Penerapan Material Daur Ulang dalam Konstruksi Bangunan Hijau “Solusi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan”

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 70

Ditulis oleh Nindia Putri Lestari

Di tengah revolusi industri 4.0 saat ini, isu lingkungan masih menjadi topik penting yang banyak dibahas oleh berbagai pihak untuk mencari solusi. Salah satu cara untuk membuat rumah atau bangunan yang ramah terhadap lingkungan adalah dengan menggunakan sistem arsitektur hijau. Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mewujudkan sistem arsitektur hijau ialah mengoptimalkan penggunaan bahan daur ulang. Dimana hal ini menunjukkan bahwa bangunan yang telah menggunakan material daur ulang sebagai elemen arsitektural lebih efisien dibandingkan menggunakan material material umumnya yang sekali pakai. Mereka menggunakan barang atau material yang dapat menjadi sampah dan tidak berguna lagi, seperti botol, besi, bambu, kayu, dan pintu dan jendela bekas, sehingga dengan pemanfaatan material tersebut dapat mengurangi biaya pembangunan dan menjadi lebih ramah lingkungan.

Sumber: https://ecohomes.id/

Untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan banyak orang, khususnya arsitek melakukan banyak hal. Salah satu cara mereka melakukannya dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur hijau, baik secara keseluruhan maupun secara parsial. Ada banyak elemen atau indikator arsitektur hijau yang disebutkan dalam Green Building Council Indonesia (GBCI) yang menyatakan bahwa ada 6 aspek penilaian desain Greenship Homes (GBCI, 2014) yaitu, 1) Tepat guna lahan, 2) Efisiensi energi dan konservasi, 3) Konservasi air, 4) Sumber dan siklus material, 5) Kesehatan dan kenyamanan ruang dalam, 6) Manajemen lingkungan bangunan.

Menurut Surajana dan Ardiansyah (2013), sumber dan siklus material mengatur penggunaan material bekas atau daur ulang. Ini berarti menggunakan material bekas dari bangunan lama atau dari sumber lain untuk mengurangi penggunaan bahan baru, mengurangi limbah pembuangan, dan memperpanjang usia material. Untuk meningkatkan presentase penilaian untuk poin sumber dan siklus material, disarankan untuk menggunakan kembali setidaknya sepuluh persen dari biaya material total (misalnya, bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) yang berasal dari bangunan lama. Dalam situasi seperti ini, desain harus mempertimbangkan elemen desain alternatif, yaitu memasukkan elemen dari bahan bangunan yang lebih tua ke dalam struktur yang baru dibangun dengan memperhatikan kualitasnya yang tetap baik.

Bangunan hijau, menurut Green Building Council Indonesia, didefinisikan sebagai bangunan di mana dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan didasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan untuk melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga kualitas bangunan dan kualitas udara di dalam ruangan, dan menjaga kesehatan penghuni. Konsep bangunan hijau mengacu pada penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien, seperti menggunakan bahan dan sumber daya lokal, seperti bambu yang digunakan pada fasad bangunan. Salah satu sumber daya yang paling umum di Indonesia adalah bambu (Munawaroh et al., 2017). Material daur ulang juga seringkali memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan material baru, yang berarti kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim.

Konstruksi rumah harus mempertimbangkan bahan dan material yang digunakan serta bentuk bangunan yang mampu memiliki sistem pembuangan limbah yang baik, penggunaan AC untuk pendinginan, dan penggunaan lampu untuk pencahayaan. Sebuah material harus memenuhi beberapa kriteria ramah lingkungan, termasuk diantaranya tidak mengandung zat beracun, mudah diakses dan tidak mahal, dan merupakan bahan yang dapat terurai secara alami. Rumah hijau memiliki kemampuan untuk mengurangi sampah dan limbah yang disebabkan oleh manusia. Hal ini dibuktikan dengan fakta dimana bahwa hampir semua bahan bangunan yang digunakan berasal dari daur ulang, yang memenuhi prinsip penyelamatan lingkungan yang sederhana, yaitu mengurangi, mengulang, dan mendaur ulang (Abduh, 2017).

