Direktur Cedsgreeb Dorong Kolaborasi Multi-Sektor Menuju Bangunan Net Zero Emission di Indonesia pada acara Astra Property

Last Updated: 27 October 2025By
📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 2

Jakarta — Menuju Transformasi Industri Bangunan Rendah Emisi

Dalam sesi bertajuk “Pathways to Net Zero for the Building Industry and Its Supply Chain”, Sentagi Utami, Direktur CEDSGREEB (Centre for Development of Smart and Green Building), menegaskan pentingnya transformasi menyeluruh pada sektor bangunan dan rantai pasoknya dalam mendukung komitmen iklim Indonesia. Presentasi tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion & Net Zero Seminar yang diselenggarakan oleh PT Astra International Tbk melalui Astra Property bekerja sama dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia. Acara ini berlangsung pada 17 Oktober 2025, menghadirkan para pemasok dan mitra utama Astra Property untuk membahas langkah konkret menuju industri bangunan bebas emisi.

Sentagi menjelaskan bahwa sektor bangunan merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi karbon global, mencapai 32–34% konsumsi energi dan emisi CO₂ dunia. Beliau menyoroti bahwa emisi tidak hanya berasal dari energi operasional bangunan, tetapi juga dari embodied carbon yakni emisi tersembunyi dalam proses produksi material seperti semen dan baja, yang menyumbang sekitar 18% dari total emisi industri global.

Bangunan sebagai Episentrum Dekarbonisasi

Melalui presentasinya, Sentagi memaparkan bahwa dekarbonisasi sektor bangunan harus dilakukan secara menyeluruh yakni mulai dari perancangan, konstruksi, hingga siklus hidup bangunan. Pendekatan ini, menurutnya, tidak hanya penting untuk menurunkan emisi nasional, tetapi juga memperkuat daya saing industri konstruksi Indonesia di pasar global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan.

“Bangunan bukan sekadar infrastruktur fisik. Ia adalah sistem energi dan emisi yang harus dikelola secara terpadu, dari bahan bangunan hingga perilaku pengguna,” ujar Sentagi.

Beliau juga menegaskan bahwa strategi menuju net zero memerlukan keterlibatan lintas sektor, mencakup pemerintah, industri, dan akademisi, sebuah pendekatan yang disebutnya sebagai Triple Helix Collaboration. Melalui model ini, CEDSGREEB telah menggandeng universitas seperti UI, ITB, dan NUS, serta industri seperti YKK AP dan PT Tatalogam Lestari, untuk mengembangkan riset, inovasi material, serta kebijakan berbasis data

Regulasi dan Standar: Pilar Transformasi Hijau

Sentagi juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan dekarbonisasi tidak mungkin tercapai tanpa kerangka regulasi yang kuat dan harmonis. Ia menyinggung sejumlah regulasi kunci seperti Peraturan Presiden No. 18/2020 tentang pembangunan rendah karbon dan Perpres No. 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, yang menurutnya menjadi fondasi bagi implementasi green building nasional.

Namun, ia menilai masih terdapat celah dalam penerapan standar teknis dan pengawasan di lapangan. “Kita membutuhkan sistem sertifikasi yang kredibel, mekanisme pembuatan kebijakan yang berbasis data, serta skema pembiayaan yang dapat menurunkan hambatan biaya awal untuk konstruksi hijau,” jelasnya

Rantai Pasok sebagai Penentu

Dalam konteks rantai pasok, Sentagi menyoroti pentingnya strategi procurement berbasiskan karbon, yaitu penerapan carbon budgets dan persyaratan Environmental Product Declaration (EPD) bagi pemasok. Ia juga menekankan perlunya kontrak berbasis KPI karbon serta kolaborasi dengan pemasok untuk memperluas akses terhadap energi terbarukan dan teknologi rendah emisi

Material seperti semen, baja, kaca, dan aluminium, menurutnya, memiliki potensi besar dalam pengurangan emisi melalui inovasi proses produksi dan elektrifikasi. Sentagi memperkirakan bahwa transisi ke baja berbasis listrik dan hidrogen dapat menurunkan emisi hingga 70%, sedangkan pengurangan clinker factor pada semen dapat menekan emisi hingga 50%.

Membangun Kota Cerdas dan Rendah Emisi

Menutup paparannya, Sentagi menegaskan bahwa pembangunan kota berkelanjutan harus menjadi tulang punggung pencapaian target Enhanced NDC Indonesia, yang menargetkan penurunan emisi 29% secara mandiri dan hingga 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030.

Ia menekankan visi “Sustainable City, Smart Ecosystem” — kota yang memadukan efisiensi energi, transportasi cerdas, pengelolaan limbah, dan konsumsi bertanggung jawab. “Kita tidak sedang membangun gedung semata, tetapi sedang merancang masa depan kota yang resilien, rendah karbon, dan layak huni,” pungkasnya.

About the Author: Nur Abdillah Siddiq

Dr. Siddiq adalah seorang dosen di Fakultas Teknik dengan dedikasi yang mendalam terhadap penelitian dan pengembangan teknologi jendela cerdas dalam bangunan pintar. Sebagai seorang pembelajar sepanjang hayat, beliau terus berkontribusi pada inovasi dan keberlanjutan dalam sektor bangunan cerdas dan hijau melalui kegiatan akademik dan penelitian.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment