Konsep Ramah Lingkungan pada Bangunan Vertikal : Penerapan Desain Green Building Pada Bangunan Hunian Vertikal yang Ada di Daerah Perkotaan Guna Menjaga Keseimbangan Lingkungan Diperkotaan
Ditulis oleh Devita Ahmadiana
Sering kita ketahui bahwa perkotaan adalah daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan. Dengan kualitas maupun kuantitas Pendidikan yang sangat baik, dan sebagai pembuka lapangan pekerjaan yang sangat tinggi memungkinkan daerah perkotaan memiliki penduduk yang cukup padat. Karena menurut persepsi orang yang tinggal di daerah perkotaan banyak sekali untungnya di banding tinggal di pedesaan, seperti kebanayakan Pendidikan sudah terakreditas Unggul atau A, sebagai pusat pembuka lapangan pekerjaan terbanyak, fasilitas transportasi yang cukup baik. Maka tidak heran jika disana dipenuhi banyak sekali kepadatan pemukiman yang minim sekali dengan daerah vegetasi seperti di daerah desa atau plosok desa. Dengan minimnya vegetasi di sana, daerah kota akan mengalami peningkatan suhu yang cukup ekstrim bisa sampai 37°C-38°C. Bahkan tanah yang dibuat untuk pemukiman yang padat bisa mengalami penurunan, sehingga lebih tinggi daerah laut dibandingkan dengan daerah daratan. Tentu saja ini sangat berdampak buruk bagi masa depan jika tidak dilakukan keseimbangan lingkungan di perkotaan.
Sebuah kota akan senantiasa mengalami berbagai permasalahan dalam perkembangannya, baik itu masalah yang terkait dengan lingkungan fisik perkotaan maupun permasalahan lainnya yang lebih kompleks, seperti hukum, ekonomi, sampai kepada aspek social dan budaya suatu kota(Widyaiswara Eldi, 2021). Sebelum kita membahas lebih dalam alangkah baiknya kita mengenal dari definisi perkotaan. Menurut Wirth (P.J.M. Nas, 1979: 29): Kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Karena jumlah penduduk dan kepadatannya, keadaan daerahnya yang merupakan tempat tinggal permanen dan sifat yang heterogen di kota, maka hubungan sosial menjadi longgar, acuh, dan tidak pribadi (impersonal relations). Kemudian menurut Prof. Bintarto (1983: 36): Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Bisa disimpulkan bahwa kota adalah tempat di mana konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadinya pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya(Dzulfaroh, 2022). Maka perlu sekali dalam penataan suatu kota yang banyak sekali timbul suatu masalah entah itu dari segi lingkungan maupun sosialnya. Perkembangan dan pembangunan sebuah kota tidaklah bisa kita hindarkan atau kita cegah, karena dengan hal tersebut kehidupan warga dan masyarakat kota bisa terjamin dengan baik. Tetapi perkembangan dan pembangunan kota yang tidak memperhatikan masalah lingkungan akan membuat warga kotanya terganggu kehidupannya(Widyaiswara Eldi, 2021). Maka dari itu sangat penting dalam perkembangan dan pembangunan suatu kota, khususnya pada aspek tempat tinggal atau hunian masyarakat haruslah dibuat dengan konsep yang ramah dengan lingkungan atau menggunakan konsep Green Building. Keberadaan hunian atau tempat tinggal ini sangatlah penting karena menurut Manurung (2018) menyatakan bahwa hunian sangat erat sekali kaitannya dan dipengaruhi oleh tempat di mana masyarakat mencari nafkah. Maka dari itu, sangatlah penting hunian tersebut dalam membawa kenyamanan dan kesehatan bagi para penghuninya(Widyaiswara Eldi, 2021). Dengan konsep Green Building atau bangunan hijau akan diterapkan pada jenis-jenis bangunan yang vertikal seperti rumah susun, apartenmen, ataupun Hotel. Green Building desain arsitektur dimana dapat meningkatkan efisiensi