Terdapat tiga kategori dampak positif pembangunan hijau, dimana yang pertama adalah dampak dibidang ekonomi, yaitu pengurangan biaya pembangunan. Yang kedua adalah dampak sosial, dimana pengaruh sosial dapat meningkatkan kesehatan, estetika, dan kualitas hidup manusia. Dan yang terakhir yaitu dampak positif terhadap lingkungan yang dapat mengurangi produksi limbah dan membuat lingkungan tidak tercemar (Sucipto et al., 2014). Untuk mencapai tujuan bangunan ramah lingkungan, penting untuk memilih bahan-bahan yang memiliki jangka waktu daur hidupnya yang panjang karena mereka dapat memiliki dampak positif pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan (Karuniastuti, 2018).

Ragam material daur ulang yang dapat dimanfaatkan dalam konstruksi bangunan hijau seperti berikut :

1. Kayu Bekas

Kayu bekas dari furniture lama, palet, atau sisa bangunan dapat digunakan kembali sebagai bahan konstruktif, lantai, mebel, dan dekorasi interior. Kayu memiliki nilai estetika tinggi dan cocok untuk rumah dengan gaya vintage.

2. Kertas dan Kardus Bekas

Kertas dan kardus bekas dapat diolah menjadi panel dinding, insulasi, partisi, dan bahan akustik alami di dalam ruangan. Selain ramah lingkungan, biayanya juga murah. Kertas bekas juga bisa dibuat bahan bangunan tahan air atau tahan api.

3. Botol Kaca dan Logam Bekas

Botol minuman dapat dijadikan bahan bangunan unik, misalnya dinding kaca artistik dari botol bekas. Kaleng dan logam bekas dapat dimanfaatkan sebagai baut, paku, rangka, atau atap bangunan.

4. Beton Bekas

Beton bekas dapat dihancurkan dan digunakan sebagai agregat dalam campuran beton baru, mengurangi kebutuhan bahan alami dan limbah konstruksi. Dari beberapa fakta menunjukkan bahwa penggunaan agregat dari beton daur ulang dapat menurunkan kuat tekan sekitar 7% dibandingkan beton normal, tetapi tetap mendukung prinsip keberlanjutan

5. Plastik Daur Ulang

Plastik daur ulang, seperti limbah botol PET, dapat digunakan sebagai bahan pengganti agregat halus dalam beton. Ini tidak hanya mengurangi limbah plastik, tetapi juga meningkatkan sifat fisik beton, seperti ketahanan terhadap air. Kombinasi kedua material ini mendukung pengurangan emisi karbon dan pelestarian sumber daya alam

Dalam mewujudkan konstruksi bangunan hijau yang berbasis material daur ulang perlu kita implementasi praktek berkelanjutan dari beberapa prosesnya, diantaranya yaitu :

1. Perencanaan Bangunan Hijau

Penerapan konsep bangunan hijau dimulai dari tahap perencanaan dengan mempertimbangkan orientasi bangunan terhadap sinar matahari dan pola aliran udara untuk ventilasi dan pencahayaan alami yang optimal.

2. Pemilihan Material Ramah Lingkungan

Pemilihan material ramah lingkungan seperti bambu, kayu, atau bahan daur ulang yang memiliki Life Cycle Assessment (LCA) rendah sangat penting dalam konstruksi bangunan hijau. Tahap konstruksi juga meminimalkan limbah dengan menerapkan efisiensi pengadaan material melalui modular design atau prefabrication.

3. Fitur-Fitur Bangunan Hijau

Fitur-fitur seperti pengolahan air limbah, sistem penghematan air dan listrik, serta penanaman vegetasi pada bangunan turut mengurangi jejak ekologis sepanjang masa operasi bangunan hijau. Dengan demikian, pembangunan green building secara menyeluruh merepresentasikan upaya industri konstruksi dalam mengadopsi metode-metode yang jauh lebih ramah terhadap lingkungan dan berkelanjutan.

Dalam konstruksi bangunan hijau, ada beberapa tantangan yang harus diatasi saat menggunakan material daur ulang (Avys, 2017):

1. Keterbatasan Material

Material daur ulang tidak selalu tersedia dan sangat terbatas. Tidak semua tempat memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan material bekas dalam jumlah besar. Selain itu jenis-jenis material daur ulang yang tersedia juga terbatas dan tidak selalu memenuhi persyaratan khusus proyek konstruksi sehingga menjadi tantangan dalam pembangunan konstruksi.

