Diskusi dengan Pemerintah Kota Samarinda, Cedsgreeb Bahas Implementasi Perwali No. 55 Tahun 2021 tentang Efisiensi Energi dan Air pada Bangunan Gedung
Samarinda, 31 Oktober 2024 – Pemerintah Kota Samarinda, bersama para ahli di bidang arsitektur dan pengelolaan bangunan, menyelenggarakan Focus Group Discussion membahas implementasi Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 55 Tahun 2021. Peraturan ini menekankan pentingnya efisiensi penggunaan energi listrik dan air pada bangunan gedung, guna mewujudkan pembangunan yang lebih ramah lingkungan. Dalam FGD ini, Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) berpartisipasi sebagai panelis utama untuk berbagi pandangan dan pengalaman dalam mengembangkan solusi bangunan hemat energi yang berkelanjutan.
CeDSGreeB, yang berfokus pada riset dan pengembangan bangunan hijau, memberikan perspektif penting terkait teknologi bangunan cerdas dan efisiensi energi. Perwakilan dari CeDSGreeB yang terdiri dari Sentagi Sesotya Utami, Ph.D. Dr. Faridah, dan Dr. Eng. Mohammad Kholid Ridwan, menjelaskan bahwa penggunaan sistem smart building dapat memantau konsumsi energi dan air secara real-time, sehingga dapat meminimalkan pemborosan dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Cedsgreeb juga menekankan pentingnya adaptasi solusi hemat energi yang mempertimbangkan kondisi iklim dan struktur tanah Samarinda yang unik, sehingga penerapan teknologi ini dapat berjalan efektif dan sesuai kebutuhan lokal.
Pak Wardhana dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) menyoroti tantangan geografis Samarinda yang berbentuk mangkuk, menyebabkan air hujan cenderung berkumpul di tengah kota. Untuk itu, ia menyarankan penggunaan bak retensi, karena kondisi tanah di Samarinda yang didominasi lempung tidak mendukung peresapan. Menurutnya, “Penggunaan bak retensi sangat penting, terutama untuk daerah-daerah di tengah kota, agar dapat menampung limpasan air hujan dan mengurangi risiko banjir.”
Pak Hatta menambahkan bahwa banyak bangunan komersial di Samarinda belum sepenuhnya memenuhi standar bak retensi, meskipun aturan terkait sudah diatur dalam PP No. 16 Tahun 2021. Ia mengungkapkan bahwa kesadaran pemilik bangunan dalam memenuhi standar ini masih perlu ditingkatkan agar prinsip zero runoff dapat diterapkan dengan baik. Sementara itu, Bu Happy dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda menambahkan bahwa penerapan Perwali 55 di lapangan masih menghadapi kendala, khususnya terkait kondisi tanah yang tidak selalu mendukung sistem retensi air.
Diskusi mengenai penghematan energi juga mendapatkan perhatian besar, terutama dari Pak Ibniansyah yang menekankan pentingnya penerapan desain pasif dalam bangunan untuk mengurangi ketergantungan pada energi listrik. Desain pasif ini, seperti pemanfaatan cahaya alami dan ventilasi silang, dapat membantu menjaga suhu ruangan secara alami. “Dengan desain yang memaksimalkan potensi lingkungan sekitar, seperti sinar matahari dan angin, kebutuhan akan pendingin ruangan bisa dikurangi secara signifikan,” ungkapnya.
Bu Tiffany, seorang arsitek yang turut hadir dalam diskusi, menyampaikan pentingnya perencanaan lanskap dan vegetasi peneduh dalam pengelolaan bangunan ramah lingkungan. Menurutnya, sistem ventilasi silang dan vegetasi di ruang terbuka hijau (RTH) dapat membantu menjaga suhu gedung, sehingga mengurangi kebutuhan energi untuk pendinginan. “Dengan vegetasi peneduh dan penataan lanskap yang baik, bangunan dapat memanfaatkan iklim sekitar untuk menciptakan kondisi ruangan yang nyaman tanpa terlalu bergantung pada energi tambahan,” tambahnya.
Pak Rahman menekankan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai teknologi penghematan energi. Ia menggarisbawahi bahwa audit energi belum menjadi kewajiban di banyak bangunan, namun tetap perlu dilakukan untuk mendorong pemilik bangunan menerapkan praktik hemat energi. “Kesadaran akan pentingnya audit energi perlu ditingkatkan, karena audit ini tidak hanya menguntungkan dalam hal efisiensi biaya, tetapi juga dapat meningkatkan peringkat dan daya tarik bangunan di sektor komersial,” jelasnya.
Kehadiran CeDSGreeB sebagai panelis memberikan wawasan tambahan dalam diskusi ini. Dengan pengalaman dalam pengembangan solusi cerdas dan ramah lingkungan, CeDSGreeB menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan swasta untuk mempercepat implementasi kebijakan bangunan hijau. CeDSGreeB menyampaikan bahwa dengan dukungan teknologi dan riset yang memadai, konsep bangunan hijau dan hemat energi dapat diadaptasi lebih baik di kota-kota tropis seperti Samarinda.
Diskusi ini menghasilkan berbagai rekomendasi penting untuk mendukung implementasi Perwali Nomor 55 Tahun 2021, termasuk peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya efisiensi energi dan air, serta konsultasi teknis bagi pemilik bangunan. Contoh kasus bangunan yang berhasil menerapkan konsep hemat energi juga disarankan sebagai acuan. Dengan sinergi antara berbagai pihak, Samarinda diharapkan dapat mewujudkan bangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan, mendukung terciptanya kota yang lebih hijau dan hemat energi.