GRATOLA : Inovasi Biodegradable Tongkol Jagung sebagai Bioetanol Aktif dalam Konstruksi Bangunan Hijau Ramah Lingkungan untuk mencapai Net Zero Emission Indonesia 2060

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 197

Ditulis oleh Dini Rahma Putriani

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Pada waktu yang bersamaan, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang signifikan terkait pengelolaan lingkungan dan pemenuhan tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai salah satu penyumbang emisi karbon global terbesar, Indonesia memikul tanggung jawab yang cukup besar untuk mengatasi perubahan iklim. Sebagaimana data dari Emission Database for Global Atmospheric Research (EDGAR), Indonesia merupakan negara penghasil emisi karbon tertinggi kesepuluh pada tahun 2020. Pada tahun 2022, Indonesia diproyeksikan akan menyumbangkan jumlah emisi CO₂ terbesar di dunia, dengan perkiraan 1,3 gigaton CO₂ yang dihasilkan. Sebagian besar dari emisi tersebut, yaitu sebesar 50,6% berasal dari sektor energi. Selain itu, lebih dari 80% dari total emisi disebabkan oleh moda transportasi seperti mobil dan sepeda motor. Untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2060, Indonesia harus melakukan transformasi menuju ekonomi hijau, sehingga memerlukan optimalisasi penggunaan teknologi ramah lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang sustainable.

.

Gambar 1 Pangsa konsumsi energi menurut industri

Sumber : Lin Chen, et al. 2023.

Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor penghasil emisi terbesar, dengan industri bangunan menyumbang 36% dari konsumsi energi. Angka ini didistribusikan dengan 6% untuk konstruksi, 22% untuk perumahan, dan 8% untuk non-perumahan. Proporsi emisi karbon global diilustrasikan dengan industri bangunan yang menyumbang sebesar 39%, industri konstruksi sebesar 11%, non-perumahan (tidak langsung) sebesar 8%, non-perumahan (langsung) sebesar 3%, perumahan (tidak langsung) sebesar 11%, dan perumahan (langsung) sebesar 6%. Berdasarkan laporan dari International Energy Agency (IEA), penggunaan bahan bangunan, termasuk beton, baja, dan plastik, memiliki dampak yang cukup besar terhadap jejak karbon di sektor ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan bahan bangunan yang ramah lingkungan untuk mengurangi emisi dari sektor konstruksi.

Salah satu inovasi yang berpotensi memberikan solusi terhadap masalah ini adalah pengembangan gratola. Gratola adalah teknologi berbasis material biodegradable yang dihasilkan dari limbah tongkol jagung. Inovasi gratola ini sejalan dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia dan langkah konkret yang diumumkan oleh Menteri Energi Daya Mineral (ESDM) pada suatu diskusi Road to COP26, yakni berkomitmen mencaoai tujuan agar secepatnya Indonesia mencapai Net Zero Emission 2060.

Pemanfaatan limbah pertanian yang melimpah, seperti tongkol jagung, sebagai bahan baku untuk bahan konstruksi dan sumber energi terbarukan merupakan langkah potensial bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan. Diharapkan melalui inovasi gratola, Indonesia mampu menciptakan sektor konstruksi yang lebih ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission Indonesia 2060.

ISI

Gratola merupakan sebuah inovasi pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bahan dasar untuk membuat bahan yang dapat terurai secara alami dan bioetanol. Tongkol jagung yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah pertanian, ternyata memiliki potensi signifikan untuk diolah menjadi bahan baku bioetanol yang ramah lingkungan dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk di sektor konstruksi. Menurut data dari Kementerian Pertanian, Indonesia memproduksi sekitar 30,05 juta ton jagung setiap tahunnya, sehingga menghasilkan limbah tongkol jagung dalam jumlah yang cukup besar. Jika dikelola dengan teknologi yang tepat, limbah ini dapat dikonversi menjadi bioetanol aktif, yang berpotensi menjadi sumber bahan bakar alternatif dan bahan yang dapat dimanfaatkan dalam produksi bahan bangunan.

Gambar 2 Gambaran Inovasi Gratola

Inovasi gratola mendukung upaya Indonesia dalam mencapai mencapai Net Zero Emission Indonesia 2060, karena memanfaatkan limbah pertanian sekaligus mengoptimalkan teknologi hijau dalam energi dan konstruksi. Konsep gratola yang ramah lingkungan menawarkan pendekatan dalam dua dimensi berbeda, yakni menawarkan alternatif untuk bahan bangunan konvensional dan menyediakan sumber energi terbarukan..

Desain Inovasi Gratola

Desain inovasi gratola terdiri dari dua komponen utama, sebagai berikut :

1. Material Biodegradable untuk Konstruksi

Desain bahan biodegradable yang berasal dari tongkol jagung menggunakan struktur alami dari komponen selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang melekat pada tongkol jagung. Dimulai dengan penggilingan tongkol jagung dan diakhiri dengan produksi produk akhir dalam bentuk bahan konstruksi. Tahapan antara meliputi pemrosesan kimiawi untuk memisahkan komponen-komponen penting dan pemrosesan lebih lanjut untuk meningkatkan sifat-sifat material. Produk ini dapat dikembangkan dalam bentuk panel dinding, insulasi termal, dan material komposit yang menunjukkan daya tahan tinggi namun tetap dapat terurai secara hayati. Desain bahan-bahan ini memastikan bahwa produk tersebut memiliki sifat yang sebanding dengan bahan konvensional. Selain itu, sifat bahan yang dapat terurai secara hayati memfasilitasi pengurangan limbah yang sulit didaur ulang, termasuk plastik dan beton.

2. Produksi Bioetanol sebagai Energi Terbarukan

Desain inovasi bioetanol berbasis tongkol jagung memanfaatkan potensi biomassa tongkol jagung yang kaya akan selulosa. Proses produksi dimulai dengan fermentasi komponen selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana, yang kemudian mengalami fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan etanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, terutama dalam bidang transportasi dan industri. Sesuai dengan desain gratola, bioetanol yang dihasilkan akan menjadi bagian dari sistem energi terbarukan yang berkelanjutan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil..

Cara Kerja Gratola

1. Proses Pengolahan Tongkol Jagung menjadi Material Biodegradable

Metode awal gratola melibatkan pemrosesan tongkol jagung menjadi bahan yang dapat terurai secara hayati yang dapat digunakan dalam industri konstruksi. Tahap pengumpulan dan pemrosesan awal adalah langkah pertama dalam alur kerja gratola, yang melibatkan ekstraksi serat selulosa, dengan tongkol jagung berfungsi sebagai bahan utama dalam pembuatan bahan yang dapat terurai. Proses kimiawi selanjutnya memfasilitasi pemisahan serat dari komponen lain, termasuk lignin dan hemiselulosa. Membentuk bahan biodegradable, serat selulosa yang telah diekstraksi kemudian diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan yang dapat digunakan dalam konstruksi yang akan menghasilkan peningkatan sifat mekanik dan daya tahan bahan, sehingga dapat dibentuk menjadi panel dinding, insulasi termal, atau bahan bangunan modular lainnya. Setelah proses pencetakan selesai, bahan yang dapat terurai secara hayati dapat digunakan dalam berbagai proyek konstruksi.

2. Proses Produksi Bioetanol dari Tongkol Jagung

Bioetanol juga dapat dibuat dari tongkol jagung. Tongkol jagung diolah untuk memecah komponen-komponennya, terutama selulosa dan hemiselulosa. Kemudian masuk ke dalam proses hidrolisis, di mana enzim atau bahan kimia memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana, seperti glukosa dan pentosa. Selanjutnya, ragi memfermentasi gula sederhana menjadi etanol. Proses fermentasi memakan waktu beberapa hari dan mengubah semua gula menjadi etanol. Langkah terakhir adalah distilasi. Proses ini memisahkan campuran. Setelah fermentasi selesai, etanol dipisahkan dari campuran melalui penyulingan, menghasilkan produk bioetanol dengan kemurnian tinggi yang cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar. .

Pihak yang Dapat Mengimplementasikan Gagasan

Implementasi gratola membutuhkan bantuan dari berbagai pihak terutama pentahelix yang meliputi pemerintah, akademisi, media, sektor industri, pengusaha, masyarakat dan komunitas. Berikut penjelasan dukungan tiap stakeholder :

1. Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki peran utama dalam menciptakan ekosistem yang mendukung implementasi gratola. Meliputi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian, dan Pemerintah Daerah yang berperan sebagai penggerak dan pendukung dalam menciptakan ekosistem agar inovasi terealisasi dengan baik

2. Akademisi, meliputi institusi akademis, badan ristek dan teknologi yang berperan dalam pengembangan, penyempurnaan, dan inovasi teknologi gratola.

3. Sektor Industri, Ini termasuk perusahaan konstruksi, industri energi, dan industri pertanian, yang berperan penting dalam implementasi teknologi gratola dalam skala yang lebih luas.

4. Lembaga Keuangan dan Investasi, mencakup investor swasta, bank, dan lembaga keuangan yang memberikan dukungan keuangan dan pendanaan untuk proyek-proyek terkait teknologi hijau.

5. Petani dan komunitas pertanian, mencakup petani jagung dan distributor jagung, dengan tujuan untuk memastikan pasokan tongkol jagung sebagai bahan dasar utama untuk inovasi ini.

6. Masyarakat dan Komunitas Lokal, yang mana keterlibatan mereka akan memfasilitasi implementasi gratola..

Langkah Strategis Implementasi Gagasan

Tahap 1 – Fase penelitian dan pengembangan awal (2024–2026) : Memperkuat penelitian dan pengembangan (R&D) untuk meningkatkan kualitas teknologi granola melalui riset material dan teknologi bioetanol, kolaborasi dengan perguruan tinggi dan pusat penelitian, serta pemetaan limbah tongkol jagung.

Tahap 2 – Fase Uji coba dan implementasi skala kecil (2027–2029) : Menguji teknologi dalam skala kecil dan mempersiapkan infrastruktur untuk produksi yang lebih luas.Tahap 3 – Fase Komersialisasi dan Skalabilitas (2030–2034) : dan penggunaan gratola dalam industri, konstruksi, transportasi dan bioetanol.

