FGD Cedsgreeb

Diikuti oleh Puluhan Pemangku Kepentingan, Focus Group Discussion Cedsgreeb Fokus Pada Strategi Implementasi Zero Energy Building (ZEB) di Indonesia

Last Updated: 7 September 2024By
📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 282

Pada tanggal 26 Agustus 2024, Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Implementasi Zero Emission Building (ZEB) dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia melalui Kolaborasi Multistakeholder” di Hotel Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center. FGD ini, yang merupakan yang pertama diselenggarakan oleh CeDSGreeB, dihadiri oleh puluhan pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk pemerintah seperti PUPR, BAPPENAS, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, dan DisnakerSDM Bali. Selain itu, turut serta juga berbagai industri seperti YKK AP, serta organisasi seperti C40 Cities, Clean Air Asia, Enerbi, Kamase, Dewan Energi Mahasiswa, dan Green Building Performance Network (GBPN).

Acara FGD dibuka oleh pengantar dari Dr. Rachmawan Budiarto yang bertindak sebagai moderator sesi pagi. Dalam pembukaannya, Dr. Rachmawan menjelaskan bahwa CeDSGreeB berfungsi sebagai platform kerja sama nasional maupun internasional yang fokus pada pengembangan bangunan hijau dan cerdas, khususnya di wilayah tropis. Beliau juga menjelaskan bahwa FGD juga bertujuan untuk mencari jalan agar pengembangan ZEB bisa memberikan manfaat luas sehingga bisa makin menarik partisipasi makin banyak pihak. Pada FGD sesi pagi, topik difokuskan pada kebijakan terkait bangunan hijau dan cerdas di Indonesia yang akan dipaparkan oleh perwakilan PUPR dan BAPPENAS.

Pembicara 1: Sentagi Sesotya Utami, Ph.D. (Direktur Cedsgreeb)

Sentagi Sesostya Utami, Ph.D. sebagai pembicara pertama dan direktur Cedsgreeb, menguraikan tujuan FGD pertama adalah untuk mengetahui minat dan komitmen para pemangku kepentingan yang tertarik dalam pengembangan bangunan hijau dan cerdas di daerah tropes. Beliau juga menekankan pentingnya visi yang sejalan antara CeDSGreeB dengan para pemangku kepentingan. Dengan rekam jejak selama 12 tahun dalam pengembangan bangunan hijau, bangunan cerdas, dan bangunan berkelanjutan, CeDSGreeB telah memperkuat posisinya sebagai pusat pengetahuan dan berupaya meningkatkan kolaborasi baik nasional maupun internasional.

Salah satu tantangan yang dihadapi pada tahun 2023 adalah kesulitan dalam proses baselining, terutama dalam mendapatkan data dari pemilik bangunan yang belum melihat kepentingan dan keuntungan dari bangunan hijau. CeDSGreeB menawarkan gagasan bahwa pendekatan Zero Emission Building (ZEB) di Indonesia masih berfokus pada pengurangan emisi dari energi operasional bangunan, belum sampai pada tahap desain. Oleh karena itu, peran pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk akademisi, industri, dan pemerintah, sangat penting untuk memetakan upaya mencapai bangunan zero emission di Indonesia.

Pembicara 2: Dr. Muhammad Nur Fajri Alfata (Perwakilan PUPR)

Dr. Muhammad Nur Fajri Alfata dari Kementerian PUPR menyoroti urgensi untuk berkolaborasi dalam menghadapi dampak negatif perubahan iklim yang semakin besar. Beliau menjelaskan kebijakan PUPR mengenai efisiensi energi pada bangunan gedung, serta tantangan yang dihadapi terkait sinkronisasi istilah antara PUPR dan ESDM dalam pengelompokan energi. Dr. Muhammad Nur Fajri Alfata juga menyinggung tentang kebijakan baru PUPR terkait bangunan hijau dan bangunan cerdas, yang menjadi bagian penting dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan.

Lebih lanjut, beliau memaparkan bahwa bangunan gedung memberikan kontribusi signifikan terhadap emisi, terutama dari konsumsi listrik yang menyumbang sekitar 40% dari total emisi. Dalam upaya mencapai target penurunan emisi, pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan beberapa peraturan, termasuk PP 33 Tahun 2023 tentang konservasi energi yang mewajibkan bangunan gedung untuk melaporkan efisiensi energi. Tantangan lain yang dihadapi adalah pengembangan alat ukur yang komprehensif untuk siklus hidup bangunan, termasuk penelitian lebih lanjut mengenai embodied energy dan karbon pada material bangunan.

Pembicara 3: Sumedi Andoro Mulyo, Ph.D. (Perwakilan Bappenas)

Sumedi Andoro Mulyo, Ph.D. dari Bappenas yang menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan Proyek Infrastruktur, Prioritas Nasional, Kedeputian Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan pentingnya membangun infrastruktur yang berkualitas dan berkeadilan, serta bagaimana perilaku bisnis yang memperhatikan lingkungan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. Beliau juga menekankan bahwa Bappenas sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang mencakup adopsi bangunan hijau dalam perencanaan dan kemitraan strategis.

Sebagai bagian dari strategi untuk mencapai SDGs, Bappenas berupaya mempromosikan dan mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bangunan hijau dan cerdas. Bappenas juga memberikan penekanan pada perlunya strategi untuk bisa mengarusutamakan (mainstreaming) berbagai indikator terkait ZEB ke dalam dokumen-dokumen rencana pembangunan. Selain itu, beliau menyoroti perlunya kerjasama yang erat antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengimplementasikan standar bangunan hijau yang sesuai, serta perlunya investasi untuk mendukung advokasi dan pendampingan yang berkelanjutan.

FGD sesi pagi kemudian ditutup dengan rencana untuk mengadakan FGD lanjutan pada bulan depan, dengan fokus yang lebih mendalam pada langkah-langkah konkret untuk mencapai Zero Emission Building di Indonesia, terutama menggandeng pemerintah daerah di berbagai wilayah Indonesia.

Diskusi setelah makan siang

Setelah jeda, sesi kedua Focus Group Discussion (FGD) Kembali dilanjutkan dengan R. Derajad Sulistyo Widhyharto, M.Si.sebagai moderator sesi siang. Sesi siang difokuskan pada praktik dan pengalaman praktisi di lapangan, membahas proses yang telah dilakukan, hambatan yang dihadapi, dan mengidentifikasi gap antara kebijakan dan implementasi di lapangan. Diskusi juga menyoroti kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi gap tersebut dan langkah-langkah yang perlu diambil ke depannya.

Pembicara 4: Ar. Daud Tjondrorahardja, MBA (Perwakilan Green Building Council Indonesia)

Ar. Daud Tjondrorahardja, MBA dari Green Building Council Indonesia (GBCI) memaparkan bahwa GBCI telah bekerja sama dengan 70 negara lain dan memiliki 10 perwakilan di berbagai provinsi di Indonesia. Namun, jumlah ini masih perlu ditingkatkan untuk mendukung gerakan green building yang lebih nyata. GBCI mengembangkan berbagai program, seperti rating tools yang nantinya akan diuji oleh praktisi, serta menyediakan sertifikasi, pelatihan (education/training) seperti Greenship Associatedan Greenship Professional, kompetisi, workshop, hingga merekrut volunteer. GBCI juga menciptakan Gerakan Net Zero Building Commitment (NZEB) untuk mencapai pengurangan emisi karbon.

GBCI menekankan bahwa Indonesia masih kurang mendapatkan insentif dari pemerintah terkait green building. GBCI juga menggarisbawahi pentingnya menerapkan desain pasif untuk memastikan kenyamanan penghuni, serta perlunya memperhatikan kualitas udara dalam bangunan, misalnya dengan memastikan bahwa AC menyuplai udara segar sehingga kadar oksigen tetap terjaga. Ar. Daud Tjondrorahardja, MBA menyebutkan bahwa gedung menyumbang 39% dari total emisi, di mana 11% terjadi sebelum bangunan tersebut selesai dibangun.

Dalam paparan ini, Ar. Daud Tjondrorahardja, MBA juga menekankan pentingnya social acceptance dan bagaimana praktik-praktik baik green building sudah mulai dilakukan meski belum masif. Dia juga mengajak pemerintah daerah untuk turut serta dalam diskusi ini.

Pembicara 5: Sudarto M. Abu Kasim, M.Pd, M.T – Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah

Sudarto M. Abu Kasim, M.Pd, M.T dari Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Muhammadiyah memaparkan bahwa isu green building masih relatif baru di lingkungan Muhammadiyah. Gerakan MLH berfokus pada tata kelola gedung-gedung Muhammadiyah, yang jumlahnya sangat banyak di seluruh Indonesia, dan bagaimana gedung-gedung ini berkontribusi pada emisi karbon. Muhammadiyah sedang mengusahakan terbentuknya siklus pengelolaan yang lebih masif di tingkat grassroots, seperti di ranting, sekolah, dan masjid, yang mencakup pengelolaan energi, sampah, air, dan penghijauan lingkungan sekitar.

Gerakan bottom-up ini diharapkan dapat didorong berdasarkan kesadaran masyarakat, dengan dukungan dari MLH yang akan membangun kolaborasi dan meningkatkan kapasitas SDM di bidang ini. Sudarto M. Abu Kasim, M.Pd, M.T juga menyoroti beberapa praktik baik yang sudah dilakukan, seperti pengelolaan sampah di Tegal dan Pondok Pesantren Darul Arqam di Bandung yang telah menggunakan PV (panel surya) sebagai sumber energi.

Diskusi dan Penutupan

Diskusi cedsgreeb

Diskusi berjalan dengan sangat progresif, melibatkan berbagai pihak dari GBCI, Muhammadiyah, dan pemangku kepentingan lainnya. Banyak ide dan gagasan yang dibahas, termasuk pentingnya social acceptance, penguatan kolaborasi lintas sektoral, dan perlunya melibatkan generasi muda dalam program-program ini. Moderator menutup sesi kedua FGD dengan mengarahkan partisipan untuk menandatangani deklarasi kesepahaman sebelum acara resmi ditutup.

About the Author: Nur Abdillah Siddiq

Dr. Siddiq adalah seorang dosen di Fakultas Teknik dengan dedikasi yang mendalam terhadap penelitian dan pengembangan teknologi jendela cerdas dalam bangunan pintar. Sebagai seorang pembelajar sepanjang hayat, beliau terus berkontribusi pada inovasi dan keberlanjutan dalam sektor bangunan cerdas dan hijau melalui kegiatan akademik dan penelitian.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment