A room with a dining table and chairs

Description automatically generated

Sensor Cahaya dan Ventilasi Otomatis sebagai Pendukung Kenyamanan Ruang dalam Arsitektur Hijau

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 36

Ditulis oleh Nasywa Tasya Al-Abkhas

Dalam beberapa dekade terakhir, urbanisasi yang pesat telah memberikan dampak masif terhadap lingkungan. Perubahan muka bumi disertai dengan efek lain yang mengikutinya menjadi permasalahan yang terus merambat sampai kepada kualitas hidup manusia. Bangunan yang menggunakan teknologi konvensionalnya menyebabkan ketergantungan energi dari segi pencahayaan dan pendinginan, hal ini menjadi salah satu pemicu utama polusi udara dan pemanasan global. Sama halnya dengan perubahan besar dalam tata guna lahan di perkotaan juga telah menyebabkan masalah seperti polusi udara dan pemanasan global yang disebabkan oleh tingginya konsumsi energi oleh bangunan konvensional.

Bangunan hijau kini menjadi salah satu pengembangan dalam arsitektur modern, dimana ventilasi dan pencahayaan alami memiliki peran penting dalam mengurangi ketergantungan energi dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan. Pendekatan ini tidak hanya berdampak dari segi lingkungan, namun memberikan dampak positif lainnya pada kesehatan, kenyamanan, dan produktivitas penghuni bangunan. Seperti yang dikemukakan Zhang et al. (2021), “Although dependent on the outdoor weather conditions, natural ventilation still has good potential to offer satisfying thermal conditioning and indoor air quality (IAQ) without the reliance on mechanical systems.”.

Berdasarkan data Grup Penelitian Energi (ERG, 1999), diperlukan setidaknya 50% semua energi di bumi dalam pembangunan gedung. Sebagian besar energi ini digunakan untuk pemanasan, pendinginan, penerangan dan sisanya untuk industri dan konstruksi bangunan. Setiap bangunan memerlukan udara segar untuk menjaga suhu dan kelembapan udara dalam ruangan. (Wibowo et al., 2024).

Secara global, sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin udara (HVAC) memiliki proporsi yang paling signifikan, yaitu 40-60% dari total konsumsi energi di sektor bangunan. Sistem ventilasi telah menarik perhatian yang semakin meningkat dari pengembang bangunan dan pengguna akhir berkat fungsinya yang signifikan, seperti menghilangkan polutan udara dalam ruangan, kelembapan, dan pencegahan jamu. (Zhang et al., 2021).

Contoh Penerapan Ventilasi Alami dalam Desain Bangunan

Upaya yang pernah dilakukan dalam pemanfaatan ventilasi alami salah satunya adalah cross ventilation yang diterapkan pada setiap sisi rumah Heinz Frick di Semarang. Strategi desain ini mampu meningkatkan aliran udara segar di dalam sebuah bangunan dengan cara memanfaatkan perbedaan tekanan udara antara sisi dalam dan sisi luar bangunan. (Utama & Prianto, 2022).

Upaya lainnya juga diterapkan pada bangunan Greenhost Boutique Hotel. Bangunan ini menggunakan Sistem Pendingin atau penghawaan udara sebagai bagian dari desainnya. Perangkat peneduh pada bangunan memberikan peneduhan pada area bukaan untuk mereduksi paparan cahaya yang intens dan panas matahari yang berlebihan selama bulan bulan musim panas, namun tetap dapat memungkinkan sinar matahari masuk ke dalam bangunan selama musim dingin. (Permadi et al., 2024).

Hal sebaliknya terjadi pada rumah tinggal tipe townhouse di Surabaya. Minimnya bukaan yang tersedia mengakibatkan pencahayaan alami yang masuk kedalam rumah datangnya dari bukaan yang tersedia dibagian depan rumah. Selain membuat sirkulasi, minimnya bukaan juga membuat bagian dalam rumah menjadi gelap. Sehingga untuk mengatasinya digunakan pencahayaan buatan untuk menerangi rumah, walaupun pada siang hari (Dora & Nilasari., 2011).

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengembangkan inovasi sensor cahaya dan ventilasi otomatis sebagai elemen pendukung untuk meningkatkan kenyamanan ruang pada bangunan hijau. Di tengah permasalahan pemanasan global, saat ini kepraktisan cukup diperlukan untuk mencapai kenyamanan dengan cepat. Selain unggul dalam kepraktisannya, elemen ini juga membantu dalam pemanfaatan arsitektur hijau dengan lebih maksimal.

Persoalan urbanisasi memiliki keterkaitan dengan perubahan iklim terutama persoalan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan perkembangan data statistik, peningkatan energi hingga 35 kali lipat yang disertai dengan peningkatan emisi karbon sebanyak 20 kali lipat. Peningkatan 1% populasi dapat meningkatkan 1% emisi karbon telah terjadi (Maria, 2021). Peningkatan emisi karbon dapat menyebabkan gangguan pada siklus air, perubahan iklim, peningkatan suhu yang mengakibatkan fenomena global yaitu pemanasan global yang merupakan kerusakan iklim yang berkepanjangan. 

Peningkatan jejak karbon yang merupakan salah satu pemicu terjadinya pemanasan global dapat bersumber dari aktivitas kontruksi pada pengembangan bangunan karena berdampak terhadap peningkatan pencemaran udara khususnya emisi Karbon Dioksida (CO²) di udara. (Herawati et al., 2024). Kontribusi peningkatan emisi CO² dapat bersumber dari semua aktivitas pekerja yang menggunakan energi seperti pengadaan bahan bangunan, penggunaan bahan bakar transportasi, dan aktivitas pemakaian listrik. Jejak karbon adalah suatu ukuran jumlah total emisi karbon dioksida (CO²) baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bangunan merupakan salah satu penyumbang emisi karbon yang cukup besar hingga 11% dari pembangunan dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan bisa mencapai 20 ribu ton. (Wibowo et al., 2024) Oleh karena itu upaya untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh pembangunan dan operasional bangunan diperlukan. Salah satunya adalah penerapan arsitektur hijau.

Salah satu kriteria kenyamanan ruang adalah kenyamanan thermal. Ventilasi menjadi salah satu jawaban untuk permasalahan thermal dan kelembaban yang mempengaruhi suhu dari luar ke dalam ruangan. Salah satu bentuk strategi desainnya adalah ventilasi silang yang mampu meningkatkan aliran udara segar di dalam sebuah bangunan dengan cara memanfaatkan perbedaan tekanan udara antara sisi dalam dan sisi luar bangunan.

Arsitektur hijau akan terus selaras jika dikaitkan dengan sistem pendinginan alami. Ventilasi yang diterapkan sedemikian rupa akan tidak berguna tanpa adanya vegetasi yang berperan disekitar. Bentuk peran vegetasi salah satunya adalah pohon yang berperan untuk mengurangi suhu sekitar dengan menyerap sebagian besar radiasi matahari dan proses evaporasi berlangsung di mana air dilepaskan dari daun ke udara, dapat menambah kelembapan dan menurunkan suhu sekitar. Penempatan tanaman yang strategis seperti tanaman merambat pada bangunan betingkat juga difungsikan untuk memandu pergerakan angin, sehingga menciptakan efek pendinginan yang konsisten di dalam bangunan. Vegetasi ini berfungsi sebagai filter penyerap radiasi matahari.

Ilmu pengetahuan teknologi saat ini berkembang sangat pesat, keberlanjutan menjadi aspek yang penting dalam desain arsitektur. Keberlanjutan akan selalu menjadi solusi atas pemanasan global yang terus berlangsung. Namun kepraktisan juga semakin dibutuhkan untuk memudahkan keperluan dan aktivitas manusia menjadi lebih efisien. Oleh karena itu, teknologi yang memudahkan dalam pengurangan emisi karbon, penghematan energi, peningkatan kesehatan, dan kesejahteraan penghuni, serta penciptaan lingkungan yang lebih inklusif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan. Dengan inovasi ventilasi otomatis dan sensor cahaya pendekatan arsitektur hijau akan lebih optimal.

Implementasi IoT dalam Arsitektur Hijau: Sensor Cahaya dan Ventilasi Otomatis

Sensor cahaya dan ventilasi otomatis dapat diterapkan berbasis Internet of Things (IoT). Dimana perangkat teknis tanpa interaksi timbal balik mampu menerima, memproses, dan mengirim data ke pengguna. Pengguna dapat langsung mengakses untuk membuka dan menutup ventilasi, selanjutnya pesan terkirim ke smartphone pengguna. Layaknya smart home, inovasi ini menggunakan sensor LM35 dan sensor LDR (Light Dependent Resistor). Sensor LM35 merupakan suatu sistem pemantau serta kontrol otomatis temperatur ruangan untuk mengetahui temperatur suatu ruangan dalam bentuk besaran elektrik untuk membuka tutup ventilasi. Sensor LDR (Light Dependent Resistor) digunakan untuk mengukur itensitas cahaya berupa lampu, sehingga sensor ini mampu mengetahui kondisi gelap dan terang (Nizar, 2015). Sensor cahaya terbuat dari Cadmium Sulfide yang dihasilkan dari serbuk keramik, dimana pada sistem kerjanya sebuah resistor yang punya nilai resistansinya berubah karena ada pengaruh cahaya yang diserap, saat menerima cahaya resistansinya akan berkurang (Afrian et al., 2023).

