Cahaya Alami dari Atap: Riset Terkait Desain Skylight yang Efisien dan Optimal untuk Gedung Tropis

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 17

Bayangkan sebuah gedung yang terang-benderang di siang hari tanpa bantuan satu pun lampu. Cahaya matahari masuk melalui atap, menyebar merata, menciptakan kenyamanan visual, mengurangi kelelahan mata, dan menghemat energi listrik. Teknologi tersebut dikenal dengan nama skylight, yakni bukaan di atap bangunan untuk memasukkan cahaya alami. Namun, di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, intensitas cahaya matahari yang sangat tinggi dapat menimbulkan tantangan tersendiri seperti panas berlebih, silau, hingga ketidaknyamanan penghuni.

Sebuah studi tahun 2024 oleh Dinta WijayaSentagi Sesotya Utami (Direktur Cedsgreeb), dan Rizki Armanto Mangkuto mengkaji cara merancang skylight secara optimal di iklim tropis. Penelitian tersebut mengombinasikan simulasi komputer dan pendekatan optimasi multi-objektif untuk mencapai keseimbangan antara pencahayaan alami yang cukup dan risiko cahaya berlebih. Studi ini menggunakan gedung Super Creative Hub Universitas Gadjah Mada sebagai studi kasus.


Pentingnya Skylight untuk Efisiensi Energi

Sektor bangunan menyumbang sekitar 36% dari konsumsi energi global, dan pencahayaan menyumbang 20–45% dari total konsumsi listrik bangunan. Mengurangi konsumsi energi ini melalui pencahayaan alami merupakan salah satu strategi penting menuju bangunan berkelanjutan. Skylight menjadi salah satu solusi yang umum diterapkan pada bangunan rendah dengan luas lantai besar.

Namun, di wilayah tropis yang terpapar sinar matahari hampir sepanjang tahun, penerapan skylight tidak bisa sembarangan. Intensitas radiasi matahari yang tinggi berpotensi menciptakan kondisi silau dan panas berlebih jika tidak dirancang dengan hati-hati. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan berbasis data dan simulasi untuk mendapatkan desain skylight yang efektif dan nyaman.


Studi Kasus di Yogyakarta

Penelitian dilakukan pada gedung Super Creative Hub (SCH) UGM yang berlokasi di Yogyakarta. Gedung ini terdiri dari dua lantai dan memiliki skylight besar di bagian tengah atap, yang dirancang untuk menjadi sumber utama pencahayaan siang hari. Studi ini mengevaluasi tiga bentuk skylight: trapesium bulat, persegi, dan persegi bulat, dengan berbagai variasi ukuran dan ketebalan struktur.

Gedung Super Creative Hub (SCH) UGM (a) Tampak Atas (b) Tampak Samping (c) Bangunan disekitar

Evaluasi dilakukan berdasarkan tiga indikator utama pencahayaan alami:

  • sDA300/50%: Persentase area lantai yang menerima pencahayaan minimal 300 lux selama 50% jam kerja tahunan.
  • DFave (Daylight Factor Rata-rata): Ukuran seberapa merata distribusi cahaya alami di dalam ruangan.
  • ASE1000,250: Persentase area lantai yang terkena cahaya langsung lebih dari 1000 lux selama setidaknya 250 jam per tahun.

Temuan Utama: Luas Bukaan Sangat Berpengaruh

Hasil simulasi menunjukkan bahwa luas bukaan skylight memiliki pengaruh terbesar terhadap performa pencahayaan alami. Semakin besar bukaan, semakin banyak cahaya yang masuk. Namun, jika terlalu besar, risiko cahaya berlebih meningkat, yang dapat menimbulkan silau dan ketidaknyamanan visual.

Berbagai bentuk model Skylight (a) Trapesium bulat (b) Persegi (c) Persegi bulat

Desain paling optimal ditemukan pada skylight berbentuk trapesium bulat dengan luas 897 meter persegi. Desain ini mampu menghasilkan:

  • sDA300/50% sebesar 36.4%
  • ASE1000,250 hanya 1.2%
  • DFave sebesar 0.9%

Ketebalan skylight, yang berkaitan dengan struktur atap hijau, ternyata tidak memberikan dampak signifikan terhadap kualitas pencahayaan alami. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya intensitas radiasi matahari di daerah tropis, yang mampu menembus ketebalan struktur tanpa penghalang berarti.


Implikasi untuk Arsitektur Tropis

Penelitian ini memberikan wawasan penting bagi perancang dan pengembang bangunan di wilayah tropis. Desain skylight tidak bisa dipukul rata; bentuk, ukuran, dan orientasi harus disesuaikan dengan kondisi iklim dan karakteristik ruang. Di kawasan tropis, skylight harus mampu memaksimalkan cahaya alami tanpa memicu kelebihan cahaya atau panas.

Temuan ini juga menyoroti perlunya pedoman desain pencahayaan alami yang lebih sesuai dengan kondisi iklim Indonesia. Hingga saat ini, banyak proyek bangunan masih mengacu pada standar internasional seperti LEED v4.1 dari Amerika Serikat, yang belum tentu relevan secara langsung untuk kawasan tropis.


Arah Penelitian Selanjutnya

Meskipun fokus studi ini hanya pada performa pencahayaan, desain skylight juga memengaruhi faktor lain seperti kenyamanan termalsirkulasi udara, dan akustik ruangan. Oleh karena itu, penelitian lanjutan diharapkan dapat mengevaluasi keterkaitan antara pencahayaan alami dan kualitas lingkungan dalam ruang secara menyeluruh.

Langkah ke depan mencakup pengembangan desain skylight yang tidak hanya efisien dalam pencahayaan, tetapi juga mendukung kenyamanan termal dan kualitas udara dalam ruang—sehingga bangunan benar-benar menjadi tempat yang sehat dan hemat energi.


Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa skylight dapat menjadi strategi pencahayaan alami yang efektif di bangunan rendah di daerah tropis, asalkan didesain dengan mempertimbangkan berbagai parameter penting. Bentuk trapesium bulat dengan ukuran optimal terbukti paling efisien dalam mendistribusikan cahaya alami sekaligus menghindari kelebihan pencahayaan.

Penelitian ini menjadi kontribusi penting dalam pengembangan prinsip arsitektur berkelanjutan di Indonesia. Dengan pendekatan berbasis data dan simulasi, perancangan bangunan tidak lagi sekadar estetika, tetapi juga didasarkan pada performa nyata yang berdampak pada efisiensi energi dan kenyamanan penghuni.


Daftar Pustaka

Wijaya, D., Utami, S. S., & Mangkuto, R. A. (2024). Multi-objective optimisation of skylight design parameters for a low-rise building in the tropics. International Journal of Technology, 15(4), 1012–1025. https://doi.org/10.14716/ijtech.v15i4.5484

About the Author: Nur Abdillah Siddiq

Dr. Siddiq adalah seorang dosen di Fakultas Teknik dengan dedikasi yang mendalam terhadap penelitian dan pengembangan teknologi jendela cerdas dalam bangunan pintar. Sebagai seorang pembelajar sepanjang hayat, beliau terus berkontribusi pada inovasi dan keberlanjutan dalam sektor bangunan cerdas dan hijau melalui kegiatan akademik dan penelitian.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment