Inovasi Bangunan Hijau dan Bangunan Cerdas untuk Masa Depan Berkelanjutan
Ditulis oleh Debie Sabrina M Br Tarigan
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kebutuhan yang terus meningkat untuk membangun infrastruktur yang ramah lingkungan. Di tengah laju urbanisasi dan perubahan iklim, konsep bangunan hijau dan bangunan cerdas menjadi semakin penting. Green and Smart Building merupakan konsep bangunan yang dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi energi serta kenyamanan bagi penghuninya. Bangunan hijau berfokus pada pengurangan konsumsi energi, penggunaan material ramah lingkungan, dan desain yang mendukung kesehatan penghuni, sementara bangunan cerdas mengoptimalkan kenyamanan dan efisiensi melalui teknologi digital (Yulianto, 2020; Pratama, 2019). Namun, implementasi kedua konsep ini masih menghadapi tantangan di Indonesia, mulai dari biaya hingga kurangnya kesadaran. Esai ini bertujuan untuk menganalisis masalah yang mendasari rendahnya penerapan bangunan hijau dan cerdas di Indonesia dan menawarkan solusi inovatif yang dapat mempercepat pengembangan bangunan berkelanjutan.
Sumber: https://www.sgs.com/
Pada bangunan konvensional, konsumsi energi yang tinggi masih menjadi masalah besar. Misalnya, banyak bangunan yang mengandalkan sistem pendingin ruangan dan pencahayaan buatan sepanjang waktu karena desainnya yang kurang memperhatikan ventilasi alami dan pencahayaan yang efektif. Hal ini mengakibatkan tingginya emisi karbon yang memperburuk krisis lingkungan global. Selain itu, pembangunan yang tidak memanfaatkan material daur ulang turut memperbesar dampak lingkungan. Material daur ulang, yang sebelumnya dianggap sebagai limbah, kini menawarkan solusi inovatif untuk mengurangi dampak lingkungan dari konstruksi. Setiap tahun, konstruksi global mengonsumsi sekitar 3 miliar ton bahan mentah dan mencakup 40% penggunaan global. Di Inggris, sebanyak 125 juta ton bahan penggalian dan 70 juta ton produk sekunder didaur ulang. Angka-angka ini menyoroti kebutuhan mendesak akan alternatif berkelanjutan dalam konstruksi (Ukpanah, 2024). Tantangan lainnya adalah biaya implementasi teknologi ramah lingkungan yang tinggi dan terbatasnya tenaga ahli. Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca di sektor bangunan. CeDSGreeB menyediakan program pengembangan, pendidikan, dan pelatihan serta memberikan masukan kebijakan terkait dekarbonisasi di daerah tropis. Namun, faktor-faktor seperti biaya dan kurangnya tenaga ahli masih menyebabkan rendahnya adopsi bangunan hijau dan cerdas di Indonesia.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memanfaatkan Smart Building Management System (SBMS) dalam bangunan cerdas untuk mengurangi konsumsi energi. SBMS mengelola energi secara efisien dengan bantuan teknologi IoT, sensor, dan kecerdasan buatan. Misalnya, sistem ini menyesuaikan suhu ruangan atau tingkat pencahayaan berdasarkan jumlah penghuni atau waktu hari (Rahayu, 2021). Sensor pada bangunan memonitor data secara real-time terkait suhu, kelembapan, pencahayaan, dan tingkat hunian, memungkinkan penyesuaian otomatis untuk menghemat energi. Menurut Sukmawati (2021), penerapan SBMS dapat menurunkan konsumsi energi hingga 30% pada bangunan perkantoran, sehingga mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Dalam jangka panjang, penerapan SBMS pada bangunan hijau dan bangunan cerdas dapat memberikan dampak signifikan terhadap upaya mitigasi perubahan iklim. Pengurangan konsumsi energi berarti berkurangnya emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor bangunan, yang merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca. Selain itu, pengumpulan data secara berkesinambungan dari SBMS memungkinkan peningkatan manajemen energi, karena data ini dapat digunakan untuk meningkatkan algoritma dan prediksi penggunaan energi di masa mendatang (Wibowo, 2021).
SBMS memiliki keunggulan dalam hal kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan kebutuhan penghuni. Sebagai contoh, dalam bangunan perkantoran modern yang menggunakan SBMS, sistem pencahayaan dan pendingin ruangan secara otomatis disesuaikan berdasarkan jam kerja atau tingkat hunian di dalam gedung. Teknologi ini dapat diintegrasikan dengan perangkat seluler atau aplikasi digital, yang memungkinkan penghuni untuk mengontrol suhu atau pencahayaan sesuai keinginan mereka, sambil tetap mempertahankan efisiensi energi. Hal ini sangat bermanfaat bagi para penghuni yang sering menghabiskan waktu di dalam gedung, terutama di kota besar yang rentan terhadap polusi udara tinggi dan perubahan suhu ekstrem. SBMS tidak hanya menawarkan manfaat bagi penghematan energi tetapi juga berpotensi meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan penghuninya melalui kenyamanan yang optimal (Lestari, 2023).