Keunggulan sistem ini terdapat pada kemampuannya mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam secara otomatis, sambil tetap memberikan kendali kepada pengguna melalui antara pengguna dan sistem yang mudah untuk digunakan. Teknologi ini menawarkan solusi praktis bagi implementasi konsep arsitektur hijau di era modern. Sistem ini juga mendukung sertifikasi green building seperti GBCI, yang memberikan nilai tambah bangunan. Kombinasi dengan elemen pasif arsitektur seperti ventilasi silang dan desain pencahayaan alami menciptakan kolaborasi yang dapat meningkatkan efektivitas keseluruhan sistem 

Urbanisasi yang cepat dengan pembangunan bangunan konvensional mengakibatkan peningkatan konsumsi energi dan emisi karbon yang diketahui ikut berperan dalam pemanasan global. Melalui pendekatan arsitektur hijau, pemanfaatkan ventilasi dan pencahayaan alami dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada energi dan meningkatkan kualitas udara dan kenyamanan ruang secara keseluruhan. Terobosan inovatif seperti penggunaan sensor cahaya dan sistem ventilasi otomatis berbasis Internet of Things (IoT) dapat menciptakan lingkungan yang lebih efisien serta sehat bagi penghuni serta mampu mengoptimalkan pemanfaatan energi. Dengan penerapan teknologi ini, arsitektur hijau dapat memaksimalkan potensi dalam mendukung prinsip keberlanjutan dan meningkatkan kualitas hidup bagi penghuninya. Dalam jangka waktu kedepannya, pengembangan bisa lebih terfokus pada mengintegrasikan sistem otomatisasi bangunan yang lebih relevan dan meningkatkan kemampuan adaptif terhadap perubahan iklim..

DAFTAR PUSTAKA

Afrian, T.E., Susilo, D., & Sari, C. (2023). Prototype Atap Pintar Menggunakan Sensor Cahaya Dan Sensor Hujan Berbasis Internet of Things. Set-up: Jurnal Keilmuan Teknik, e-journal.unipma.ac.id, https://e-journal.unipma.ac.id/index.php/SET-UP/article/view/17531

Budiman, C., Nugroho, A.C., & Rusmiati, F. (2024). ANALISIS PENERAPAN NEARLY ZERO EMISSION BUILDING DALAM UPAYA MENGURANGI EMISI KARBON PADA SEKTOR BANGUNAN (Analysis of the e Implementation of Nearly Zero Emission Buildings Efforts to Reduce Carbon Emissions in the Building Sector). Tesa Arsitektur, journal.unika.ac.id, https://journal.unika.ac.id/index.php/tesa/article/view/12159

Dora, P.E., & Nilasari, P.F. (2019). Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pada Rumah Tinggal The Townhouse di Surabaya. Journal of Chemical Information and Modeling

Maria, I. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dan Perubahan Iklim terhadap Ketersediaan Air. Online Journal Unja, 2(2), 135–140.

Nizar, M (2015). Rancang bangun sistem ventilasi dan pencahayaan otomatis pada smart home berbasis mikrokontroller atmega 328 menggunakan metode Fuzzy Mamdani., etheses.uin-malang.ac.id, http://etheses.uin-malang.ac.id/8208/1/11650089.pdf

Permad, H., Wicaksono, M.R., Sujatini, S., & Dewi, E.P. (2024). Implementasi Konsep Arsitektur Pasif Pada Bangunan di Negara Tropis Dalam Rangka Mengendalikan Kerusakan Lingkungan. … : Jurnal Arsitektur dan …, journals.upi-yai.ac.id, http://journals.upi-yai.ac.id/index.php/JurnalMenara/article/download/3836/2910

Permadi, H., Wicaksono, M. R., Sujatini, S., & Dewi, E. P. (2024). Implementasi konsep arsitektur pasif pada bangunan di negara tropis dalam rangka mengendalikan kerusakan lingkungan. Jurnal Menara, 12(3), 33–44. https://doi.org/10.37817/jurnalmenara.v12i3

Simbolon, H., & Nasution, I.N. (2017). Desain rumah tinggal yang ramah lingkungan untuk iklim tropis. Jurnal Education Building, researchgate.net, https://www.researchgate.net/profile/Irma-Nasution-2/publication/328121082_DESAIN_RUMAH_TINGGAL_YANG_RAMAH_LINGKUNGAN_UNTUK_IKLIM_TROPIS/links/619c68ea3068c54fa5129801/DESAIN-RUMAH-TINGGAL-YANG-RAMAH-LINGKUNGAN-UNTUK-IKLIM-TROPIS.pdf

Wibowo, T., Yudiarma, Y., & Fitriyanto, A. (2024). Analisis Nilai Termal Selubung Bangunan (OTTV) Pada Bangunan Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak sebagai Indikator Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau menggunakan Building Compliance Form V3.0. Vokasi: Jurnal Publikasi Ilmiah, ejurnal.polnep.ac.id, https://ejurnal.polnep.ac.id/index.php/vokasi/article/view/783

Zhang, H., Yang, D., Tam, V. W. Y., Tao, Y., Zhang, G., Setunge, S., & Shi, L. (2021). A critical review of combined natural ventilation techniques in sustainable buildings. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 141, 110795. https://doi.org/10.1016/j.rser.2021.110795

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 5 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 2

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment