebagai langkah awal untuk menangani masalah ini, diperlukan adanya suatu inovasi baru yang dapat mengurangi konsumsi energi serta emisi gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan alat elektronik seperti pendingin ruangan dan pencahayaan. Salah satu upaya dalam mewujudkan inovasi ini yaitu dengan menerapkan ventilasi dan pencahayaan alami dalam suatu desain bangunan. Untuk itu, esai ini akan membahas secara keseluruhan terkait salah satu desain ventilasi yang akhir-akhir ini sedang dikembangkan. Inovasi ini diberi nama sistem cactus airflow, dan berikut adalah penjelasan lengkapnya.
Konsep Dasar Sistem Cactus Airflow
Cactus airflow adalah suatu sistem inovatif yang terinspirasi dari kemampuan tanaman kaktus beradaptasi dengan lingkungan ekstrem di gurun. Kaktus memiliki kemampuan alami untuk menjaga keseimbangan suhu dan kelembapan karena struktur unik pada kulit dan pori-porinya yang mampu membuka dan menutup sesuai kondisi lingkungan. Selain itu, akar kaktus juga mampu untuk menyimpan cadangan air yang diterimanya untuk sementara waktu. Air ini akan dilepaskan ketika tingkat kelembapan pada tanaman kaktus rendah, sehingga seluruh bagian dari tanaman kaktus dapat segar kembali seperti sebelumnya. Sistem cactus airflow sendiri dirancang untuk mengikuti prinsip dari cara tanaman kaktus bertahan hidup dengan menggunakan sensor ventilasi adaptif yang dapat mengatur suhu serta kelembapan di dalam ruangan.
[Gambar 2] Ilustrasi terkait cara kerja sistem cactus airflow secara keseluruhan.
Tujuan dan Visi Sistem Cactus Airflow
Tujuan utama dari pengembangan sistem cactus airflow adalah untuk menciptakan suatu sistem ventilasi yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar secara otomatis, sehingga sistem ini diharapkan dapat:
1. Mengurangi penggunaan AC, humidifier, dan pencahayaan lampu yang memerlukan banyak energi listrik dan menghasilkan gas CO2 yang berdampak buruk bagi lingkungan.
2. Meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dengan ventilasi alami yang mampu mengendalikan kelembapan dan mengurangi polutan.
3. Memberikan kenyamanan serta meningkatkan kesehatan penghuni suatu bangunan.
Adapun visi dari pengembangan ini ialah menjadikan cactus airflow sebagai suatu sistem yang memiliki nilai berkelanjutan. Sistem cactus airflow diharapkan dapat benar-benar diterapkan di berbagai jenis bangunan secara terus-menerus, dan bukan hanya sekadar tren belaka.
[Gambar 3] Ilustrasi terkait cara kerja nano hidrogel.
Cara Kerja Sistem Cactus Airflow
Sistem cactus airflow memiliki beberapa komponen yang saling melengkapi dan terhubung satu sama lain. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing komponen sekaligus cara kerja dari sistem secara keseluruhan:
1. Sensor adaptif:
Sensor adaptif merupakan otak dari keseluruhan sistem. Sensor ini memiliki 2 mode, yaitu mode auto dan controlled. Mode auto berarti sensor bekerja secara mandiri sesuai dengan analisisnya terhadap suhu dan kelembapan secara real-time. Ketika sensor mendeteksi bahwa suhu di dalam ruangan tinggi atau tingkat kelembapan relatif rendah, maka sensor akan segera mengirimkan sinyal ke unit-unit ventilasi untuk proses membuka, sebagai tanda bahwa ruangan pada saat itu memerlukan udara dan pencahayaan alami dari luar. Sebaliknya, di saat sensor mendeteksi bahwa suhu dan kelembapan di dalam ruangan sudah relatif stabil, maka sensor akan sekali lagi mengirimkan sinyal untuk proses menutup, sebagai tanda bahwa ruangan pada saat itu sudah sejuk dan lembap, sehingga tidak memerlukan udara dan pencahayaan alami dari luar kembali.
Sementara itu, mode controlled berarti sensor bekerja di bawah kendali manusia. Ketika sensor memasuki mode controlled, mode auto akan secara otomatis dinonaktifkan, sehingga manusia memiliki hak penuh atas buka tutup unit ventilasi. Ketika ventilasi ingin dibuka, maka penghuni tinggal menekan tombol open, sementara ketika ventilasi ingin ditutup, maka penghuni tinggal menekan tombol close.
2. Remot kontrol:
Berfungsi untuk mengendalikan sensor adaptif secara penuh. Remot ini memiliki beberapa tombol dengan fungsinya masing-masing, berikut ini adalah penjelasannya:
On/off: mengaktifkan dan menonaktifkan keseluruhan sistem cactus airflow.
Switch: mengubah mode sistem.
Open/close: membuka dan menutup unit ventilasi secara manual (hanya dapat digunakan ketika sistem berada di mode controlled).
Selain itu, remot kontrol juga memiliki layar yang menampilkan temperatur suhu dan tingkat kelembapan ruangan, sehingga penghuni bisa terus memantau data ini secara berkala dan memastikan bahwa sirkulasi udara di dalam ruangannya berlangsung dengan lancar.
