Penerapan Material Daur Ulang dalam Konstruksi Bangunan Hijau
Disusun oleh: Marniati Bancin
Pendahuluan
Dalam rangka mengurangi dampak pembangunan terhadap lingkungan, berbagai kalangan, khususnya arsitek, melakukan berbagai cara untuk menciptakan rumah atau hunian yang ramah lingkungan, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur hijau, baik secara menyeluruh, maupun hanya elemen-elemen tertentu saja atau secara parsial. Arsitektur hijau memiliki berbagai elemen atau indikator, antara lain seperti yang disebutkan oleh Green Building Council of Indonesia (GBCI) yang didirikan pada tahun 2009, yang menyatakan bahwa terdapat enam aspek penilaian desain rumah hijau (GBCI, 2014), yaitu 1) pemanfaatan lahan yang tepat, 2) efisiensi dan konservasi energi, 3) konservasi air, 4) pemilihan dan daur ulang material, 5) kesehatan dan kenyamanan dalam ruang, serta 6) pengelolaan lingkungan bangunan(Widyarthara et al., 2019).
Untuk mengurangi dampak pemanasan global, semua perencanaan harus berfokus pada konsep bangunan yang sesuai dengan iklim dan lingkungan. Selain itu, diperlukan aturan yang jelas untuk penggunaan material pada bangunan yang ramah lingkungan dan sesuai pada tahap pengadaan. Aturan-aturan ini kemudian mengarah pada kriteria bangunan hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keterkaitan penggunaan material hijau dengan menggunakan metode perbandingan kriteria material dari kebijakan pemerintah dan Indonesia Green Building Council. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu aspek penting dalam pembangunan hijau adalah pemilihan material yang akan digunakan dengan cara yang ramah lingkungan untuk mencapai kelestarian lingkungan.
Gambar material bangunan dari bahan limbah plastik
Sumber: https://kontainerindonesia.co.id/
Pemilihan materian yang tepat dapat meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan kenyamanan penghuni. Material yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan memiliki sifat insulasi yang baik dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penghuninya. Selain penghuni juga dapat meningkatkan kenyaman lingkungan sekitar serta dapat juga mengurangi dampak pemanasan global. Oleh karena itu, intergrasi antara kebijakan pemerintah dan standar dari Green Bulding Council Indonesia sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua proyek konstruksi memnuhi kriteria bangunan hijau. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi juga menciptakan ruang hidup yang lebih mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi juga menciptakan ruang hidup yang lebih baik bagi penduduk. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai relevansi metarial berkelanjutan diperlukan untuk memperkuat fondasi kebijakan dan praktik bangunan berkelanjutan di Indonesia.
Penggunaan bahan daur ulang dalam produksi bahan dasar perumahan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pelestarian lingkungan. Penggunaan material bekas/daur ulang diatur pada titik asal dan siklus material, yaitu penggunaan kembali material dari bangunan lama atau lokasi lain untuk mengurangi limbah dan memperpanjang umur material(Cahyani, 2020). Material daur ulang meliputi material bekas dari bangunan lama dan lokasi lain seperti kusen, lantai, plafon, dinding, dan lain-lain. Penggunaan material ini dapat mengurangi biaya konstruksi hingga 10%, dengan tetap mempertimbangkan faktor desain alternatif yang memasukkan elemen-elemen bangunan lama ke dalam bangunan baru. Salah satu konsep bangunan hijau adalah meminimalkan sumber daya alam dengan menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, tanah, air dan bahan bangunan secara lebih efisien, serta menggunakan material dari sumber daya lokal yang digunakan untuk fasad bangunan.
Argumen
Penggunaan bahan lokal dan daur ulang, seperti bambu dapat mengurangi emisi karbon dan memiliki dampak positif pada ekonomi lokal. Meskipun masih ada tantangan seperti biaya awal yang tinggi dan kesadaran sosial yang rendah, insentif pajak dan bantuan teknis dapat mendorong adopsi yang lebih luas. Dengan strategi-strategi tersebut, bangunan hijau di Indonesia memiliki potensi untuk menciptakan ruang hidup yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan serta menjadi contoh bagi Asia Tenggara untuk masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Pada artikel yang ditulis oleh Widyarthara et al, 2019 memberikan beberapa contoh atau penerapan aplikasi Green Bulding Council material daur ulang pada arsitektur rumah di Kota Malang. Yaitu sebagai berikut:
1. Rumah Daur Ulang (Mas Apis Mansion)
Rumah ini dibangun oleh arsitek Mas Affis, dan dibangun secara bertahap dengan menggunakan berbagai bahan daur ulang dari proyek-proyek lama dan penjualan mobil bekas. Bahan-bahan daur ulang dan botol-botol daur ulang digunakan pada setiap elemen bangunan, termasuk lantai dan dinding, untuk menciptakan desain yang unik dan ramah lingkungan. Sebagai contoh, sisa-sisa bahan limbah digunakan sebagai bagian lantai dan tangga, sementara botol-botol ditempatkan sebagai elemen dekoratif di dinding untuk menciptakan efek cahaya yang artistik. Rumah Daur Ulang menekankan kesederhanaan dan menjadikan bahan alami sebagai andalan desainnya.
2. Luma Tumbu (Rumah Mas Agus)
Dirancang oleh arsitek Mas Agus, rumah ini dikonsep sebagai ‘rumah tumbuh’ yang berkembang secara bertahap dengan menggunakan tanaman dan elemen alam di sekitarnya. Rumah ini menggunakan material daur ulang seperti kayu dan besi dari proyek sebelumnya, dan bahkan memiliki penampungan air hujan untuk menyimpan kayu dan bambu. Dinding bata ekspos di dalam rumah tidak diplester untuk memungkinkan adanya taman vertikal, sehingga membantu mengurangi polusi dan menjaga suhu dalam ruangan. Teknologi hemat energi dan ramah lingkungan.
Kedua contoh tersebut menyoroti manfaat ekonomi dan lingkungan dari penggunaan bahan daur ulang, yang memungkinkan arsitek untuk mencapai desain yang estetis dan unik sekaligus mengurangi biaya konstruksi dan dampak lingkungan. Menggunakan bahan daur ulang tidak hanya memperpanjang masa pakai bahan, tetapi juga mendukung prinsip-prinsip bangunan ramah lingkungan, yang mengedepankan keberlanjutan.
Meskipun konsep bangunan hijau memiliki banyak keuntungan, namun masih ada banyak tantangan dalam realisasinya. Salah satu kendala utama adalah tingginya biaya awal konstruksi dan kurangnya kesadaran masyarakat. Namun, insentif pajak untuk proyek-proyek hijau dan bantuan teknis untuk pembangun kecil dapat diberikan untuk mempromosikan pendekatan bangunan hijau secara lebih luas. Langkah-langkah tersebut akan membuka jalan bagi pembangunan yang lebih berkelanjutan di masa depan.
Tantangan lainnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat jangka panjang dari bangunan hijau. Banyak individu dan pemilik rumah tidak sepenuhnya memahami bagaimana berinvestasi pada bangunan hijau dapat mengurangi biaya operasional melalui penghematan energi dan air serta meningkatkan nilai properti mereka di masa depan. Kurangnya pemahaman ini dapat menghambat permintaan untuk proyek bangunan hijau dan mengurangi insentif bagi para pembangun untuk menerapkan praktik-praktik tersebut.
Kesimpulan
Untuk mendorong penerimaan yang lebih luas terhadap bangunan hijau, diperlukan langkah-langkah strategis seperti insentif pajak untuk proyek-proyek hijau, yang dapat mengurangi biaya konstruksi awal dan menarik minat para pengembang properti. Selain itu, bantuan teknis untuk pembangun kecil melalui program pelatihan dan lokakarya akan meningkatkan pengetahuan mereka tentang praktik bangunan hijau. Mengedukasi masyarakat juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat bangunan hijau sehingga mereka memahami kontribusi positif bangunan hijau terhadap kelestarian lingkungan. Melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat, kita dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pembangunan berkelanjutan, yang pada gilirannya akan menghasilkan ruang hidup yang nyaman dan ramah lingkungan bagi generasi mendatang.
Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan diperlukan kerjasama antara pemerintah, pengembang dan masyarakat. Integrasi kebijakan pemerintah dan standar GBCI akan memastikan bahwa semua proyek konstruksi memenuhi standar bangunan hijau. Hal ini akan menciptakan ruang hidup yang lebih baik bagi para penghuni dan memberikan kontribusi positif dalam melestarikan lingkungan dan mengurangi perubahan iklim. Penelitian lebih lanjut mengenai relevansi material yang berkelanjutan juga diperlukan untuk memperkuat fondasi kebijakan dan praktik bangunan hijau di Indonesia sehingga dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain di Asia Tenggara..
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Cahyani, R. A. (2020). Konsep Bangunan Rumah Tinggal sebagai Penerapan Arsitektur Hijau pada Perumahan Sumber Indah Kudus dengan Material Daur Ulang. Indonesian Journal of Conservation, 9(2), 101–105. https://doi.org/10.15294/ijc.v9i2.27387
Widyarthara, A., Hamka, & Winarni, S. (2019). Material Daur Ulang Pada Rumah Tinggal Arsitek. IV, 145–152..