Arsitektur Hijau di Masjid: Pemanfaatan Limbah Air Wudu Menjadi Sistem Pendingin Ruangan dan Desain Interior
Ditulis oleh Rasya Atalla Hidayat
Pendahuluan
Salah satu masalah yang paling mendesak adalah meningkatnya permintaan akan sistem pendingin, terutama di daerah beriklim panas. Sistem pendingin udara AC, meskipun efektif dan sangat boros energi dan memberikan kontribusi signifikan terhadap jejak karbon secara keseluruhan. Hal ini telah mendorong pergeseran menuju eksplorasi teknologi pendingin yang lebih ramah lingkungan dan hemat sumber daya.
Di antara berbagai bidang inovasi dalam pendinginan ramah lingkungan terdapat pengembangan beehive air conditioner yang sedang menjadi topik perbincangan beberapa peneliti asal India, sebuah sistem yang berlandaskan pada prinsip alami pendinginan evaporatif. Berbeda dengan sistem AC konvensional yang menggunakan refrigeran dan kompresor, beehive air conditioner memberikan solusi berbasis air dengan konsumsi energi rendah untuk pengendalian suhu. Teknologi ini semakin penting dalam lingkungan seperti masjid, di mana ruang interior yang luas memerlukan pendinginan untuk kenyamanan jamaah, terutama di daerah beriklim panas.
Masjid yang unik tidak hanya menarik perhatian karena signifikansi arsitekturnya, tetapi juga karena aspek fungsionalnya. Wudu, yang merupakan ritual penyucian dalam Islam yang dilakukan dengan mencuci berbagai bagian tubuh sebelum melaksanakan salat adalah praktik yang sangat penting di setiap masjid. Ratusan atau bahkan ribuan jamaah yang hadir untuk salat setiap hari, masjid-masjid besar menghasilkan limbah air wudu dalam jumlah yang cukup signifikan.
Tujuan esai ini untuk mengeksplorasi konsep beehive air conditioner yang dijabarkan sebagai berikut:
- Menganalisis efektifitas beehive air conditioner dalam menurunkan suhu udara.
- Mengetahui mekanisme dan desain beehive air conditioner dengan memanfaatkan limbah wudhu.
Pembahasan
Indonesia, sebagai negara yang terletak di zona iklim tropis, menghadapi tantangan signifikan terkait suhu udara yang tinggi dan kelembapan yang tinggi secara konsisten sepanjang tahun. Di kota-kota besar seperti Jakarta, suhu sering kali mencapai tingkat yang ekstrem, terutama selama musim kemarau yang panjang. Fenomena ini diperburuk oleh Urban heat island (UHI), di mana suhu di area perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang kurang terbangun (Muzaky & Jaelani, 2019). UHI disebabkan oleh akumulasi panas dari material bangunan seperti beton dan aspal, serta berkurangnya ruang hijau. Efek ini tidak hanya menyebabkan peningkatan suhu udara tetapi juga mempengaruhi kesehatan masyarakat dan kualitas hidup secara keseluruhan (Elmarakby & Elkadi, 2024). Akibatnya, peningkatan suhu yang ekstrem di kota-kota besar seperti Jakarta berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk heat stroke, dehidrasi, dan gangguan kesehatan lainnya, yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan suhu di fasilitas umum seperti masjid (Sari, 2021).
Menghadapi suhu tinggi dengan sistem pendingin ruangan AC memang efektif. Namun, menurut data dari International Energy Agency (IEA) penggunaan AC energi listrik yang besar serta menyumbang signifikan terhadap konsumsi energi global dan emisi CO2 (Newell et al., 2020; Sigalingging, 2021; Sulistyono, 2012). Investigasi solusi alternatif yang lebih ramah lingkungan, teknologi pendinginan alami seperti beehive air conditioner menawarkan pendekatan inovatif dan ramah lingkungan (Chen et al., 2020). Teknologi ini memanfaatkan prinsip pendinginan evaporatif yang terinspirasi oleh desain sarang lebah (Mahamat et al., 2020).
Di Indonesia, tanah liat adalah bahan yang melimpah dan sering digunakan dalam konstruksi bangunan tradisional (Muntari & Windapo, 2021). Tanah liat memiliki sifat termal yang sangat baik, termasuk kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kelembapan dengan efisien. Sifat ini menjadikannya bahan ideal untuk aplikasi dalam sistem pendinginan seperti beehive air conditioner (Voronin et al., 2020). Penggunaan tanah liat mendukung praktik konstruksi berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bangunan yang lebih mahal. Tanah liat dapat diperoleh secara lokal dengan biaya rendah, membuatnya menjadi pilihan yang sangat baik dalam konteks ramah lingkungan dan efisiensi sumber daya (Mahamat et al., 2020).
Konsep penerapan beehive air conditioner pada dinding masjid terinspirasi oleh mekanisme pendinginan alami yang terdapat pada sarang lebah dan gundukan rayap, di mana sistem pendinginan pasif secara efektif mengatur suhu internal. Struktur sarang lebah terdiri dari sel-sel heksagonal dan saluran ventilasi yang ditempatkan secara strategis, meniru konveksi alami. Udara mengalir melalui jaringan saluran, dan dengan memanfaatkan gradien suhu alami, sistem ini mendinginkan udara dan mendistribusikannya ke seluruh bangunan. Ketika diterapkan sebagai pengganti dinding, struktur sarang lebah memungkinkan masjid untuk mengatur suhu dalam ruangan secara alami, sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan kebutuhan akan sistem AC yang boros energi (Jarimi et al., 2020).
Perspektif nilai estetika dan arsitektur dengan penerapan dinding yang terinspirasi dari sarang lebah dengan sistem pendingin terintegrasi menyajikan desain yang unik dan modern, menggabungkan fungsionalitas dengan simbolisme spiritual (Fuady et al., 2024). Arsitektur Islam sering kali mengintegrasikan pola dan bentuk geometris yang menimbulkan rasa harmoni dengan alam. Struktur sarang lebah, dengan desain simetris dan efisien, secara alami sejalan dengan tradisi ini. Struktur ini tidak hanya berfungsi sebagai sistem pendingin, tetapi juga sebagai elemen arsitektur masjid yang menarik secara visual, yang berkontribusi pada identitas dan suasana spiritual masjid (Syamsiyah & Nur Izzati, 2021). Penerapan sistem ini tidak hanya akan meningkatkan kenyamanan termal bagi jamaah tetapi juga dapat menjadi model bagi tempat-tempat ibadah lainnya di negara-negara tropis (Azmi et al., 2023). Harapannya dengan menerapkan teknologi ini dapat terjadi perubahan positif dalam kebijakan dan praktik terkait pengelolaan energi dan sumber daya di berbagai sektor masyarakat, mendorong adopsi teknologi yang lebih ramah lingkungan dan efisien di seluruh dunia (Newell et al., 2020)
Mekanisme prinsip kerja beehive air conditioner melalui pendinginan evaporatif. Proses ini berlangsung ketika air menguap dan menyerap panas dari udara di sekitarnya. Ketika molekul air bertransformasi dari bentuk cair menjadi uap, molekul tersebut mengambil energi dalam bentuk panas dari udara, sehingga menciptakan efek pendinginan. Proses ini dapat menyebabkan penurunan suhu sekitar 5°C hingga 15°C (9°F hingga 27°F), tergantung pada kondisi lingkungan. Adapun desain dan mekanisme rancangan beehive air conditioner sebagai berikut:
Gambar 1. Desain Beehive Air Conditioner
Proses Pengambilan Air Wudhu
a) Sistem pengumpulan air: Langkah pertama mencakup pengumpulan air wudu yang digunakan untuk berwudu di masjid. Proses ini dapat dilakukan melalui sistem drainase yang mengalirkan air ke dalam tangki penyimpanan dirancang khusus (Zulkarnaen et al., 2023).
Penyaringan dan Pengolahan
Penyaringan air wudu yang terkumpul harus menjalani proses penyaringan untuk memastikan kebebasannya dari kontaminan (Nazla & Lubis, 2022). Proses ini dapat melibatkan penyaring fisik (seperti kasa atau saringan) dan pengolahan biologis untuk memastikan bahwa air tersebut aman digunakan dalam sistem pendingin. Perawatan rutin diperlukan untuk menjaga efektivitas sistem penyaringan.
Perawatan opsional: Berdasarkan kualitas awal air wudu, metode perawatan tambahan seperti sterilisasi UV dapat diterapkan untuk meningkatkan kemurnian air, memastikan bahwa air memenuhi standar kesehatan dan kebersihan (Habel & Rivaldi, 2022).
Distribusi Melalui Struktur Sarang Lebah
Media berpori: beehive air conditioner terdiri dari jaringan material berpori, yang sering kali menyerupai struktur sarang lebah, yang memaksimalkan luas permukaan. Material seperti tanah liat, keramik, atau polimer yang dirancang khusus digunakan karena kemampuan retensi air dan penguapannya yang tinggi (Bishoyi & Sudhakar, 2017)
Distribusi air: Air wudu yang telah disaring kemudian didistribusikan ke permukaan bahan berpori ini dengan menggunakan pompa atau sistem gravitasi. Desain ini menjamin distribusi air yang merata di seluruh media berpori, sehingga memungkinkan paparan udara yang optimal.
Proses Pendinginan Melalui Evaporasi
Penyerapan panas: Ketika air wudu menyebar di permukaan berpori, air tersebut mulai menguap. Proses penguapan memerlukan energi, yang diambil dari udara di sekitarnya. Saat molekul air bertransformasi dari bentuk cair menjadi uap, mereka menyerap panas dari udara, sehingga menciptakan efek pendinginan (Jarimi et al., 2020).
Pergerakan udara: Meningkatkan efek pendinginan, penggunaan kipas atau ventilasi alami dapat meningkatkan pergerakan udara di atas media berpori. Ini memungkinkan udara hangat masuk ke dalam sistem dan udara dingin dikeluarkan ke dalam ruangan, sehingga suhu dapat diturunkan secara efektif (Jarimi et al., 2020).
Penyebaran Udara Dingin
Sirkulasi udara: Udara sejuk yang dihasilkan oleh sistem beehive air conditioner kemudian didistribusikan ke area salat atau ruang lain di dalam masjid. Proses ini dapat dilakukan melalui saluran udara atau bukaan yang dirancang untuk mempermudah aliran udara (Jarimi et al., 2020).
Kenyamanan termal: Hasilnya adalah suasana dalam ruangan yang menyenangkan bagi jamaah, terutama pada saat cuaca panas. Sistem ini mampu menjaga suhu yang nyaman, sehingga meningkatkan pengalaman keseluruhan selama waktu salat (Azmi et al., 2023).
Peredaran Air
a) Sistem resirkulasi: Setelah air wudu menguap, sisa air dapat dikumpulkan dan disirkulasikan kembali melalui sistem penyaringan, sehingga sebanyak mungkin air dapat digunakan kembali dalam sistem (Nazla & Lubis, 2022). Hal ini tidak hanya memaksimalkan efisiensi sistem pendingin tetapi juga meminimalkan pemborosan.
Keunggulan utama dari sistem ini adalah hemat energi dan ramah lingkungan, karena menggunakan sedikit energi dan tidak memerlukan refrigeran berbahaya, sehingga menjadikanya pilihan yang efektif dan efisien (Tejas et al., 2022). Desain inovatifnya memanfaatkan prinsip pendinginan evaporatif untuk mencapai penurunan suhu yang efektif, sambil menggunakan air daur ulang dan mengurangi konsumsi energi (Unnisa & Hassanpour, 2017). Implementasi sistem beehive air conditioner ke dalam ruang publik seperti masjid, rumah tinggal, dan gedung publik, kita dapat meningkatkan ekologis, mengurangi biaya, dan menciptakan suasana dalam ruangan yang nyaman.
Integrasi beehive air conditioner ke dalam dinding masjid, yang dipadukan dengan penggunaan inovatif air limbah wudhu untuk pendinginan, menawarkan solusi ramah lingkungan yang menjawab tantangan modern terkait konsumsi energi, konservasi air, dan pengendalian iklim. Desain ini tidak hanya meningkatkan kredibilitas lingkungan masjid, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mencerminkan nilai-nilai Islam mengenai pengelolaan dan ramah lingkungan. Seiring dengan perkembangan masjid yang terus berlanjut, penerapan solusi inovatif dan hemat sumber daya ini akan membuka jalan bagi bangunan yang lebih ramah lingkungan dan selaras dengan spiritual yang memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
Penutup
Berdasarkan uraian esai mengenai potensi limbah wudu sebagai sistem pendingin ruang dengan metode beehive air conditioner maka dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut:
- Efektifitas beehive air conditioner yang dapat menurunkan suhu sekitar 5°C hingga 15°C (9°F hingga 27°F), tergantung pada kondisi lingkungan. Semakin panas udara maka semakin efektif beehive air conditioner menurunkan suhu.
- Mekanisme beehive air conditioner mendinginkan suhu udara dengan memanfaatkan udara panas yang masuk ke struktur heksagonal yang terbuat dari tanah liat dan air sebagai media pendingin alami dengan menyerap panas dan menurunkan suhu udara. Kemudian, udara yang sudah sejuk disirkulasikan kembali keruangan, sehingga menciptakan efek pendingin yang efisien tanpa menggunakan banyak energi listrik.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, N. A., Baharun, A., Arıcı, M., & Ibrahim, S. H. (2023). Improving Thermal Comfort In Mosques Of Hot-Humid Climates Through Passive And Low-Energy Design Strategies. Frontiers of Architectural Research, 12(2), 361–385. https://doi.org/10.1016/j.foar.2022.07.001
Bishoyi, D., & Sudhakar, K. (2017). Experimental Performance Of A Direct Evaporative Cooler In Composite Climate Of India. Energy and Buildings, 153, 190–200. https://doi.org/10.1016/j.enbuild.2017.08.014
Chen, C. Q., Diao, Y. H., Zhao, Y. H., Wang, Z. Y., Liang, L., Wang, T. Y., Zhu, T. T., & Ma, C. (2020). Thermal Performance Of A Closed Collector–Storage Solar Air Heating System With Latent Thermal Storage: An Experimental Study. Energy, 202. https://doi.org/10.1016/j.energy.2020.117764
Elmarakby, E., & Elkadi, H. (2024). Impact of urban morphology on Urban Heat Island in Manchester’s transit-oriented development. Journal of Cleaner Production, 434(December 2023), 140009. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2023.140009
Fuady, M., Kevin, A., Ridwan, N., & Rizal Munadi, dan. (2024). Evaluasi Penghawaan Alami Bangunan untuk Meningkatkan Kenyamanan Termal Ruang dalam Masjid Baitul Musyahadah Kota Banda Aceh. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 02(01), 10–20.
Habel, A. L., & Rivaldi, M. E. (2022). Penggunaan Sinar Uv Sebagai Sterilisasi Pada Masa Pandemi Covid-19. Desainpedia Journal of Urban Design, Lifestyle & Behaviour, 1(1), 24–28. https://doi.org/10.36262/dpj.v1i1.563
Jarimi, H., Tapia-Brito, E., & Riff, S. (2020). A Review on Thermoregulation Techniques in Honey Bees’ (Apis Mellifera) Beehive Microclimate and Its Similarities to the Heating and Cooling Management in Buildings. Future Cities and Environment, 6(1), 1–8. https://doi.org/10.5334/fce.81
Mahamat, A. D., Ali, A., Tanguier, J. L., Donnot, A., & Benelmir, R. (2020). Mechanical And Thermophysical Characterization Of Local Clay-Based Building Materials. Conference on Renewable Energies for Developing Countries, 5. https://doi.org/10.1109/REDEC49234.2020.9163861
Muntari, M. Y., & Windapo, A. O. (2021). Clay as Sustainable Building Material and its Benefits for Protection in the Built Environment. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 1144(1), 012044. https://doi.org/10.1088/1757-899x/1144/1/012044
Muzaky, H., & Jaelani, L. M. (2019). Analisis Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan: Kajian Urban Heat Island di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia, 1(2), 45–51. http://jurnal.mapin.or.id/index.php/jpji/article/view/14
Nazla, C. T. F., & Lubis, S. S. (2022). Analisis Potensi Limbah Wudhu Masjid Sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Pikohidro. Chimica Didactica Acta, 9(2), 41–45. https://doi.org/10.24815/jcd.v9i2.25068
Newell, R. G., Raimi, D., Villanueva, S., & Prest, B. (2020). Global Energy Outlook 2020 Energy Transition or Energy Addition? In Resources for the Future (Issue May). https://media.rff.org/documents/GEO_2020_Report.pdf
Sari, D. P. (2021). A Review of How Building Mitigates the Urban Heat Island in Indonesia and Tropical Cities. Earth (Switzerland), 2(3), 653–666. https://doi.org/10.3390/earth2030038
Sigalingging, R. C. P. (2021). Studi Dampak Penggunaan Insulasi pada Bangunan Rumah Tinggal Terhadap Konsumsi Energi Pendingin Ruangan. Journal of Science and Applicative Technology, 5(2), 481. https://doi.org/10.35472/jsat.v5i2.610
Sulistyono. (2012). Pemanasan Global (Global Warming) Dan Hubungannya Dengan Penggunaan Bahan Bakar Fosil. Jurnal Forum Teknologi, 2(2), 47–56. http://ejurnal.ppsdmmigas.esdm.go.id/sp/index.php/swarapatra/article/view/60/49
Syamsiyah, N. R., & Nur Izzati, H. (2021). Strategi Kenyamanan Termal Masjid Al-Kautsar Kertonatan, Kartasura, Sukoharjo. Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, 8(2), 98. https://doi.org/10.26418/lantang.v8i2.45792
Tejas, M., Chavan, B., Ganesh, M., Sawant, D., Omkar, M., Pednekar, P., Ashikesh, M., Uparkar, A., Manthan, M., Charathakar, M., & Parab, M. P. (2022). Review Paper on Design and Fabrication of Natural Cooler. International Research Journal of Modernization in Engineering Technology and Science, 04(05), 1386–1389.
Unnisa, S. A., & Hassanpour, M. (2017). Development circumstances of four recycling industries (used motor oil, acidic sludge, plastic wastes and blown bitumen) in the world. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 72(February 2016), 605–624. https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.01.109
Voronin, D. V., Ivanov, E., Gushchin, P., Fakhrullin, R., & Vinokurov, V. (2020). Clay composites for thermal energy storage: A review. Molecules, 25(7), 1–26. https://doi.org/10.3390/molecules25071504
Zulkarnaen, Z., Purnama, A., & Arbensyah, A. (2023). Analisis Sistem Drainase Di Desa Soriutu Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu. Jurnal Sainteka, 4(1), 13–18. https://doi.org/10.58406/sainteka.v4i1.1142