Teknologi Terbaru dalam Bangunan Cerdas untuk Mengurangi Konsumsi Energi
Disusun oleh: Ratu Raudhoh Maulani Aifa Syarif
Seiring berkembangnya zaman, isu perubahan iklim dan krisis energi semakin mendesak. Ketergantungan kita pada sumber daya energi konvensional telah menciptakan banyak tekanan dan masalah terhadap lingkungan. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 1.220 juta ton setara minyak, naik 6,29% dari tahun sebelumnya, menjadikannya angka tertinggi selama enam tahun terakhir. Jika tak segera ditangani, beban ini akan memperparah kondisi lingkungan dan mengancam keberlanjutan sumber daya energi di masa depan.
Sumber: https://myeco.id/
Angka tersebut seharusnya menjadi sinyal peringatan bagi kita semua tentang pentingnya peralihan menuju solusi energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Bangunan cerdas, yang mengintegrasikan teknologi pintar untuk mengelola konsumsi energi, muncul sebagai salah satu jawaban terhadap masalah ini. Teknologi dalam bangunan cerdas memungkinkan pengelolaan energi yang lebih efisien, mengoptimalkan penggunaan bahan bangunan, serta meningkatkan kenyamanan bagi penghuni dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Di berbagai negara maju, penerapan konsep bangunan cerdas telah terbukti mampu mengurangi konsumsi energi hingga 30% melalui pengaturan otomatis pada pencahayaan dan suhu ruangan. Berdasarkan hal tersebut, teknologi bangunan cerdas atau smart building diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi hingga 25% dibandingkan bangunan konvensional dengan teknologi pengendalian energi yang kurang optimal. Di Jakarta, beberapa gedung perkantoran besar, seperti Gedung Sequis Tower di Sudirman, telah menerapkan operasionalisasi gedung berbasis hijau untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam upaya untuk mendukung ekosistem yang berkelanjutan.
Salah satu teknologi kunci dalam penerapan bangunan cerdas adalah Internet of Things atau (IoT), yang memungkinkan perangkat-perangkat dalam bangunan saling berkomunikasi dan menyesuaikan kondisi berdasarkan data yang dikumpulkan. Misalnya, sensor IoT yang mendeteksi suhu, kelembapan, cahaya, dan keberadaan orang di ruangan dapat mengatur pencahayaan dan suhu secara otomatis. Ini dapat menghemat energi, terutama ketika ruangan kosong. Keunggulan dari IoT adalah kemampuannya untuk mengurangi pemborosan energi, yang pada gilirannya berdampak pada pengurangan biaya operasional bangunan. Penghematan ini juga dapat membuat biaya sewa lebih terjangkau, yang dapat membantu bisnis kecil dan menengah di Indonesia.
Meskipun teknologi ini menjanjikan penghematan energi, terdapat tantangan besar dalam penerapannya. Banyak wilayah di Indonesia yang memiliki infrastruktur terbatas, dan tingkat literasi teknologi di kalangan pekerja bangunan masih sangat bervariasi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dan sektor swasta perlu mengadakan program pelatihan teknis bagi pekerja di sektor bangunan dan pengelolaan gedung. Program ini akan memberikan keterampilan dasar dalam mengoperasikan sistem IoT dan AI, serta pemahaman mendalam tentang manfaat efisiensi energi, sehingga teknologi ini dapat dioperasikan dan dimanfaatkan secara efektif.
Teknologi lain yang dapat memainkan peran besar dalam bangunan cerdas adalah kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (Machine Learning). AI memungkinkan bangunan untuk mempelajari pola penggunaan energi dan menyesuaikan pengaturan sistem, seperti pencahayaan dan sistem HVAC (pemanas, ventilasi, dan pendingin udara), secara otomatis. Contohnya adalah Keppel Bay Tower di Singapura yang berhasil menghemat lebih dari 45% energi berkat teknologi HVAC yang cerdas. Teknologi AI juga memungkinkan sistem untuk memprediksi kapan penghuni berada di suatu ruangan, yang membuat pengaturan suhu dan pencahayaan menjadi lebih efisien. Di Indonesia, penggunaan teknologi ini masih dalam tahap pengenalan, namun potensinya sangat besar jika didukung dengan pelatihan dan investasi perangkat keras serta perangkat lunak yang memadai.
Potensi AI di Indonesia juga harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Penerapan teknologi ini akan memerlukan pelatihan dan keahlian khusus, serta investasi dalam pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk mendukung hal ini, pemerintah bisa memberikan insentif berupa potongan pajak bagi pemilik gedung yang mengadopsi sistem HVAC pintar dan energi terbarukan. Langkah ini akan mendorong lebih banyak pemilik gedung untuk berinvestasi pada teknologi hemat energi dan mempercepat transisi ke penggunaan energi yang lebih berkelanjutan.
Teknologi Digital Twins, yang memungkinkan pengelolaan dan pemantauan bangunan melalui replika virtual, juga menjadi pilihan menarik untuk bangunan cerdas. Di Dubai, teknologi ini digunakan untuk memantau sistem energi, ventilasi, dan berbagai parameter penting lainnya, dengan tujuan mengidentifikasi area yang boros energi dan merencanakan perbaikan. Meski demikian, penerapan teknologi ini di Indonesia mungkin tidak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan infrastruktur digital yang kuat dan tenaga ahli yang terampil dalam bidang teknologi informasi dan manajemen gedung pintar. Selain itu, digitalisasi bangunan di Indonesia membutuhkan investasi besar, yang mungkin sulit dijangkau oleh sebagian besar pemilik gedung, terutama yang berada di sektor kecil dan menengah.
Selain penerapan teknologi, pemanfaatan energi terbarukan adalah elemen penting dalam menciptakan bangunan cerdas yang lebih ramah lingkungan. Energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, semakin menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Berdasarkan data dari Energy Institute, sekitar 30% dari total pembangkitan listrik global kini berasal dari sumber energi terbarukan, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat. Indonesia, dengan potensi energi surya yang melimpah, seharusnya dapat lebih agresif dalam memanfaatkan sumber daya alam ini. Untuk mendukung transisi ini, pemerintah juga dapat memberikan subsidi bagi gedung-gedung yang memasang panel surya atau sistem tenaga angin.
Penerapan teknologi bangunan cerdas di Indonesia tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan pengetahuan teknis di kalangan pengelola gedung dan tenaga kerja. Bangunan cerdas mengandalkan teknologi yang sangat kompleks, seperti IoT dan AI, yang memerlukan tenaga kerja yang terampil dan terlatih. Dalam banyak kasus, pengelola gedung dan operator sistem HVAC belum cukup familiar dengan teknologi terbaru ini, yang menghambat potensi efisiensi energi yang dapat dicapai. Untuk itu, pelatihan dan peningkatan keterampilan harus menjadi prioritas utama.
Selain itu, masalah regulasi juga menjadi hambatan besar. Meskipun beberapa negara sudah menerapkan kebijakan yang mendukung penerapan bangunan cerdas, seperti Uni Emirat Arab dan Jerman, Indonesia masih belum memiliki regulasi yang jelas untuk mendukung implementasi teknologi ini di sektor bangunan. Kebijakan pemerintah yang tidak memadai dapat menghambat upaya untuk mengadopsi teknologi efisiensi energi. Untuk mengatasi hal ini, Indonesia perlu mengembangkan regulasi yang lebih komprehensif, yang mencakup insentif untuk sektor swasta dan pedoman yang jelas mengenai penerapan teknologi bangunan cerdas.
Bangunan cerdas adalah solusi potensial yang tidak hanya menawarkan penghematan energi, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas hidup penghuni bangunan dan mendukung upaya Indonesia dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih hijau, efisien, dan berkelanjutan. Jika setiap bangunan cerdas bisa mengurangi konsumsi energinya, maka Indonesia akan berkontribusi lebih besar pada upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan energi..
Referensi
ABB. 2022. ABB Smart Buildings AI-powered SaaS increases energy efficiency, reduces carbon footprint. ABB. Diakses pada 30 Oktober 2024, https://new.abb.com/news/detail/92715/abb-smart-buildings-ai-powered-saas-increases-energy-efficiency-reduces-carbon-footprint
Carel, Racey. 2022. 5 Mega Projects in the Middle East Making the Most of Digital Twins. Asite. Diakses pada 30 Oktober 2024, https://www.asite.com/blogs/5-mega-projects-in-the-middle-east-making-the-most-of-digital-twins
Hendrananta, P. 2019. “Perkembangan Bangunan Cerdas dalam Perspektif Efisiensi Energi,” Jurnal Arsitektur Indonesia, vol. 23 (1) : 32-41, doi:10.7890/jai.v23i1.890.
Institute, Energy. 2024. Statistical Review of World Energy. Energy Institute. Di akses pada 30 Oktober 2024, https://www.energyinst.org/statistical-review
Lambang, Danur. 2024. Konsumsi Energi RI pada 2023 Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir. Kompas.com. Diakses pada 29 Oktober 2024,
https://lestari.kompas.com/read/2024/07/12/150000786/konsumsi-energi-ri-pada-2023-tertinggi-dalam-6-tahun-terakhir.
Moore, L. 2021. “Smart Building Maintenance and Management,” Journal of Urban Facility Management, vol. 7 (2) : 135-146. doi:10.1012/jufm.72.
Roberts, S. 2021. “Regulatory Challenges in Smart City Developments,” International Journal of Urban Policy, vol. 5 (4): 90-101, doi:10.1599/ijup.54.
Singapore, AI. Development of NetZero BEMS through AI-based HVAC system control. AI Singapore. Diakses pada 30 Oktober 2024, https://aisingapore.org/development-of-netzero-bems-through-ai-based-hvac-system-control/.