Penerapan Serta Dampak Penggunaan Konsep Green Building Di Tengah Kehidupan Ibukota
Ditulis oleh Nasywa Aurelia Mazenda
Fenomena perubahan iklim pada saat ini semakin tinggi (Latuconsina, 2010). Meningkatnya temperatur bumi atau pemanasan global telah memberikan banyak dampak negatif terhadap kehidupan yang keberlanjutan di masa yang akan datang. Pemanasan global sendiri adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Salah satu penyebab terjadinya pemanasan global adalah sektor pembangunan yang ada di sekitar lingkungan kita. Tingginya CO2 mempengaruhi keseimbangan energi di wilayah DKI Jakarta. Gas CO2 sendiri memiliki sifat mengabsorbsi radiasi gelombang panjang yang dipancarkan permukaan bumi sehingga radiasi tersebut terperangkap di troposfer. Tentunya hal ini dapat menyebabkan terjadinya efek rumah kaca dan peningkatan suhu udara, yang mana suhu udara di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan area sekitarnya.
Ditengah perubahan iklim dan tingginya gas CO2 yang kita hadapi saat ini, banyak bangunan di tengah perkotaan sudah banyak yang menerapkan konsep green building atau bangunan hijau untuk mencegah terjadinya perubahan iklim maupun global warming. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 mendefinisikan green building atau bangunan hijau sebagai bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan maupun gedung yang memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Sementara, menurut United Nation Environment Programme (UNEP) mendefinisikan green building atau bangunan hijau sebagai bangunan yang selama siklus hidupnya, dimulai dari tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, renovasi, hingga pembongkarannya memperhatikan dampak negatif dan positif terhadap iklim dan lingkungan.
Penggunaan green building atau bangunan hijau pada bangunan di tengah kota saat ini memiliki tujuan menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, menghemat sumber daya alam karena menggunakan sumber energi terbarukan, mencegah terjadinya pemanasan global maupun perubahan iklim, hemat energi, mengurangi emisi atau limbah, mengurangi jejak karbon, bangunan dapat digunakan dalam waktu yang lama, dan yang terakhir adalah meningkatkan kualitas hidup bagi para penghuni yang ada didalam bangunan tersebut maupun masyarakat sekitar yang tinggal di sekitaran bangunan ataupun Gedung tersebut yang menerapkan konsep bangunan hijau. Tentunya banyak sekali tujuan penggunaan konsep bangunan hijau atau green buiding ini karena hasilnya tentu bermanfaat untuk lingkungan, bumi, maupun kesehatan kita.
Karena beberapa dari kita sudah sadar akan isu perubahan iklim, global warming, dll. Banyak bangunan di tengah ibukota yang telah menerapkan konsep bangunan hijau atau green building tersebut. Dilansir dari Green Building Council Indonesia (GBCI), terhitung baru 60 gedung di Indonesia yang mendapatkan sertifikat bangunan hijau pada tahun 2022. Yang mana dari jumlah tersebut terdapat 22 gedung yang menerima rating platinum. Yang pertama adalah Menara BCA, Gedung yang berlokasi ditengah ibukota ini tepatnya di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat berhasil menyabet sertifikasi bangunan hijau terbaik setelah mampu menerapkan konsep efisien penggunaan energi listrik dan air dalam Gedung tersebut. Yang kedua adalah salah satu mall yang hitz dan berada di tengah distrik bisnis ibukota yaitu Pacific Place, pusat perbelanjaan yang berada di Kawasan SCBD (Sudirman Central Business District) Jakarta Selatan ini berhasil menerima sertifikasi GBCI karena memiliki sistem daur ulang air yang baik, tak hanya itu mall ini juga menggunakan lampu LED dan sensor lampu untuk penghematan energi, maka dari itu, pusat perbelanjaan ini mendapatkan sertifikasi dari GBCI karena telah menerapkan konsep bangunan hijau atau green building ditengah kota Jakarta. Yang berikutnya adalah gedung yang lokasinya masih sama dengan bangunan sebelumnya, yakni Sequis Tower, gedung yang berlokasi di SCBD ini menerapkan konsep green building yaitu berupa sistem peredupan,cahaya otomatis, sistem pengolahan, serta daur ulang limbah. Yang mana sistem tersebut telah membantu mengurangi penggunaan listrik dan air hingga 28 persen. Seperti apa kata pepatah, “tidak ada usaha yang mengianati hasil” dari usaha penerapan konsep bangunan hijau ini, Sequis Tower berhasil dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh gedung terbaik di dunia kategori Best Tall Office versi Council on Tall Building and Urban Habitat Award 2022.