Tahap 4 – Fase Penguatan dan Ekspansi Nasional (2035–2039) : Melakukan penguatan sistem dan perluasan, serta memastikan sistem gratola dapat terus membantu mengurangi emisi karbon. .

Analisis SWOT pada Gratola

1. Strengths (Kekuatan)

Inovasi gratola ini menggunakan banyak bahan baku karena Indonesia merupakan salah satu penghasil jagung terbesar.

Ramah lingkungan karena terbuat dari bahan yang dapat terurai secara hayati sehingga terurai dengan mudah, mengurangi polusi plastik dan emisi karbon dari sektor konstruksi, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Mendukung tercapainya Net Zero Emission 2060, sesuai kebijakan nasional dan internasional yang berkontribusi dalam penurunan emisi karbon.

2. Weaknesses (Kelemahan)

Biaya produksi yang relatif tinggi pada tahap awal.

Kurangnya kesadaran dan adopsi di pasar mmenjadi penghalang yang signifikan untuk pemanfaatan bahan biodegradable dan bioetanol.

Terbatasnya infrastruktur yang mendukung produksi dan distribusi bioetanol serta material biodegradable masih terbatas di Indonesia.

3. Opportunities (Peluang)

Dukungan kebijakan pemerintah menuju transisi ke energi terbarukan dan pembangunan berkelanjutan.

Perluasan pasar konstruksi hijau mendorong peningkatan permintaan untuk konstruksi hijau.

Kolaborasi internasional, di mana Indonesia dapat membentuk kemitraan dengan negara-negara lain yang juga memprioritaskan pengembangan energi terbarukan dan konstruksi hijau.

4. Threats (Ancaman)

Gratola bersaing dengan bahan konvensional yang sudah mapan di pasar karena biayanya yang lebih rendah dan ketersediaannya yang luas.

Fluktuasi harga bahan baku, terutama pada tongkol jagung, merupakan faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam konteks pasar pertanian global.

PENUTUP

Indonesia dihadapkan pada tantangan yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission 2060. Pengembangan inovasi seperti gratola yang memanfaatkan limbah tongkol jagung sebagai bahan yang dapat terurai secara alami dan sumber bioetanol, menunjukkan potensi yang cukup besar untuk memfasilitasi transisi menuju ekonomi hijau. Inovasi – inovasi tersebut dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan bahan bangunan konvensional yang merugikan lingkungan, dan pada saat yang sama mendukung keberlanjutan sektor konstruksi dan energi terbarukan. Dengan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal, serta strategi implementasi yang telah dipertimbangkan dengan matang, Gratola dapat menjadi kontributor penting bagi percepatan pengurangan emisi karbon di Indonesia. Transformasi ini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan, selain meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional melalui pemanfaatan limbah pertanian secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Lin Chen1, 2. ·. (2023). Green construction for low‑carbon cities: a review. Environmental Chemistry Letters, 627–1657.

Muhammad Imran, A. M. (2024). Unlocking the potential of biodegradable and environment-friendly electrode materials for applications in energy storage devices. Ceramics International, (50) 47529-47548.

Pratama, B. A. (2022). Implementasi pajak karbon di Indonesia: potensi penerimaan negara dan penurunan jumlah emisi karbon. Jurnal Pajak Indonesia (Indonesian Tax Review), 6(2), 368-374.

Qingyu Zhang, S. I., & Shahzad, F. (2024). Role of environmental, social, and governance (ESG) investment and natural capital stocks in achieving net-zero carbon emission. Journal of Cleaner Production, (478)143919.

Sher, F. (2024). Advanced approaches towards policymaking for net zero emissions. Current Opinion in Green and Sustainable Chemistry, (49)100951.

Shoomaila Latif, M. A.-A. (2024). Development of Plumeria alba extract supplemented biodegradable films containing chitosan and cellulose derived from bagasse and corn cob waste for antimicrobial food packaging. International Journal of Biological Macromolecules, (266)131262.

Siregar, Y. I. (2024). Pathways towards net-zero emissions in Indonesia’s energy sector. Energy, (308)133014.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 4.9 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 51

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

5 Comments

  1. Keyla azdkia putri heriana 11 November 2024 at 12:39 - Reply

    Sangat bermanfaat

  2. Raudina mursyida 11 November 2024 at 13:47 - Reply

    Ide yang inovatif

  3. Sihab Kamal 11 November 2024 at 13:48 - Reply

    Artikel ini sangat bermanfaat karena membahas pemanfaatan alam yang inovatif untuk di zaman sekarang ini. Semoga teori yang ada disini dapat terwujud dan berkelanjutan tuk di masa depan

  4. rifda 11 November 2024 at 20:45 - Reply

    semangatttttttt dini💘💘💘💘💘💘💘

  5. Mariam 11 November 2024 at 21:53 - Reply

    terimakasih ini sangat bermanfaat bagi saya👍🏻🌟

Leave A Comment