Selain dampak lingkungan, SBMS juga memberikan manfaat ekonomi dengan mengurangi biaya operasional jangka panjang. Sebagai contoh, penghematan energi dari SBMS dapat mengurangi tagihan listrik hingga 20-30% per bulan, yang merupakan pengurangan biaya yang signifikan bagi pemilik bangunan komersial maupun perumahan (Pratama, 2021). Dengan demikian, meskipun penerapan SBMS memerlukan investasi awal yang besar, penghematan energi dan biaya operasional yang dihasilkan dalam jangka panjang membuat teknologi ini sangat menguntungkan. Ditambah lagi, penerapan teknologi cerdas pada bangunan menjadi daya tarik bagi investor yang lebih memilih investasi dalam infrastruktur berkelanjutan yang dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekaligus menguntungkan secara ekonomi. Berdasarkan riset dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), properti hijau dan berkelanjutan dapat meningkatkan nilai jual atau nilai sewa properti tersebut sebesar 15% dibandingkan dengan properti konvensional (Basri, 2022).
Selain teknologi cerdas, penggunaan material daur ulang dalam konstruksi bangunan hijau merupakan langkah konkret untuk mengurangi dampak lingkungan. Material seperti baja, plastik, dan kaca daur ulang tidak hanya lebih hemat biaya tetapi juga membantu mengurangi volume limbah. Pemanfaatan material daur ulang menurunkan kebutuhan bahan baku baru, mengurangi konsumsi energi dalam produksi, dan sejalan dengan prinsip keberlanjutan yang mendukung lingkungan perkotaan yang ramah lingkungan. Di Indonesia, Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) berperan penting dalam sertifikasi bangunan hijau. Salah satu contoh nyata adalah pemanfaatan tailing dari PT Freeport Indonesia sebagai material agregat untuk infrastruktur jalan di Merauke, suatu langkah yang mendukung praktik konstruksi hijau. Tantangan utama dalam penggunaan material daur ulang adalah kualitas dan durabilitasnya yang kadang lebih rendah dibandingkan material baru, sehingga diperlukan pengujian lebih lanjut untuk memastikan keamanan dan efisiensi jangka panjang.
Lebih jauh lagi, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat tidak dapat dikesampingkan. Pemerintah memiliki peran penting dalam menyediakan regulasi dan insentif yang mendukung implementasi bangunan hijau dan cerdas. Di beberapa negara, regulasi lingkungan sudah sangat ketat, dengan denda yang tinggi bagi bangunan yang tidak memenuhi standar emisi. Di Indonesia, regulasi semacam ini masih dalam tahap pengembangan, dan peningkatan implementasinya akan memberikan dorongan signifikan terhadap adopsi bangunan berkelanjutan. Insentif berupa subsidi atau keringanan pajak bagi bangunan yang memanfaatkan teknologi hijau atau material daur ulang juga akan membantu mengatasi kendala biaya tinggi yang sering kali menjadi hambatan.
Secara keseluruhan, implementasi bangunan hijau dan bangunan cerdas di Indonesia menghadapi tantangan dalam hal biaya, keterbatasan teknologi, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pembangunan berkelanjutan. Teknologi smart building dan material daur ulang dapat menjadi solusi efektif dalam mengurangi dampak lingkungan dari bangunan. Melalui pengembangan bangunan cerdas yang hemat energi dan bangunan hijau yang memanfaatkan sumber daya secara efisien, Indonesia dapat mendukung target global untuk mengurangi emisi karbon. Inovasi Smart Building Management System menawarkan solusi efektif untuk akselerasi pengembangan bangunan hijau dan cerdas di Indonesia. Dengan kemampuan memonitor, mengendalikan, dan mengoptimalkan penggunaan energi secara otomatis, SBMS tidak hanya membantu mengurangi konsumsi energi tetapi juga mendukung terciptanya lingkungan yang lebih berkelanjutan. Meskipun masih terdapat tantangan dalam hal biaya, regulasi, dan infrastruktur, manfaat jangka panjang yang ditawarkan oleh SBMS, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, sangat menjanjikan. Dukungan dari pemerintah, inovasi dari sektor swasta, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya efisiensi energi adalah kunci untuk mewujudkan penerapan SBMS yang lebih luas di masa depan (Utomo, 2021).
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Widyarthara, H. S. (2019). Penerapan Arsitektur Hijau dengan Menggunakan Material Daur Ulang pada Rumah Tinggal Arsitek di Kota Malang. teknik Sipil dan Perencanaan, 145-152.
Anoofrintis Harefa, S. P. (2024). Perancangan Apartemen dengan Pendekatan Smart Building di Kelapa Gading Jakarta Utara. Jurnal KaLIBRASI, 60-68. DOI: https://doi.org/10.37721/kalibrasi.v7.i1.1469
Dinan Nafindro Nugroho, R. N. (2020). Penerapan Prinsip Performance- Based Smart Building pada Perencanaan Sekolah Tinggi Multimedia Surakarta. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur, 23-32. https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/index
Furry Andini Wilis, D. L. (2023). Inovasi dalam Kehidupan Berkelanjutan Studi Kasus : Penerapan Konsep Bangunan Gedung Hijau pada Rumah Susun. Jurnal Arsitektur PAIS, 17-26.
Pradnya Agnira Ayuningtyas, A. S. (2020). Penggunaan Material Ramah Lingkungan Berstandar Greenship pada Bangunan Community Center Universitas Indonesia. Jurnal AGORA, 85-91. https://dx.doi.org/1025105/agora.v18i2.7541.