Dan yang terakhir bangunan yang menerima sertifikat premium dari Green Building Council Indonesia (GBCI) adalah Gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Gedung yang berlokasi di Kebayoran Baru ini berhasil mendapatkan banyak penghargaan baik dikancah nasional maupun internasional. Gedung ini berhasil mendapatkan sertifikasi Greenship Gold dari GBCI, tak hanya itu saja berdasarkan situs resmi Kementerian PUPR, gedung utama milik kementerian ini juga meraih Penghargaan Penghargaan Efisiensi Energi Nasional ke-4 Tahun 2015 (PEEN ke-4 Tahun 2015) sebagai Juara I Sub Kategori Gedung Hijau. Dan yang tidak kalah epik adalah gedung ini juga mendapatkan Penghargaan ASEAN Energy Awards 2016 sebagai Pemenang dalam kategori Large Green Building, pada acara Green Building Awards. Yang mana penghargaan tersebut disampaikan oleh Organizing Committee dari ASEAN Energy Business Forum 2016 yang dilaksanakan di Myanmar pada 21 September 2016. Gedung Kementerian PUPR memang layak mendapatkan penghargaan tersebut karena menerapkan konsep bangunan hijau secara maksimal mulai dari penggunaan energi hingga ketersediaan lahan terbuka hijau. Gedung ini sendiri memiliki kualitas udara yang baik dikarenakan terdapat ruang terbuka hijau sebesar 33,54% dari total keseluruhan lahan serta area hijau pada gedung tersebut yang berupa taman dan pepohonan. Selain itu, gedung ini juga meminimalkan penggunaan energi dengan cara mengurangi energi fosil dan menggantinya dengan menggunakan energi alam terbarukan seperti angin, cahaya matahari, dll. Bangunan tersebut memanfaatkan orientasi datangnya sinar matahari untuk memaksimalkan pencahayaan alami dengan menggunakan shading devices berupa horizontal sun shading yang juga dapat memantulkan sinar matahari dan untuk memperkecil perpindahan panas (Pradana, 2021). Sistem pengelolaan air pada gedung kementerian PUPR sendiri sudah menggunakan water recycling system yang memiliki fungsi untuk menghemat konsumsi penggunaan air. Pada teknik ini air kotor dan air bekas dari toilet, wastafel, dan urinoir akan dialirkan ke Sewage Treatment Plan (STP) untuk diolah melalui sistem gravitasi, kemudian hasil olahan STP, akan diolah lagi menjadi air siap pakai menggunakan Water Treatment Plan (WTP). Sisa dari air tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan flushing closet dan siram tanaman.
Tak hanya itu saja, bangunan ini juga memperhatikan jenis material yang digunakan, dalam hal ini gedung Kementerian PUPR menerapkan pemanfaatan waste material beton untuk car stopper dan pemanfaatan waste material besi untuk pekerjaan non struktural, pemanfaatan waste material di gedung PUPR tersebut juga didaur ulang menjadi barang yang bisa terpakai dalam menunjang pelaksanaan pada saat proses pembangunan gedung. Gedung ini benar-benar maksimal dalam penerapan konsep green buiding ini, pasalnya kenyamanan didalam ruangan pun juga turut menggunakan konsep bangunan hijau. Pendingin ruangan didalam gedung tersebut menggunakan air conditioner (AC) yang terpusat pada jenis water cooled chiller dan sistem air conditioner (AC) jenis variable refrigerant volume. Prinsip kerja pada air conditioner ini yaitu mengambil atau menyedot udara yang berada dalam ruangan (return air) dan dicampur dengan udara segar (fresh air) dari lingkungan berdasarkan komposisi yang diinginkan, penggunaan dari sistem air conditioning ini dilakukan untuk menjaga kualitas udara, suhu dan kelembaban didalam ruangan, sehingga memberikan dampak positif bagi kesehatan serta memberikan kenyamanan bagi pengguna yang sedang menggunakan ruangan tersebut.