3. Unit ventilasi:
Unit ventilasi berbentuk menyerupai sirip-sirip vertikal yang terinspirasi langsung dari struktur pori-pori kaktus yang bisa membuka dan menutup menyesuaikan lingkungannya. Bentuk vertikal memanfaatkan efek konveksi alami, di mana udara hangat naik dan udara sejuk turun, sehingga membantu proses airflow bekerja lebih efektif. Setiap unit memiliki hubungan langsung dengan sensor adaptif yang memungkinkan setiap unit membuka dan menutup sesuai dengan perintah sensor. Ketika unit membuka, udara dan pencahayaan alami (sinar matahari) akan otomatis masuk, sementara ketika unit tertutup, udara dan pencahayaan akan otomatis terblokir dan tidak dapat masuk ke dalam ruangan. Secara keseluruhan, cara kerja unit ventilasi hampir sama dengan jendela pada umumnya, namun unit ventilasi memerlukan perintah (sinyal) dari sensor adaptif untuk melakukan proses buka tutup.
4. Partikel nano hidrogel:
Partikel ini terletak di permukaan unit ventilasi dan berfungsi untuk menjaga kelembapan dari suatu ruangan. Hidrogel sendiri adalah suatu material yang dapat menyerap dan menyimpan uap air, mirip dengan struktur akar pada tanaman kaktus yang bisa menyimpan cadangan air serta melepaskan dan mendistribusikan air tersebut ke berbagai bagian tumbuhan pada saat dibutuhkan. Satu unit ventilasi memiliki sekitar 20-30 ribu hidrogel berukuran nano yang tersusun secara teratur dan berpola. Nano hidrogel bekerja dengan menyerap uap air yang ada pada udara luar ketika dalam kondisi lembap, misalnya pada saat malam hari atau musim penghujan. Uap-uap ini kemudian disimpan untuk sementara waktu, dan akan dilepaskan ketika unit ventilasi terbuka, atau dengan kata lain, pada saat ruangan memerlukan pencahayaan alami serta kelembapan ekstra. Uap air akan membantu melembapkan ruangan tersebut, yang mirip dengan konsep humidifier namun tidak membutuhkan energi listrik.
5. Filter dan penyegaran udara berbasis alga:
Udara yang telah masuk akan disaring terlebih dahulu oleh filter kasa yang terdapat di belakang unit ventilasi, sehingga debu ataupun hewan seperti nyamuk dan lalat tidak sampai masuk ke dalam ruangan. Selain itu, material alga yang juga terdapat pada filter akan menjernihkan udara dengan menyerap polutan berupa gas CO2 dan mengubahnya menjadi gas O2 yang aman dihirup oleh manusia. Hal ini dapat menciptakan udara segar yang lebih sehat dan nyaman untuk penghuni.
Untuk ilustrasi terkait cara kerja sistem cactus airflow secara keseluruhan, silakan melihat bagian lampiran yang terletak di bagian akhir esai..
Tantangan dalam Penerapan Sistem Cactus Airflow
Dalam pengembangan suatu produk inovasi, pasti terdapat tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut tidak seharusnya dihindari karena bisa menjadi dasar untuk menciptakan serta mengembangkan produk inovasi yang lebih baik lagi kedepannya. Berikut ini adalah beberapa tantangan yang mungkin saja dihadapi oleh sistem ini secara jangka panjang baik secara teknis maupun operasional:
Nano hidrogel adalah suatu material yang bisa dibilang efektif dalam menyerap serta melepaskan uap air. Meskipun demikian, material ini berpotensi untuk mengalami degradasi seiring waktu akibat paparan sinar matahari dan hujan. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian dan pengembangan lanjutan untuk menciptakan nano hidrogel yang dapat bertahan dengan kuat di berbagai kondisi cuaca.
Filter berbasis alga yang digunakan untuk menyaring polutan dan CO2 juga harus berada di lingkungan yang ideal agar tetap bisa hidup dan melaksanakan fungsinya. Oleh karena itu, pemeliharaan terhadap sistem ini sangat perlu untuk diperhatikan, sehingga bisa tetap berfungsi dengan semestinya.
Sistem cactus airflow memiliki beberapa komponen seperti nano hidrogel dan filter alga yang menyebabkan biaya produksi dari sistem ini menjadi tinggi. Hal ini bisa menghambat penjualan khususnya untuk orang-orang dengan anggaran terbatas. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu strategi pemasaran baru yang bisa menurunkan harga dengan tetap memperhatikan kualitas dari setiap komponen.
Perlu untuk diakui, sistem ini masih memiliki banyak kekurangan. Semua yang disampaikan dalam esai ini masih dalam tahap awal, dan perlu untuk dilakukan penelitian serta pengembangan lebih lanjut sebagai upaya dalam merealisasikan sistem ini. Dengan terus diupayakan penyempurnaan, sistem ini berpotensi besar untuk mendukung arsitektur hijau masa depan yang lebih adaptif dan ramah lingkungan..
Sumber Referensi
https://ugreen.io/embracing-biomimicry-in-sustainable-architecture-natures-blueprint/
https://biologyinsights.com/cactus-adaptations-for-survival-in-arid-environments/
https://www.mdpi.com/1420-3049/28/5/2107#
https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8875080/