SmartCO-Building: Inovasi Pemanfaatan CO2 Dengan Teknologi Carbon Capture and Utilization (CCU) dan Organokatalis Sebagai Sumber Energi Terbarukan Bagi Bangunan
Ditulis oleh Sri Derima
Populasi manusia semakin meningkat setiap tahunnya. United Nations (UN) memprediksi bahwa pada tahun 2030 populasi manusia di dunia mencapai 8,5 miliar dan tahun 2100 akan mencapai 10,4 miliar. Populasi yang meningkat juga akan meningkatkan konsumsi terhadap sumber daya yang ada. Hal ini perlu dikhawatirkan apabila populasi tersebut mengkonsumsi sumber daya yang tidak berkelanjutan. Aktivitas manusia seperti penggunaan energi adalah salah satu sumber emisi terbesar yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) dan berdampak terhadap perubahan iklim. Konsumsi energi yang tidak terbarukan menyebabkan peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO2). Konsumsi energi yang meningkat menjadi ancaman bagi ekosistem global seperti menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, naiknya permukaan air laut, gelombang panas dan dampak negatif lain terhadap lingkungan. Konsumsi energi dan populasi yang meningkat sebesar 1 % akan menyebabkan peningkatan emisi CO2 sebesar 0,30 % (Osobajo et al. 2020).
Penggunaan energi dan pemanasan global saling berkaitan. Peningkatan emisi akan meningkat karena adanya permintaan konsumsi energi dunia yang tinggi dari negara-negara industri. Peningkatan emisi disebabkan ketergantungan global terhadap pasokan energi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Perubahan iklim dapat dimitigasi dengan pengurangan CO2 melalui penggunaan energi yang lebih efisien. Efisiensi energi adalah upaya menggunakan lebih sedikit energi untuk menghasilkan layanan yang sama. Efisiensi energi bergantung pada penggunaan teknologi hemat energi dan emisi yang rendah (Akpan dan Akpan 2012). Energi terbarukan adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menghadapi perubahan iklim. Energi terbarukan meliputi energi yang dapat diisi ulang secara alami. Sumber energi terbarukan hampir tidak ada habisnya. Contoh energi berkelanjutan antara lain biomassa, sampah, etanol, panas bumi, angin dan matahari. Energi terbarukan dapat bertahap menggantikan emisi bahan bakar fosil. Selain mengurangi emisi, energi terbarukan juga dapat meningkatkan kesehatan dan menyediakan energi tanpa batas (Maulida 2023). Peningkatan konsumsi energi terbarukan dan efisiensi energi yang meningkat dapat menurunkan emisi karbon. Efisiensi energi dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi energi melalui teknologi hemat energi yang terbarukan. Perkembangan teknologi yang cukup pesat dapat dimanfaatkan untuk menciptakan inovasi dalam perubahan iklim.
Inovasi terkait penerapan energi terbarukan berperan penting dalam membantu untuk mengurangi emisi dan menghadapi pemanasan global. Inovasi dalam bidang bangunan dapat dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi energi. Salah satu inovasi teknologi yang dapat menjadi solusi adalah SmartCO-Building. SmartCO-Building adalah sebuah bangunan ramah lingkungan yang memanfaatkan karbon dioksida (CO2) sebagai sumber penyedia energi listrik. Gas CO2 akan diubah menjadi metanol melalui pemanfaatan Carbon Capture Utilization (CCU) dan organocatalyst. Bangunan ini meningkatkan efisiensi energi karena tidak menggunakan bahan bakar fosil dan tidak menghasilkan emisi yang berbahaya, melainkan mengubah CO2 menjadi metanol yang nantinya akan digunakan sebagai bahan energi listrik. Pemanfaatan CO2 menjadi sumber bahan energi dapat membantu dalam menghadapi perubahan iklim. Bangunan ini dilengkapi dengan teknologi Carbon Capture Utilization (CCU). Teknologi Carbon Capture Utilization (CCU) adalah sebuah teknologi yang menangkap karbon dioksida dari berbagai sumber dan mencegah pelepasannya ke atmosfer. Teknologi Carbon Capture Utilization (CCU) mengubah karbon yang ditangkap menjadi produk yang bernilai sehingga terciptanya Circular Carbon Economy (CCE) yang berkelanjutan. Penangkapan CO2 dapat menggunakan Carbon Capture Utilization (CCU) yang menangkap CO2 dari berbagai sumber emisi seperti aktivitas industri. Bahan pelarut atau penyerap yang dapat digunakan adalah larutan amina berair, seperti monoetanolamina (MEA) dan dietanolamina (DEA) (Ekemezie dan Digitemie 2024). Teknik pemanfaatan karbon berkontribusi pada pengurangan emisi gas CO2. Tidak hanya mengatasi masalah emisi, pemanfaatan CO2 juga memberikan kesempatan untuk memberikan jalan keluar secara ekonomi dan berkelanjutan. Salah satu cara pemanfaatan karbon adalah dengan melibatkan konversi CO2 yang ditangkap menjadi bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi dengan tujuan pengurangan emisi karbon.
Gas CO2 adalah sumber bahan yang berlimpah dan terbarukan serta memiliki keuntungan yang ekonomis. Gas ini dapat dikonversi menjadi bahan baku energi seperti metanol. Produksi metanol melalui konversi CO2 dapat menjadi teknologi untuk pengurangan emisi CO2. Konversi CO2 menjadi metanol dapat menggunakan organocatalyst. Organokatalis adalah molekul organik terdiri dari C, H, N, S, dan P yang dapat mengkatalisis reaksi kimia. Organokatalis banyak diminati dalam bidang katalisis dan konversi CO2. Organokatalis ini memiliki keuntungan seperti mempertimbangkan kimia hijau karena didasarkan pada senyawa organik yang tidak beracun dan berasal dari material biologis. Selain itu, organokatalis ini tidak mengandung logam sehingga lebih menguntungkan bagi lingkungan dibandingkan katalis berbahan logam (Shaikh 2014). Organokatalisis dapat menjadi alat dalam mereduksi CO2 yang dikonversi menjadi metanol. Molekul organik seperti N-heterocylic carbine (NHC), N-heterocyclic olefin (NHO), senyawa zwitterionik, dan frustrated Lewis pairs (FLPs) adalah contoh organokatalis yang efektif untuk mengkonversi CO2. Organokatalis poly-NHC dapat menjadi pilihan dan alat untuk mereduksi CO2 menjadi metanol. Organokatalis ini bermanfaat dalam sintesis skala besar, dapat didaur ulang dan digunakan kembali sehingga menguntungkan dalam penghematan biaya dan keberlanjutan lingkungan (Riduan et al. 2016). Skema pemanfaatan CO2 menggunakan CCU dan organokatalis menjadi sumber energi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Skema pemanfaatan CO2 sebagai sumber energi SmartCO-Building
Proses diawali dengan penangkapan emisi CO2 hasil aktivitas industri atau manusia menggunakan teknologi CCU, kemudian disimpan dalam tangki penyimpanan. Teknologi CCU dan tangki penyimpanan diletakkan dekat dengan bangunan tersebut. Selain CO2, bahan baku untuk menghasilkan metanol adalah hidrogen. Hidrogen diperoleh dari energi terbarukan berupa angin yang dapat mengelektrolisis air. Gas CO2 dan hidrogen diubah menjadi metanol dan air dengan bantuan organokatalis berupa poly-NHC. Kemudian, kedua senyawa tersebut dipisahkan melalui distilasi. Bahan metanol yang dihasilkan akan dimanfaatkan bangunan menjadi bahan bakar sumber daya energi listrik yang ramah lingkungan. Hal ini didukung oleh jejak karbon metanol yang lebih sedikit 90 % dibandingkan bensin konvensional (Bergins et al. 2015). Terlebih lagi, sumber bahan baku diambil dari emisi dapat menjadikan metanol tersebut lebih ramah lingkungan dan dapat menjadi solusi dalam menghadapi perubahan iklim karena diperoleh dari sumber emisi industri.
SmartCO-Building memiliki kelebihan khususnya dalam menghadapi perubahan iklim yaitu memanfaatkan CO2 yang pada dasarnya menjadi sumber emisi dikonversi menjadi metanol yang bernilai ekonomi dan sumber energi yang berkelanjutan. Selain itu, SmartCO-Building dapat membantu dalam efisiensi energi. SmartCO-Building memiliki potensi yang berkelanjutan terlebih lagi konsep Circular Carbon Economy (CCE) yang menarik perhatian. Konsep Circular Carbon Economy (CCE) ini dapat mendukung keberlanjutan dari inovasi SmartCO-Building yang menerapkan daur ulang CO2. Kelemahan bangunan SmartCO-Building adalah biaya yang dikeluarkan cukup besar karena menggunakan teknologi yang terbarukan. Oleh karena itu, keberlanjutan inovasi ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat seperti pemerintah, sektor industri, dan dukungan masyarakat. Keberlanjutan inovasi ini dapat menjadi salah satu upaya untuk mengatasi perubahan iklim dan menghasilkan nilai ekonomi dari emisi CO2.
SmartCO-Building dapat menjadi alternatif dalam membantu menurunkan emisi gas rumah kaca. SmartCO-Building dapat memanfaatkan CO2 yang menjadi penyebab emisi gas rumah kaca menjadi energi dengan penggunaan teknolog Carbon Capture Utilization (CCU) dan organokatalis yang menguntungkan dalam kelestarian ekonomi dan lingkungan. Biaya yang dikeluarkan untuk SmartCO-Building tentunya tidak murah sehingga perlu adanya dukungan dari berbagai stakeholders seperti masyarakat, pemerintah, dan pelaku industri agar pemanfaatan teknologi terbarukan seperti SmartCO-Building dapat berkelanjutan untuk mengurangi dan mengatasi pemanasan global.
DAFTAR PUSTAKA
Akpan U, Akpan GE. 2012. The contribution of energy consumption to climate change: a feasible policy direction. International Journal of Energy Economics and Policy. 2(1): 21-33.
Bergins C, Tran KC, Koytsoumpa EI, Kakaras E, Buddenberg T, Sigurbjornsson O. 2015. Power to methanol solutions for flexible and sustainable operations in power and process industries. Power-Gen Eur. 1-18.
Ekemezie IO, Digitemie WN. 2024. Carbon capture and utilization (CCU): A review of emerging applications and challenges. Engineering Science and Technology Journal. 5(3): 949-961.
Maulida A. 2023. The impact of renewable energy on climate change: a literature review. Peatland Agriculture and Climate Change Journal. 1(1): 16-23.
Osobajo OA, Otitoju A, Otitoju MA, Oke A. 2020. The impact of energy consumption and economic growth on carbon dioxide emissions. Sustainbility. 12(19): 1-16.
Riduan SN, Ying JY, Zhang Y. 2016. Solid poly-N-heterocylic carbene catalyzed CO2 reduction with hydrosilanes. Journal of Catalysis. 343: 46-51.
Shaikh IR. 2014. Organocatalysis: key trends in green synthetic chemistry, challenges, scope towards heterogenization, and importance from research and industrial point of view. Journal of Catalysts. 2014(19): 1-35.