yang ada di dalam sebuah gedung atau bangunan dengan memanfaatkan sumber daya energi, air, dan material yang mengurangi dampak terhadap lingkungan(Putra, 2020). Menurut Hartanto dalam Dedy (2011), konsep green building mulai berkembang sejak tahun 1970. Konsep ini mulai dikembangkan sebagai bentuk tanggapan krisis energi yang terjadi dan keprihatinan masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang sedang terjadi. Green Building adalah konsep yang juga biasa lebih dikenal sebagai bangunan hijau yang berkelanjutan. Kemudian kita bisa mendapatkan tiga objek dari definisi di atas yang dapat mengurangi penggunaan sumber daya alam seperti energi, air, dan material. Dari konsep Green Building sendiri dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan seperti limbah industry rumah tangga, dan penggunaan lahan untuk tanaman. Lalu ada beberapa konsep agar Green Building ini mudah di pahami, mudah diterapkan, dan harapannya dapat mencapai efisiensi yang baik dari tahapan awal hingga tahapan oprasional(Putra, 2020). Ada lima komponen yang di nilai antara lain:
- Efisiensi dari lahan
- Efisiensi dari energi
- Efisiensi dari air
- Penggunaan material-material local
- Kualitas udara dalam bangunan
Kemudian kita akan membahas tentang tiga objek utama yakni sumber daya energi, air dan material dalm konsep Green Building:
1. Pengelolaan air
Bisa dilihat dari gambar di atas bahwa gambar sebelah kiri yang kaya akan vegetatif, daya resapan air atau infiltrasi itu sangat maksimal yakni 25% shallow infiltration dan 25% deep infiltration dengan total sebanyak 50% daya infiltrasinya. Sedangkan pada gambar di sebelah kanan dengan banyaknya bangunan disana maka daya infiltrasi atau resapan air ke dalam tanah itu semakin berkurang di akibatkan pengambilan air dari tanah itu semakin tinggi, dengan jumlah 10% shallow infiltrasion dan 5% deep infiltasion, dengan total sekitar 15% daya resapan air atau infiltasinya. Sehingga tanah di daerah perkotaan itu lebih kering atau gersang karena minimnya pemusukan air ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan bencana land subsidence yakni penurunan muka tanah. Dengan adanya konsep Green Building ini kita bisa mengelola air yang berada di dalam tanah sehingga tanahnya tidak kehilangan kelembapan. Seperti adanya Teknik tangkapan air hujan.
2. Sumber daya energi
- Pencahayaan ruangan
Pada suatu bangunan hunian vertikal khusunya penting sekali untuk memasang jendal yang luas agar pencahayaan dan udarah bisa masuk kedalam ruangan.
- Lampu hemat energi
Kemudian pengunaan lampu hemat energi, seperti menggunakan kontrol otomatis dengan sensor. Sehingga pada siang hari lampunya mati dan pada malam hari lampunya menyala.
- Memanfaatkan panel surya pada bangunan hunian vertikal
Panel surya menghasilkan Listrik dari sinar matahari, sehingga penghuni disana dapat mengurangi tagihan Listrik. Dalam sistem ini, peralatan Listrik dalam bangunan dapat beroperasi lebih stabil karena ada pasokan Listrik Cadangan dari sistem surya. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada Listrik dari jaringan umum yang mungkin mengalami pemadaman.
3. Material dengan Teknik greywater treatment
Limbah yang di hasilkan pada dari kegiatan domestik seperti mencuci baju, mencuci piring, dan lain-lain. dimana Teknik ini dapat mengelolah seperti air hasil industri rumah tangga itu di tamping terlebih dahulu lalu didiamkan kemudian di alirkan ke tempat lain seperti Sungai. Kemudian ada ciri khas dari greywater sendiri yakni volume besar, nutrisi cenderung besar-tinggi, bakteri sangat rendah.
Selain ketiga objek tersebut bisa di tambahi dengan menanam tanaman yang bisa diterapkan pada bangunan hunian vertikal, agar terasa lebih sejuk dan lebih indah. (Putra, 2020)
Kemudian ada beberapa gedung di Indonesia yang sudah berhasil menerapkan konsep Green Building ini seperti Sequis Center, Menara BCA, Gedung Kementerian PU, dan masih banyak lagi. Penerapan konsep green building ini dilatar belakangi oleh suatu permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan yang terjadi ini adalah seperti pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Pembangunan yang dilakukan oleh umat manusia ini sangatlah berdampak positif bagi aspek perekonomian manusia, tetapi pada sisi lain pembangunan yang dilakukan belum tentu berdampak positif kepada lingkungan yang ada di sekitarnya(Widyaiswara Eldi, 2021). Pada Konsep LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) dalam praktiknya juga mencakup lokasi bangunan, penggunaan air dan energy, pembelian bahan yang ramah dengan lingkungan, peningkatan kualitas lingkungan dalam sebuah ruangan dan pendekatan perbaikan yang berkelanjutan untuk segala inovasi bangunan hijau (Widyaiswara Eldi, 2021). Lebih lanjut dijelaskan bahwa selama desain dan konstruksi bangunan hijau menggunakan material , lebih sedikit menggunakan air, lebih sedikit menggunakan energy, serta menambahkan semua jenis tumbuhan hijau yang bisa di letakkan pada bangunan vertical, maka dapat meminimalkan kerentanan terhadap banjir, memperkecil pencemaran air, udara, tanah dan kebisingan serta polusi ringan(Widyaiswara Eldi, 2021). Ada beberapa manfaat yang kita rasakan saat berhasil menerapkan Green Building ini yang pertama meningkatkan kualitas hidup, menghemat sumber daya air, mengurangi biaya operasional dan memlihara bangunan, mengurangi jejak karbon dalam Langkah untuk menyelamatkan lingkungan, menghemat sumber daya energi, dan yang terakhir bangunan dapat digunakan dalam waktu yang lama(Rahmawati, 2023)
Oleh karena itu penerapan Green Building pada sebuah bangunan khususnya di bangunan vertical itu sangat penting, karena konsep ini bisa menjaga keseimbangan lingkungan di perkotaan. Konsep ini juga sudah banyak diterapkan di bangunan yang memiliki tujuan tempat tinggal bagi manusia. Karena menurut Manurung (2018) menyatakan bahwa berbagai permasalahan muncul ketika pembangunan hunian-hunian tersebut tidak memperhatikan konteks kota secara makro. Dengan menerapkan Green Building ini di daerah perkotaan yang dominan dengan polusi akibat beberapa faktor bisa itu dapat meminimalisir polusi udara disana. Oleh sebab itu mengapa Green Building ini sering disebut desain arsiktetur yang ramah lingkungan khususnya di daerah perkotaan, karena sangat banyak sekali dampak positif yang kita rasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dzulfaroh, A. N. (2022). Pengertian Kota, Klasifikasi, Fungsi, dan Ciri-cirinya Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Pengertian Kota, Klasifikasi, Fungsi, dan Ciri-cirinya”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/02/063000265/pengertian-kota-kla. Kompas.Com. https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/02/063000265/pengertian-kota-klasifikasi-fungsi-dan-ciri-cirinya?page=all#google_vignette
Putra, H. P. (2020). Ilmu Lingkungan : Kuliah 3. Green Building. www.youtube.com. https://www.youtube.com/watch?v=6-1y37vIu4U
Rahmawati, B. G. A. (2023). GREEN BUILDING (Merancang Bangunan Ramah Lingkungan). www.youtube.com. https://www.youtube.com/watch?v=byIMMc_CIpA
Therin, K., & Santosa, J. M. J. P. (2022). Bangunan Untuk Bernafas Solusi Polusi Udara Di Jakarta. Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa), 3(2), 3157. https://doi.org/10.24912/stupa.v3i2.12442
Widyaiswara Eldi. (2021). Sistem Ekologi Kota: Penerapan Konsep Green Building Pada Hunian Rumah Susun. Open Journal System, 15(10), 5571–5578. http://ejurnal.binawakya.or.id/index.php/MBI
sangat bermanfaat untuk pembangunan berkelanjutan
Artikel ini sangat informatif dan relevan! Pemaparan konsep bangunan vertikal yang ramah lingkungan sebagai solusi perkotaan berkelanjutan benar-benar membuka wawasan baru. Semoga konsep ini dapat diterapkan lebih luas demi menjaga keseimbangan lingkungan di masa depan.
penerapan konsep ramah lingkungan seperti pengguna energi terbaru sistem pengelolaan air hujan dan taman vertikal sangat di apresiasi ini menunjukkan komitmen yang kuat menjaga ligkungan