Solusi Tata Kota Hijau: Strategi Inovatif untuk Bangunan Perkotaan yang Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Perubahan Iklim
Disusun oleh Dendy Satria Nugraha
PENDAHULUAN
Perubahan iklim kini telah menjadi perhatian global karena pengaruhnya yang meluas pada aspek kehidupan manusia, terutama dalam hal kesehatan (Susilawati, 2021). Perubahan iklim turut meningkatkan risiko terjadinya bencana alam yang signifikan. Berdasarkan hasil penelusuran pada International Disaster Database, tercatat 345 bencana alam yang dikategorikan sebagai bencana global. Menariknya, sekitar 60% dari bencana tersebut disebabkan oleh peristiwa iklim ekstrem, seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, angin kencang, tanah longsor, gelombang pasang tinggi, dan peningkatan penyebaran penyakit. Dampak perubahan iklim ini semakin memperjelas pentingnya langkah mitigasi dan adaptasi, khususnya untuk menghadapi berbagai ancaman yang berpotensi mengganggu kehidupan dan kesehatan masyarakat secara luas (Mandala et al., 2020).
Berdasarkan laporan WMO (World Meteorological Organization) 2024, perubahan iklim menunjukkan dampak yang semakin mendesak. Pada tahun 2022, konsentrasi gas rumah kaca utama karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida mencapai rekor tertinggi, dengan data 2023 menunjukkan peningkatan berkelanjutan. Kadar CO₂ saat ini 50% lebih tinggi dibandingkan era pra-industri, menyebabkan efek perangkap panas yang mengganggu keseimbangan lingkungan. Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dalam 174 tahun, dengan rata-rata suhu global mencapai 1,45 ± 0,12 °C di atas suhu pra-industri. Setiap bulan dari Juni hingga Desember mencatatkan suhu terpanas, dan suhu permukaan laut (SST) juga mencapai rekor tertinggi. Perubahan iklim ini, dipicu oleh akumulasi gas rumah kaca dan fenomena La Niña yang beralih ke El Niño.
Selama beberapa dekade terakhir, permintaan energi telah meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan perkembangan ekonomi global. Ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang merupakan sumber energi tak terbarukan, telah mempercepat perubahan iklim dan menimbulkan kekhawatiran akan keberlanjutan pasokan energi di masa depan. Dalam hal ini, bangunan berperan besar dalam konsumsi energi global, baik pada tahap pembangunan maupun selama penggunaannya. Dengan meningkatnya kebutuhan energi dan risiko lingkungan, penting bagi sektor konstruksi untuk beralih ke solusi yang lebih efisien dan berkelanjutan, guna mengurangi dampak terhadap perubahan iklim serta menjaga keberlanjutan energi jangka panjang (Andrian, 2024). Dengan pesatnya urbanisasi, perhatian terhadap isu lingkungan dan kebutuhan energi semakin meningkat, baik di kalangan masyarakat umum maupun pemangku kepentingan. Untuk itu, penerapan dan promosi konsep bangunan hijau kini menjadi fokus utama dalam konstruksi modern. Bangunan hijau ini memberikan solusi berkelanjutan yang semakin relevan di tengah tantangan perubahan iklim dan peningkatan kebutuhan energi, sekaligus memenuhi harapan masyarakat akan ruang hidup yang lebih berkualitas (Ding et al., 2018).
PEMBAHASAN
Sumber: https://www.forestdigest.com/
Bangunan hijau adalah konsep yang berfokus pada penciptaan struktur yang berkelanjutan dengan menerapkan praktik yang bertanggung jawab serta hemat sumber daya selama seluruh siklus hidup bangunan. Mulai dari pemilihan lokasi, desain, konstruksi, hingga tahap operasi, pemeliharaan, dan renovasi, bangunan hijau menekankan efisiensi penggunaan sumber daya. Dalam proses desain dan konstruksi, bangunan hijau memanfaatkan bahan daur ulang, menghemat penggunaan air dan energi, serta menerapkan teknik yang mengurangi penggunaan sumber daya alam. Pendekatan ini juga mengintegrasikan desain yang tanggap air untuk mengurangi risiko banjir, mengendalikan emisi polutan ke air, udara, dan tanah, serta meminimalkan polusi suara dan cahaya (Olubunmi et al. 2016). Penerapan konsep bangunan hijau mencakup berbagai langkah komprehensif yang dirancang untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih berkelanjutan, ramah lingkungan, dan adaptif terhadap perubahan iklim. Berikut adalah beberapa penerapan konsep bangunan hijau dalam konteks perkotaan:
Efisiensi Energi dan Emisi Rendah
Penggunaan teknologi seperti panel surya, pencahayaan alami, dan sistem ventilasi yang efisien bertujuan untuk menekan konsumsi energi serta mengurangi emisi karbon (Sudarwani, 2012). Orientasi bangunan yang tepat dapat memungkinkan pencahayaan alami di siang hari, sehingga ketergantungan pada lampu listrik berkurang hingga 25%. Ventilasi alami seperti ventilasi silang, memaksimalkan sirkulasi udara melalui jendela dan pintu yang ditempatkan strategis, yang berpotensi menurunkan kebutuhan AC hingga 40% karena ruangan tetap sejuk meskipun tanpa pendingin udara. Di samping itu, penerapan panel surya sebagai sumber energi terbarukan memberikan manfaat besar dalam efisiensi energi jangka panjang, meskipun biaya awal pemasangannya cukup tinggi. Proyek-proyek perumahan di beberapa kota besar di Indonesia mulai memanfaatkan panel surya, menghasilkan penghematan biaya listrik hingga 50% per bulan. Implementasi berbagai teknologi ini tidak hanya menekan konsumsi energi, tetapi juga membantu mengurangi emisi karbon dan mendukung keberlanjutan energi di masa depan (Mustafa, M. 2024).
Solusi Pengelolaan Air Efektif untuk Permukiman Berkelanjutan
Sumber: https://perkim.id/
Efisiensi air dapat dicapai melalui konsep 3P: pengurangan, penggunaan kembali, dan pelestarian air. Beberapa langkah yang efektif meliputi penggunaan shower untuk menghemat hingga 60% air dibanding gayung, serta penampungan air hujan dengan reservoir bawah tanah untuk mencegah genangan dan menghemat energi pompa. Penghijauan dengan tanaman dan pembuatan biopori juga membantu menyerap air ke tanah, mencegah banjir, dan mendukung penyediaan air bersih (Rizki, 2022). Salah satu pendekatan utama dalam strategi pengelolaan air adalah pengumpulan serta pemanfaatan air hujan. Teknologi ini bekerja dengan cara mengumpulkan air hujan dari atap bangunan, yang kemudian disaring dan disimpan di dalam tangki penampungan untuk dipakai kembali dalam kegiatan non-potable, seperti menyiram tanaman, membersihkan area umum, dan membilas toilet. Di beberapa proyek permukiman ramah lingkungan di kota-kota besar, termasuk Jakarta dan Bandung, penerapan sistem pengelolaan air hujan ini berhasil mengurangi konsumsi air bersih hingga 30%. Hal ini menjadi sangat penting di wilayah perkotaan yang sering menghadapi masalah ketersediaan air bersih, terutama selama musim kemarau yang panjang (Mustafa, 2024).
Memanfaatkan Green Material Bangunan yang Ramah Lingkungan
Untuk mendukung bangunan ramah lingkungan, pemilihan material seperti baja untuk kerangka dan atap bangunan memiliki keunggulan karena kuat, antikarat, antirayap, fleksibel, dan ringan, sehingga bisa menggantikan kayu dan mengurangi penebangan pohon. Selain itu, material seperti keramik untuk dinding dan lantai memudahkan perawatan tanpa perlu pengecatan ulang, dengan pilihan motif dan warna beragam. Aluminium juga menjadi pilihan untuk kusen jendela dan pintu karena dapat didaur ulang, bebas racun, hemat biaya, tahan lama, dan antikarat. Material-material ini mendukung terciptanya bangunan yang lebih ramah lingkungan dan modern (Karuniastuti, 2015).
Konsep green material mencakup makna yang lebih luas dibandingkan material ramah lingkungan. Green material tidak hanya mempertimbangkan produk yang ramah lingkungan, tetapi juga melihat aspek keberlanjutan sumber material, proses produksi, distribusi, hingga pemasangan. Selain itu, green material berperan dalam meningkatkan kesehatan serta kenyamanan, dan membuat manajemen perawatan bangunan menjadi lebih efisien. Dalam standar GREENSHIP, aspek Material Resource and Cycle (MRC) memberikan kontribusi penting terhadap penilaian bangunan hijau, dengan poin yang terbagi atas kriteria seperti penggunaan material bekas, material ramah lingkungan, refrigeran bebas bahan perusak ozon, kayu bersertifikat, material prafabrikasi, dan material lokal. Setiap kriteria ini berfungsi untuk mendorong penggunaan material yang mendukung keberlanjutan, mengurangi jejak karbon, serta efisiensi material dalam konstruksi (Syahriyah, 2017).
PENUTUP
Penerapan konsep bangunan hijau di perkotaan menjadi solusi yang relevan dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim serta memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Dengan mengadopsi teknologi efisiensi energi, sistem pengelolaan air yang efektif, dan pemanfaatan green material, bangunan dapat berkontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon, menjaga ketersediaan sumber daya, dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penghuninya. Selain itu, penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan mampu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, memperpanjang masa pakai bangunan, dan meminimalkan jejak karbon dalam setiap tahap konstruksi. Upaya ini tidak hanya memberikan manfaat jangka panjang dalam mengatasi krisis iklim, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap pembangunan yang lebih adaptif dan efisien. Dengan demikian, desain inovatif bangunan hijau dan adaptif terhadap iklim ini menjadi bagian integral dari strategi tata kota yang lebih hijau dan berdaya saing, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif bagi kualitas hidup masyarakat perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Andrian, F. (2024). Analisis Kinerja Bangunan Hijau dalam Konteks Kebutuhan Energi. Tugas Mahasiswa Program Studi Arsitek, 1(1).
Ding, Z., Fan, Z., Tam, V. W., Bian, Y., Li, S., Illankoon, I. C. S., & Moon, S. (2018). Green building evaluation system implementation. Building and Environment, 133, 32-40.
Karuniastuti, N. (2015). Bangunan ramah lingkungan. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 5(1).
Mandala, M., Nurhayati, D., & Dhokhikah, Y. (2020). Persepsi dan Strategi Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim di Kawasan Asia Tenggara Perceptions and Strategies for Community Adaptation to Climate Change in the Southeast Asian Region. JurnalLingkunganBerkelanjutan, 1(1), 39–44.
Mustafa, M. (2024). Penerapan Prinsip Arsitektur Hijau Pada Desain Permukiman Ramah Lingkungan di Perkotaan. Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online), 5(2), 618-632.
Olubunmi, O. A., Xia, P. B., & Skitmore, M. (2016). Green building incentives: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 59, 1611-1621.
Rizki, R. (2022). Pengaruh efisiensi energi dan air pada bangunan dalam penerapan eco-green. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 19(2), 120-128.
Syahriyah, D. R. (2017). Penerapan Aspek Green Material Pada Kriteria Bangunan Rumah Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 6(2), 100-105.
Sudarwani, M. M. (2012). Penerapan green architecture dan green building sebagai upaya pencapaian sustainable architecture. Dinamika Sains, 10(24).
Susilawati, S. (2021). Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan. Electronic Journal Scientific of Environmental Health And Disease, 2(1), 25-31.
WMO. (2023). Climate change – World Meteorogical Organization WMO
.
Keren banget nih ide nya
good
Artikel tersebut patut diapresiasi karena memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya tata kota hijau dalam menghadapi perubahan iklim. Pendekatan inovatif yang ditawarkan, seperti bangunan ramah lingkungan dan pengelolaan ruang terbuka, menunjukkan komitmen untuk menciptakan kota yang lebih berkelanjutan dan adaptif. Solusi ini tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga kolaborasi antar-pemangku kepentingan, menjadikannya langkah yang realistis dan berjangka panjang. Ini adalah langkah positif bagi perencanaan perkotaan di masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Bagusss ,kerennn👍🏻
bagussss
Bagus 👍🏻
good, sangat membantu👍🏼