Setelah kita mengetahui gedung-gedung ditengah ibukota yang telah mendapatkan sertifikat premium dari GBCI, tentunya kita perlu mengetahui apa saja dampak dari bangunan yang menerapkan konsep bangunan hijau disekitar kita baik positif maupun nengatif. Dampak positif penggunaan konsep green building sendiri adalah mengurangi konsumsi energi dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan, meningkatkan isolasi termal, penggunaan peralatan elektronik yang hemat energi, memperbaiki kualitas udara dan air, mengurangi produksi limbah, mengurangi biaya operasional serta pemeliharaan bangunan, mengurangi masalah dengan infrastruktur lokal, mengatasi krisis energi yang muncul akibat pesatnya industrialisasi, mengurangi jejak karbon atau emisi gas rumah kaca yang berasal dari sektor bangunan, meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan, serta yang terakhir adalah mempercantik estetika bangunan di tengah perkotaan karena bangunan green building desain yang unik, kreatif, dan inovatif. tentunya banyak sekali dampak positif yang dihasilkan dari bangunan dengan penggunaan konsep green building ini.
Dibalik banyaknya dampak positing tersebut, tentu terdapat dampak negatif, berikut ini adalah dampak negatif dari penggunaan green building yaitu, biaya awal yang tinggi, walaupun menghemat energi dalam jangka yang panjang pembangunan gedung dengan konsep bangunan hijau memerlukan biaya yang sangat mahal dan bisa menjadi hambatan untuk membangun gedung tersebut. Selanjutnya adalah keterbatasan teknologi, beberapa teknologi yang digunakan pada green building masih dalam tahap pengembangan dan belum dapat digunakan secara luas. Serta yang terakhir adalah keterbatasan dan kurangnya pemahaman serta keterampilan, karena untuk membangun gedung ini dibutuhkan keterampilan khusus untuk mengurangi efektivitas atau menimbulkan risiko kesalahan.
Solusi dari dampak negatif ini tentunya, pemerintah ataupun pihak swasta harus menyiapkan modal yang cukup untuk menerapkan konsep bangunan hijau, walaupun biaya awal yang tinggi, namun dampak berikutnya ketika bangunan tersebut berhasil dibuat akan menghasilkan banyak manfaat bagi penghuni maupun masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar gedung tersebut. Serta banyaknya edukasi akan konsep bangunan hijau tersebut. Pemanasan global atau perubahan iklim sendiri memang memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan serta tingginya gas dari C02 juga menimbulkan efek rumah kaca yang sangat berdampak buruk terhadap lingkungan kita. Maka dari itu, untuk mencegah pemanasan global, perubahan iklim, serta tingginya gas C02 dilakukannya pembangunan infrastruktur dengan konsep green building atau bangunan hijau untuk menciptakan bangunan ramah lingkungan, menghemat energi dalam jangka panjang, dan yang terakhir adalah meningkatkan kesehatan maupun kenyamanan para penghuni atau pengguna gedung tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2023, November 7). Memahami Konsep Green Building dan Manfaatnya bagi Lingkungan.
Aesia, A. (2023, November 1). Apa itu Green Building? Manfaat dan Fungsinya Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik.
Darmayanti, T. E. (2023). Kajian Implementasi Konsep Green Design pada Gedung Utama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Jurnal Arsitektur Zonasi, 153-166.
Defitri, M. (2023, Februari 3). Baik Buruk Penerapan Green Building pada Sebuah Gedung.
GLG. (2023, Januari 20). Green Building, Solusi Mengatasi Pemanasan Global.
Ramdani, M. (2024, Maret 25). Green Building Series: Konsep Green Building.
.
Link Terkait:
https://pgnlng.co.id/berita/wawasan/memahami-konsep-green-building/
https://waste4change.com/blog/baik-buruk-penerapan-green-building-pada-sebuah-gedung/
https://siapdarling.id/cerita-darling/green-building-solusi-mengatasi-pemanasan-global
.