2. Standarisasi

Sama seperti material bangunan pada umumnya, tidak ada standar baku untuk bahan daur ulang. untuk memastikan kualitas dan keamanan material, diperlukan pengujian dan penelitian tambahan.

3. Perawatan yang Lebih Canggih dan Rumit

Beberapa jenis bahan daur ulang membutuhkan perawatan khusus agar tidak rusak atau berjamur dengan cepat. Kayu dan kertas bekas, misalnya, membutuhkan perawatan khusus untuk menjaga kualitasnya.

4. Persyaratan Keadilan

Pemanfaatan limbah tertentu, seperti ban bekas, mungkin membutuhkan izin dan peraturan pemerintah terkait dampak lingkungan. Hal ini dapat memperlambat proses konstruksi dan menyebabkan biaya tambahan.

5. Infrastruktur untuk Daftar Ulang

Proses daur ulang material membutuhkan infrastruktur yang memadai dan teknologi canggih. Kekurangan infrastruktur ini dapat menghambat proses daur ulang.

.KESIMPULAN

Salah satu manfaat utama dari penggunaan material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau adalah pengurangan dampak lingkungan. Dengan memanfaatkan kembali material yang telah digunakan sebelumnya, kita dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dan menghemat sumber daya alam. Selain itu, material daur ulang juga seringkali memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan material baru, yang berarti kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim.

Selain manfaat lingkungan, penggunaan material daur ulang juga dapat memberikan keuntungan ekonomi. Dengan memanfaatkan kembali material yang ada, kita dapat mengurangi biaya produksi dan konstruksi. Selain itu, penggunaan material daur ulang juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam industri daur ulang dan konstruksi, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal.

Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam penerapan material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau. Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan dan kualitas material daur ulang. Meskipun telah ada berbagai upaya untuk meningkatkan produksi dan pengumpulan material daur ulang, masih terdapat keterbatasan dalam ketersediaan dan kualitas material yang dapat digunakan dalam konstruksi.

Selain itu, adopsi material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau juga memerlukan perubahan dalam paradigma desain dan konstruksi. Arsitek dan insinyur perlu mengembangkan pendekatan desain yang lebih inovatif dan kreatif dalam mengintegrasikan material daur ulang ke dalam proyek konstruksi. Selain itu, perlu juga adanya regulasi dan kebijakan yang mendukung penggunaan material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau.

Dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk bekerja sama dalam mengembangkan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Pemerintah, industri, dan masyarakat perlu berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap penggunaan material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau. Selain itu, penelitian dan inovasi juga perlu terus dilakukan untuk mengembangkan teknologi dan material daur ulang yang lebih baik dan lebih efektif.

.REFERENSI

Abduh. 2017. Teknologi Green Pada Bangunan Berkelanjutan. Seminar Ilmiah Nasional Teknik Sipil Universitas Bosowa. SINALTSUB – I.

Green Building Council Indonesia, 2014. Greenship Homes Version 1.0. Direktorat Pengembangan Perangkat Penilaian

Karuniastuti. 2018. Bangunan Ramah Lingkungan. Forum Teknologi Vol. 05 No. 1 Hal. 8-15

Munawaroh, Gunawan, dan Perwira. 2017. Penerapan Konsep Flexible Dan Green Architecture Pada Rumah Typical Di Lampung. NALARs Jurnal Arsitektur, Vol. 16 NO. 2 : 101-112

Sucipto, Hatmoko, Sri Sumarni, dan Pujiastuti., 2014. Kajian Penerapan Green Building Pada Gedung Bank Indonesia Surakarta. JIPTEK, Vol. VII No.2 Hal. 17-24

Surajana dan Ardiansyah. 2013. Perancangan Arsitektur Ramah Lingkungan: Pencapaian Rating Greenship GBCI. Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung. Vol.2 No.3 Hal. 1-14.

Syahriyah. 2017. Penerapan Aspek Green Material Pada Kriteria Bangunan Rumah Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, Vol.6 No. 2: 95-10.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 5 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 1

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment