Diskusi dengan Pemilik Mall dan Hotel Aston Samarinda, Cedsgreeb Bahas Implementasi Perwali No. 55 Tahun 2021 tentang Bangunan Hijau dan Cerdas
Samarinda, 31 Oktober 2024 – Diskusi intensif mengenai penerapan konsep bangunan hijau dan bangunan cerdas berlangsung di Hotel Aston Samarinda, dihadiri oleh para stakeholder, termasuk pengusaha dan akademisi. Diskusi tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi solusi praktis dan strategis dalam mewujudkan efisiensi energi dan kelestarian lingkungan pada bangunan komersial di Samarinda.
Acara diskusi diprakarsai oleh Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) bersama dengan pemilik properti seperti Mall Samarinda Central Plaza dan Hotel Aston. Dalam forum tersebut, para peserta berbagi pandangan mengenai tantangan dan peluang penerapan prinsip bangunan hijau di kota Samarinda yang memiliki karakteristik unik baik dari segi lingkungan maupun infrastruktur.
Kesadaran dan Komitmen Awal: Tantangan Transformasi Bangunan Hijau
Dalam diskusi, Bu Helen, pemilik Mall Samarinda Central Plaza dan Hotel Aston, menekankan pentingnya memulai langkah kecil dalam menjaga lingkungan. “Semua orang hanya tahu mengeluh panas dan minta AC, tetapi tidak pernah berpikir bagaimana mengurangi dampak perubahan iklim,” ujarnya. Beliau juga menyebutkan bahwa renovasi mall dan hotel berusia 23 tahun ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan fungsi bangunan tetapi juga menanamkan nilai-nilai keberlanjutan.
Bu Ay Ling, Direktur Sekolah Temasek Independent, menambahkan bahwa lokasi Samarinda sebagai paru-paru dunia yang terus mengalami degradasi ekosistem membuat upaya ini semakin penting. Ia menyebutkan pentingnya mengadopsi konsep sungai dan hutan ke dalam desain bangunan untuk meningkatkan nilai estetika dan lingkungan, meskipun diakui bahwa tantangan biaya menjadi salah satu hambatan utama.
Efisiensi Energi: Langkah Kecil yang Berdampak Besar
CeDSGreeB menekankan bahwa efisiensi energi dapat dimulai dengan langkah-langkah sederhana, seperti menggunakan panel surya (PLTS) untuk mengurangi ketergantungan pada energi listrik konvensional. Selain itu, penggunaan sistem otomatisasi, seperti eskalator yang hanya beroperasi jika ada pengguna, juga telah diterapkan di mall tersebut.
Namun, masih terdapat tantangan dalam penerapan teknologi hemat energi. Bu Faridah, anggota dari CeDSGreeB, menyoroti bahwa retrofitting bangunan komersial agar sesuai dengan standar bangunan hijau membutuhkan proses bertahap yang menyesuaikan dengan kebutuhan lokal. Ia juga menambahkan pentingnya memonitor kebutuhan energi dan mencatat respons penghuni untuk menemukan cara efisiensi operasional yang paling efektif.
Pengelolaan Air dan Lanskap Ramah Lingkungan
Pengelolaan air menjadi salah satu fokus utama dalam diskusi ini. Bu Helen menyebutkan bahwa restoran miliknya telah menggunakan bak retensi air hujan, tetapi implementasi ini masih sulit dilakukan pada bangunan besar seperti mall dan hotel karena keterbatasan ruang.
Di sisi lain, Bu Sentagi Sesotya Utami selaku Direktur CeDSGreeB, menjelaskan bahwa meskipun Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 55 Tahun 2021 mengatur operasional bangunan ramah lingkungan, penerapannya di lapangan sering terkendala kondisi tanah yang kurang mendukung, seperti struktur tanah Samarinda yang didominasi oleh lempung.
Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya bangunan hijau menjadi salah satu topik utama dalam diskusi ini. Bu Ay Ling, sebagai Direktur Sekolah Temasek Independent, menjelaskan inisiatif yang sedang dikembangkan oleh institusinya untuk menciptakan sekolah hijau. Inisiatif ini mengintegrasikan kurikulum berbasis lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap isu-isu keberlanjutan. Dalam proyek ini, sekolah berencana menggunakan material daur ulang sebagai elemen utama dalam bangunan dan fasilitasnya, serta memanfaatkan air hujan yang diolah kembali untuk kebutuhan operasional.
Selain itu, pendekatan ini juga melibatkan upaya mengurangi ketergantungan pada sistem pendingin udara (AC) dengan menciptakan desain bangunan yang mendukung sirkulasi udara alami. Dengan mengadopsi teknologi dan konsep ramah lingkungan, proyek ini tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan, tetapi juga menjadi contoh bagi institusi lain untuk berpartisipasi dalam menciptakan ruang belajar yang berkelanjutan. Menurut Bu Ay Ling, pendidikan berbasis lingkungan seperti ini penting untuk membangun pemahaman mendalam tentang bagaimana tindakan kecil dapat memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian alam. Namun, beliau mengakui bahwa realisasi rencana ini membutuhkan dukungan yang lebih luas, terutama dalam hal kolaborasi dengan para ahli di bidang bangunan hijau dan sumber pendanaan yang memadai. Tantangan ini menjadi pengingat bahwa meskipun konsep sekolah hijau memiliki potensi besar, implementasinya membutuhkan perencanaan matang, kerja sama lintas sektor, dan komitmen jangka panjang. Dengan mengatasi hambatan tersebut, sekolah hijau diharapkan dapat menjadi pelopor dalam mendidik generasi muda untuk hidup lebih selaras dengan lingkungan.
Rekomendasi dan Langkah Selanjutnya
Diskusi ini menghasilkan beberapa rekomendasi strategis untuk mendorong implementasi bangunan hijau di Samarinda:
- Peningkatan Edukasi – Kesadaran masyarakat dan pemilik bangunan mengenai manfaat bangunan hijau perlu ditingkatkan melalui sosialisasi dan contoh kasus.
- Tahapan Bertahap – Penerapan konsep hijau pada bangunan eksisting dapat dilakukan secara bertahap, seperti memulai dari efisiensi operasional.
- Kolaborasi Multi-Pihak – Diperlukan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta untuk mengatasi hambatan implementasi.
- Penggunaan Teknologi Lokal – Menyesuaikan teknologi dengan kondisi lokal dan memaksimalkan penggunaan material lokal untuk efisiensi biaya dan keberlanjutan.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Samarinda dapat menjadi pelopor dalam penerapan bangunan hijau dan cerdas di Kalimantan Timur, mendukung terciptanya kota yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi.