Mengintip Teknologi Bangunan Hijau Tercanggih di Dunia Tahun 2025

Last Updated: 14 May 2025By
📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 10

1. The Edge – Amsterdam, Belanda

The Edge, yang sering disebut sebagai “kantor paling hijau di dunia”, adalah bangunan kantor di Amsterdam yang pada 2025 terus mempertahankan reputasinya sebagai pionir dalam efisiensi energi. Bangunan ini tidak hanya mengandalkan energi surya, tetapi juga mengintegrasikan sistem manajemen gedung berbasis Internet of Things (IoT) yang terhubung dengan ribuan sensor. Sensor ini memantau cahaya, gerakan, suhu, dan tingkat kelembapan untuk mengatur pencahayaan serta ventilasi sesuai kebutuhan nyata penghuni.

The Edge memanfaatkan sistem pencahayaan LED terhubung ke jaringan Power over Ethernet (PoE), yang hemat energi dan cerdas. Uniknya, bangunan ini menggunakan aplikasi mobile yang secara otomatis mengarahkan karyawan ke meja kerja yang paling efisien secara energi. Pada 2025, The Edge juga memperkenalkan sistem pemurnian air limbah domestik berbasis tanaman (biofiltrasi) untuk mendaur ulang air ke dalam sistem bangunan, menciptakan siklus air internal yang mandiri.

2. Bosco Verticale – Milan, Italia

Bosco Verticale atau “Hutan Vertikal” di Milan menjadi perintis integrasi vegetasi dalam struktur bangunan tinggi. Pada 2025, menara kembar ini telah menjadi model replikasi di banyak kota dunia, dari Sao Paulo hingga Seoul. Lebih dari 900 pohon dan ribuan semak ditanam pada balkon-balkon bangunan ini, menciptakan mikroklimat lokal dan menyaring polusi udara secara aktif.

Teknologi terbaru yang diadopsi pada 2025 mencakup sistem pemantauan kelembapan tanah secara real-time yang terhubung ke aplikasi penghuni. Irigasi otomatis berdasarkan data iklim setempat telah menurunkan konsumsi air hingga 60%. Integrasi vegetasi ini bukan hanya memperindah estetika, tetapi juga berkontribusi pada penyerapan karbon dan meningkatkan kualitas hidup secara psikologis bagi penghuninya.

3. Marina One – Singapura

Marina One merupakan proyek mixed-use ikonik di jantung distrik bisnis Singapura. Pada tahun 2025, bangunan ini menjadi contoh terbaik dari integrasi ekosistem alami dalam ruang urban superpadat. Dikelilingi oleh “Green Heart”—taman hutan tropis mini seluas lebih dari 13.000 meter persegi—Marina One menggunakan ventilasi silang alami dan evaporative cooling dari elemen air untuk menurunkan suhu bangunan tanpa bergantung besar pada pendingin buatan.

Teknologi terbarunya adalah sistem ventilasi aktif yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan (AI), yang menyesuaikan aliran udara berdasarkan analisis prediktif terhadap pola cuaca dan jumlah orang dalam ruangan. Marina One juga menyimpan energi dari panel surya menggunakan baterai pintar berteknologi tinggi untuk memaksimalkan efisiensi operasional.

4. Mjostarnet – Brumunddal, Norwegia

Bangunan tertinggi di dunia yang terbuat dari kayu, Mjøstårnet, berdiri megah di kota kecil Brumunddal, Norwegia. Dengan tinggi mencapai 85 meter, bangunan ini membuktikan bahwa kayu bukan hanya material masa lalu, tetapi juga masa depan arsitektur hijau. Dibangun menggunakan Cross-Laminated Timber (CLT), bangunan ini mampu menyerap karbon alih-alih memproduksinya seperti beton konvensional.

Pada 2025, Mjøstårnet mengintegrasikan sistem akustik alami dan termoregulasi dari kayu untuk menjaga kenyamanan termal penghuni sepanjang tahun. Kayu juga memberikan kualitas udara yang lebih baik, dan mengurangi stres psikologis penghuni. Norwegia kini mempromosikan replikasi Mjøstårnet di berbagai kota sebagai bagian dari strategi nasional bangunan karbon-negatif.

5. FuturEco Building – Tokyo, Jepang

FuturEco adalah bangunan kantor futuristik yang dirancang untuk menjadi 100% mandiri energi di Tokyo. Kaca-kaca jendelanya dilapisi lapisan fotovoltaik transparan generasi terbaru yang mampu menyerap sinar ultraviolet tanpa mengurangi pencahayaan alami. Teknologi ini memungkinkan seluruh fasad bangunan menjadi panel surya raksasa tanpa merusak estetika.

Lebih jauh, bangunan ini juga menggunakan sistem pengaturan suhu berbasis geotermal dan atap hijau dengan tanaman lokal untuk menjaga suhu internal. Sensor-sensor di seluruh bangunan memantau suhu tubuh penghuni untuk menyesuaikan sirkulasi udara dan pencahayaan sesuai ritme biologis manusia.

6. Oasis Tower – Dubai, Uni Emirat Arab

Di tengah gurun panas, berdiri Oasis Tower—sebuah pencakar langit biomimikri yang dirancang meniru ventilasi sarang rayap. Menara ini tidak menggunakan sistem pendingin konvensional, tetapi memanfaatkan lorong-lorong termal dan menara ventilasi alami untuk mengarahkan aliran udara sejuk dari bawah ke atas.

Pada 2025, Oasis Tower menjadi pionir dalam sistem façade berpori yang mampu ‘bernapas’—membuka dan menutup secara otomatis berdasarkan suhu dan arah angin. Dengan meminimalisir ketergantungan pada listrik, Oasis Tower menghemat energi lebih dari 65% dibandingkan bangunan sejenis di kawasan yang sama.

7. Green Spine – Bangkok, Thailand

Bangkok Green Spine merupakan proyek revitalisasi urban di tengah kota Bangkok yang menggabungkan taman linear, hunian, dan ruang publik dalam satu struktur berlapis. Salah satu daya tarik utamanya adalah penggunaan Atmospheric Water Generator (AWG), yaitu perangkat yang mengubah kelembapan udara tropis menjadi air minum bersih. Sistem ini sangat vital di kawasan yang menghadapi krisis air bersih akibat urbanisasi ekstrem.

Bangunan-bangunan di Green Spine juga dilengkapi sistem atap dan dinding hijau, yang dikendalikan oleh jaringan sensor untuk efisiensi irigasi. Integrasi antara ruang hijau dan fungsi hunian menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat dan resilien terhadap banjir serta polusi.

8. GreenMind Tower – Vancouver, Kanada

GreenMind Tower di Vancouver adalah contoh revolusioner dari bangunan yang menggunakan Internet of Green Things (IoGT). Di menara ini, semua elemen hidup seperti tanaman, air, dan tanah terhubung dengan sistem pemantauan yang diatur oleh AI. Ketika tanaman kekurangan air atau cahaya, sistem akan mengaktifkan pemancar UV dan irigasi mikro otomatis.

Lebih dari itu, bangunan ini juga memantau tingkat stres penghuni melalui wearable devices, dan menyesuaikan pencahayaan serta suhu ruangan untuk meningkatkan kenyamanan psikologis. Hasilnya, penghuni melaporkan peningkatan produktivitas dan penurunan tingkat kecemasan. Ini adalah bangunan yang benar-benar hidup dan memahami penghuninya.

9. Arup BioCarbon Lab – California, Amerika Serikat

Di bawah kepemimpinan firma desain global Arup, laboratorium di California mengembangkan BioCarbon Brick, yaitu batu bata hasil fermentasi mikroba yang mampu menyerap CO₂ selama proses produksinya. Batu bata ini kini digunakan pada berbagai proyek hunian di San Francisco dan Los Angeles.

BioCarbon Brick juga ringan, tahan api, dan dapat diproduksi lokal dengan jejak karbon minimal. Pada 2025, Arup mulai membangun kompleks perumahan sosial yang seluruhnya dibuat dari bahan ini, menunjukkan bahwa teknologi hijau juga bisa terjangkau dan skalabel.

10. The Responsive House – Frankfurt, Jerman

The Responsive House adalah rumah eksperimental di Frankfurt yang menjadi pelopor façade adaptif. Menggunakan teknologi bimetal, façade bangunan dapat berubah bentuk—membuka atau menutup—secara otomatis berdasarkan suhu eksternal. Teknologi ini meniru daun tanaman yang menggulung ketika terpapar panas.

Pada 2025, versi terbaru rumah ini juga dilengkapi sistem dinding berlubang mikro untuk ventilasi pasif, serta pengatur cahaya otomatis berbasis sinar matahari. Konsep bangunan yang beradaptasi seperti organisme ini menunjukkan masa depan desain rumah yang tidak statis, tetapi interaktif dan ekologis.

Kesimpulan: Bangunan Hijau sebagai Masa Depan Peradaban

Melalui perjalanan ke sepuluh tempat ini, kita melihat bahwa teknologi bangunan hijau di tahun 2025 bukan lagi sekadar eksperimen, melainkan solusi nyata untuk tantangan peradaban modern: krisis iklim, urbanisasi, dan kesehatan mental. Bangunan bukan hanya sebagai tempat berlindung, tetapi sebagai organisme hidup yang berinteraksi dengan manusia dan alam secara harmonis. Mereka menghasilkan energi, menyaring udara, menciptakan air, dan bahkan memahami kebutuhan penghuninya.

Bangunan hijau menjadi simbol peradaban yang matang, di mana kemajuan teknologi tidak lagi bertentangan dengan kelestarian lingkungan. Justru, teknologi menjadi alat untuk memulihkan kembali harmoni yang sempat hilang antara manusia dan bumi. Indonesia, sebagai negara tropis dengan biodiversitas luar biasa, memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam adopsi dan inovasi teknologi ini. Tidak harus menunggu kemajuan dari negara lain, kita bisa mulai dari pendekatan lokal: dari rumah susun vertikal bervegetasi hingga gedung kampus yang mandiri energi.

Tahun 2025 bukan hanya tentang teknologi baru, tetapi tentang cara baru memandang dunia. Bangunan hijau bukan pilihan alternatif, tetapi keharusan moral, ekologis, dan estetis. Mari bergerak bersama menuju arsitektur yang tidak hanya membangun ruang, tetapi juga masa depan.

Referensi

1.International Energy Agency. (2024). Energy Technology Perspectives 2024. https://www.iea.org/reports/energy-technology-perspectives-2024
2.World Green Building Council. (2023). The Net Zero Carbon Buildings Commitment. https://www.worldgbc.org
3.Dezeen. (2025). Top 10 Green Buildings of 2025. https://www.dezeen.com
4.Arup. (2024). BioCarbon Brick: Building Carbon-Negative Futures. https://www.arup.com
5.MIT Technology Review. (2025). Living Materials and the Future of Architecture
6.UN Habitat. (2024). Urban Sustainability and Resilience. https://unhabitat.org
7.Green Building Council Indonesia. (2024). Bangunan Hijau Tropis: Panduan & Implementasi
8.Smart Cities World. (2025). IoT and the Rise of Internet of Green Things. https://www.smartcitiesworld.net
9.Nature Sustainability. (2025). Biomimicry in Built Environment
10.ArchDaily. (2025). Responsive Façade and Adaptive Building Systems.

About the Author: Johan Purwanto

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment