Daur Ulang Limbah Plastik menjadi Bahan Pengganti Poliol untuk Pembuatan Polyurethane Foam sebagai Green Insulation

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 44

Ditulis oleh Arya Dana Purnama

Pendahuluan

Aktivitas manusia yang terus meningkat dan perubahan iklim yang semakin nyata telah membawa dampak signifikan berupa pemanasan global yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Peningkatan suhu rata-rata global ini disebabkan oleh efek rumah kaca yang utamanya dipicu oleh emisi gas-gas rumah kaca hasil aktivitas manusia. Sejak pertengahan abad ke-20, terutama seiring kemajuan pesat dalam era industri, kadar karbondioksida di atmosfer mengalami kenaikan yang signifikan. Kondisi ini telah mendorong kesadaran lingkungan di tingkat global, memacu lahirnya berbagai inisiatif dan inovasi untuk mencegah kerusakan bumi yang lebih serius [1]. Salah satu sektor yang perlu menjadi perhatian utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim adalah sektor bangunan. Sektor ini merupakan penyumbang utama emisi karbon, dengan angka yang sangat signifikan—mencapai sekitar 34% dari total emisi gas CO₂ global [2]. Berdasarkan observasi Green Building Council Indonesia (GBCI) tahun 2013, sekitar 30% hingga 40% emisi karbondioksida dihasilkan oleh bangunan. Fakta ini menunjukkan bahwa sektor bangunan berperan besar dalam memperburuk krisis lingkungan.

Sebagai solusi yang efektif dan berkelanjutan, konsep bangunan hijau atau green building hadir untuk mengurangi dampak negatif sektor bangunan terhadap lingkungan. Bangunan hijau menerapkan prinsip efisiensi energi, pemanfaatan sumber energi terbarukan, serta berorientasi pada konsep zero energy use. Konsep ini mempertimbangkan aspek lingkungan secara menyeluruh dalam seluruh tahapan siklus hidup bangunan, mulai dari perencanaan, konstruksi, pengoperasian, hingga pemeliharaannya. Salah satu fokus utama dalam bangunan hijau adalah penggunaan material yang ramah lingkungan dan hemat energi yang tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga memberikan solusi jangka panjang untuk pelestarian alam [3].

Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa busa poliuretan atau polyurethane foam, sebagai bahan isolasi, berpotensi mendukung transisi menuju pembangunan berkelanjutan dengan memberikan bukti kuat terkait efisiensi energi, kemampuan pencegahan radiasi, dan ketahanannya terhadap berbagai kondisi [4]. Poliuretan adalah jenis polimer yang terbentuk melalui kombinasi dua bahan kimia cair: isosianat (dikenal sebagai komponen A) dan poliol, serta berbagai aditif dan katalis (disebut sebagai komponen B). [15].

Polyurethane Foam sebagai Green Insulation

Isolasi bangunan memainkan peran penting dalam penghematan energi dengan berfungsi sebagai penghalang aliran panas. Isolasi yang tepat memungkinkan penghematan biaya signifikan karena kebutuhan energi untuk pemanasan dan pendinginan berkurang. Seiring dengan revisi kode bangunan terbaru, meningkatnya biaya bahan bakar fosil, dan perhatian terhadap pengurangan emisi karbon dioksida, insulasi bangunan kini semakin difokuskan. Pengurangan emisi CO₂ melalui insulasi bangunan membantu menurunkan polusi udara secara keseluruhan. Langkah-langkah efisiensi energi dalam bangunan sangat penting karena sektor ini bertanggung jawab atas lebih dari 40% emisi CO₂ di Eropa [heliyon].

Polyurethane foam atau busa poliuretan menjadi fokus utama dalam insulasi termal karena struktur sel tertutup pada busa kaku dengan kepadatan di atas 32 kg/m³ mampu mengurangi konduktivitas termal. Konduktivitas termal busa poliuretan bergantung pada kandungan dan konduktivitas gas peniup yang terperangkap di antara sel-sel busa. Busa poliuretan dengan kepadatan 30 kg/m³ hingga 45 kg/m³ biasanya digunakan untuk insulasi bangunan. Tren konstruksi dan desain bangunan yang ramah lingkungan menjadikan poliuretan sebagai bahan yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan [heliyon].

Penelitian yang dilakukan oleh Alsuhaibani [heliyon] menguji konduktivitas termal bahan isolasi pada suhu rata-rata 35 °C dan menemukan bahwa lapisan tipis poliuretan secara signifikan meningkatkan kinerja termal dibandingkan material non-isolasi berkat struktur sel tertutupnya yang padat, mengurangi kebutuhan energi untuk pengaturan suhu dalam bangunan. Uji nilai U-factor dan R-value menunjukkan bahwa penggunaan poliuretan memenuhi rekomendasi ECBC dengan efisiensi termal lebih baik, terutama pada bangunan yang digunakan 24 jam seperti hotel dan rumah sakit. Poliuretan memiliki konduktivitas termal terendah (0,027 W/m K) dibandingkan dengan bata tanah liat bakar dan beton bertulang, serta U-value atap dengan poliuretan setebal 50 mm mencapai 0,418 W/m²K. Penggunaan poliuretan secara signifikan mengurangi U-value dan meningkatkan waktu tunda panas hingga 11 menit, lebih tinggi dibandingkan atap tanpa isolasi yang hanya sekitar 4 menit, menunjukkan transfer panas yang lebih lambat dan kenyamanan termal yang lebih baik. Penghematan energi bulanan pada bangunan berinsulasi poliuretan sangat signifikan, mencapai hingga 30% selama musim panas dan dingin. Meskipun biaya awal untuk bangunan berinsulasi poliuretan lebih tinggi (22,031,100 PKR) dibandingkan bangunan non-isolasi (21,183,750 PKR), investasi ini dapat dikembalikan dalam waktu sekitar 3,3 tahun berkat penghematan energi. Dengan rasio yang menunjukkan keuntungan ekonomi yang jelas, penggunaan poliuretan menjadi langkah strategis dalam pembangunan yang hemat energi dan berkelanjutan.

Plastik Daur Ulang sebagai Bahan Pengganti Poliol untuk Pembuatan Polyurethane Foam

Dalam upaya mengurangi ketergantungan pada bahan baku fosil dan menekan limbah plastik, penggunaan plastik daur ulang sebagai bahan pengganti poliol untuk pembuatan polyurethane foam atau busa poliuretan muncul sebagai solusi inovatif yang berpotensi besar. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan substitusi poliol dalam poliuretan tidak hanya mengurangi ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan, tetapi juga menekan jejak karbon proses produksi. Inovasi ini menawarkan peluang besar untuk meningkatkan keberlanjutan material dengan tetap menjaga sifat-sifat unggul poliuretan, seperti daya tahan, elastisitas, dan sifat isolasinya.

Poliuretan dapat diproduksi dalam bentuk kaku atau fleksibel, bergantung pada bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya. Proses produksi poliuretan terjadi melalui reaksi antara isosianat dan poliol di bawah pengaruh katalis, menghasilkan ikatan urethane. Persamaan kimia umum dari reaksi ini adalah:

R–NCO + HO-R’-OH → R-NHCOO-R’-OH

R dan R’ mewakili gugus organik. Reaksi ini dapat disesuaikan dengan menambahkan senyawa lain, seperti blowing agents, cross-linkers, dan surfactants, untuk memperoleh sifat akhir poliuretan yang diinginkan [15].

Gambar 1. Polyurethane Foam dengan Campuran Poliol dari Plastik Daur Ulang

Proses pembuatan poliol dimulai dengan mencampurkan potongan plastik PET dengan zinc asetat 0,5% dan diethylene glycol 1%. Campuran dipanaskan hingga 275°C selama 1,5 jam dalam muffle furnace, kemudian didiamkan pada suhu ruang. Untuk limbah plastik HDPE dan jenis lainnya, campuran serupa dilakukan dengan pemanasan pada suhu 250°-300°C selama 6 jam. Setelahnya, untuk pembuatan polyurethane foam PUF, poliol PET dicampur langsung untuk rigid polyurethane foam, sementara poliol HDPE dicampur dengan aquades dan surfaktan silikon untuk semirigid polyurethane foam. Kemudian, ditambahkan MDI 1,7% dan diaduk hingga terjadi proses curing. Semua proses dilakukan di Laboratorium Material Fungsional FT Untirta. Komposisi busa poliuretan yang dibuat dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Komposisi Busa Poliuretan 

A close-up of a microscope

Description automatically generated

A close-up of a microscope

Description automatically generated

Gambar 2. Hasil Perbesaran Ukuran 50x SEM Busa Poliuretan (a) Sampel PUR11 (b) Sampel PUR-21 (c) Sampel PUR-22 dan (d) Sampel PUR-23

Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi serta ukuran pori dari busa poliuretan. Busa dengan sifat kaku akan memiliki ukuran pori yang lebih kecil (closed cell) sedangkan busa dengan sifat fleksibel akan memiliki ukuran pori lebih besar (open cell) [17]. Jenis bentuk busa dari masing masing sampel bisa di liat pada gambar 2. bahwa rata-rata memiliki bentuk close cell, tapi ada bagian busa yang menunjukan bentuk busa reticulated, hal ini menjadikan busa tersebut bersifat mix atau campuran antara bentuk close cell dan bentuk open cell. Gambar 3. Menunjukan hasil pengujian kuat tekan dari busa poliuretan. Busa yang memiliki nilai kuat tekan, modulus young, dan yield strengh tertinggi didapatkan pada sampel PUR-22 yaitu sebesar 0,49 MPa; 0,0301 MPa: 0,3382 MPa. Sampel PUR-22 juga memiliki densitas terbaik sebesar 0,08 gram/cm3

Gambar 3. Hasil Kuat Tekan (a) PUR-11 & PUR-22 dan (b) PUR-21 & 23

Dengan sifat-sifat fisik yang dihasilkan dan kemampuannya untuk mengurangi konduktivitas termal, busa poliuretan ini dapat digunakan secara efektif sebagai material insulasi untuk bangunan ramah lingkungan. Selain mengurangi penggunaan bahan baku yang berasal dari fosil, penggunaan plastik daur ulang sebagai poliol dalam pembuatan busa poliuretan juga berkontribusi pada pengurangan limbah plastik, mendukung penerapan prinsip ekonomi sirkular, dan mengurangi emisi karbon. Oleh karena itu, busa poliuretan dengan campuran poliol dari plastik daur ulang bukan hanya dapat meningkatkan efisiensi energi dalam bangunan, tetapi juga membantu mencapai tujuan keberlanjutan dalam industri konstruksi danmenjadikannya solusi yang tepat untuk mendukung green building.

Kesimpulan

Pemanfaatan limbah plastik sebagai bahan pengganti poliol untuk pembuatan polyurethane foam menawarkan solusi inovatif yang dapat meningkatkan keberlanjutan sektor konstruksi. Dengan menggunakan plastik daur ulang, kebutuhan terhadap sumber daya fosil dapat dikurangi, serta emisi karbon dalam proses produksi diminimalkan. Polyurethane foam yang dihasilkan tetap mempertahankan sifat-sifat unggulnya seperti daya tahan, elastisitas, dan kemampuan isolasi termal yang baik. Penggunaan polyurethane sebagai material insulasi pada bangunan berperan penting dalam penghematan energi dan efisiensi termal serta mengurangi jejak karbon. Selain itu, penelitian busa poliuretan dari bahan daur ulang memiliki kinerja yang dapat diandalkan dengan struktur sel tertutup yang meningkatkan waktu tunda panas dan menurunkan konduktivitas termal. Dengan kombinasi sifat fisik yang kuat dan pendekatan ramah lingkungan, busa poliuretan berbasis poliol dari limbah plastik mendukung prinsip ekonomi sirkular dan berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, menjadikannya pilihan strategis dalam pembangunan green building.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 5 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 44

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

7 Comments

  1. Yafi 14 November 2024 at 10:08 - Reply

    Semoga ini menjadi peluang dan berguna dan bermanfaat bagi orang lain

  2. Shindu Dewanata.,ST.,MT 14 November 2024 at 10:33 - Reply

    Mantab Mas Arya, salam metal 01

  3. kharisma mahayuda 14 November 2024 at 10:48 - Reply

    such a great insight 🤝

  4. Salman Alfarisi 15 November 2024 at 06:16 - Reply

    Tulisan ini sangat bermanfaat terutama untuk kami para praktisi energi dan lingkungan.

    Saran saya coba ditambahkan implikasi dalam bangunan seperti yang ditulis berfungsi sebagai insulasi, jadi mereka yg awam akan paham bagaimana kegunaan dr riset ini.

    Auditor Energi Bangunan juga akan melihat seberapa efektif penggunaan ini dalam konservasi energi di bangunan.

    Dan yang lebih utama, bahan utama dalam pembuatannya adalah limbah plastik sehingga dapat membantu pemerintah dalam menangani darurat sampah di berbagai propinsi di Indonesia yang saat ini tjd.

  5. Salman Alfarisi 15 November 2024 at 06:30 - Reply

    Tulisan ini sangat bermanfaat untuk kalian terutama praktisi di energi dan lingkungan, terkait dengan kajian audit energi bangunan.

    Hasil riset ini dapat juga dijadikan bahan rekomendasi saat kita mengaudit sebuah bangunan. Namun pada riset ini belum kita ketahui seberapa optimal nilai EnPI nya jika di implementasi dan dapat dijadikan riset lanjutan.

  6. Bayu. K. Y 15 November 2024 at 06:43 - Reply

    Dengan inovasi ini dapat membantu mengefesiensikan nilai EnPI dan optimalisasi , dengan penerapan lebih lanjut, sebuah inovasi yang sangat bermanfaat terimakasih🙏

  7. Bayu. K. Y 15 November 2024 at 06:47 - Reply

    Inovasi yang bermanfaat dan dapat mengefesiensikan nilai EnPI bangunan serta optimalisasi dengan penerpan lebib lanjut, sebuah inovasi yang menginspiratif

Leave A Comment