Efisiensi Energi dari Kearifan Kuno: Adaptasi Windcatcher untuk Bangunan Hijau Modern
Ditulis oleh Sal Sabila Khoirotunnisa Utami
Ditengah ancaman perubahan iklim yang terus bergulir dan juga krisis energi yang Tengah kita hadapi, konsep bangunan hijau (*green building*) menjadi perhatian utama dalam dunia arsitektur dan teknik sipil. Bangunan hijau berusaha mengurangi dampak lingkungan serta konsumsi energi dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dan teknologi yang hemat energi. Dengan konsep ini, bangunan dirancang untuk meminimalisir emisi karbon, mengoptimalkan penggunaan energi(energi Listrik), dan menciptakan lingkungan yang sehat dan “bersih” bagi penghuninya. Salah satu inspirasi dari teknologi kuno yang memiliki potensi yang sangat besar untuk kita adopsi dalam bangunan hijau modern adalah *windcatcher* (red: penangkap angin), sebuah sistem pendingin ruangan alami, yang dulunya berasal dari Persia kuno (sekarang iran).
Figure 1 Pendingin Udara kuno Persia (sekarang iran)
Windcatcher dalam prakteknya memanfaatkan aliran udara (baik itu laminar dan juga turbulen) dan pendinginan evaporatif tanpa memerlukan sumber daya (energi Listrik), sehingga sangat cocok bila kita berkiblat pada prinsip bangunan hijau yang ingin mencapai efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan. Pendekatan ini menarik karena mengkolaborasikan teknologi yang sederhana, yang telah digunakan selama ratusan tahun dengan konsep desain arsitektur modern yang sudah ada sekarang. Dengan menerapkan prinsip dasar windcatcher, kita dapat dengan mudah menciptakan sistem pendingin yang efisien dan hemat (secara energi,) dan juga memiliki perawatan yang murah. Dalam essai saya ini, saya akan membahas mengenai prinsip dasar dan keunggulan dari windcatcher, serta bebrapa aspek teknis windcatcher yang mencakup aspek mekanika fluida, aspek efisiensi aliran udara, aspek perpindahan panas, dan analisis konsumsi energi. Selain itu, esai saya ini juga akan membahas penerapan windcatcher dalam konstruksi bangunan modern, khususnya di daerah beriklim panas atau lembap seperti Indonesia (yang memiliki tantangan khusus dalam hal kebutuhan pendinginan).
Figure 2 Diagram pendinginan evaporative sederhana
Windcatcher sendiri merupakan sistem ventilasi “pasif” yang pada zaman Persia kuno dulu dirancang untuk “memaksa dan mengarahkan” angin dan juga menyalurkannya ke dalam bangunan. Windcatcher biasanya berbentuk menara yang tinggi dengan bukaan di berbagai sisi sisinya. Hal itu membuat udara masuk dari berbagai arah, tanpa bergantung pada sumber energi eksternal berupa listrik ataupun bahan bakar fosil. Ketika udara masuk ke dalam windcatcher, udara tersebut diarahkan melalui poros menara menuju kolam air (air berguna untuk menurunkan temperature udara sekitar yang cenderung panas) yang ada di dasar menara. Di kolam air ini, udara yang tadinya panas mengalami pendinginan secara evaporative, sebelum disalurkan ke seluruh bagia dalam ruangan. Udara yang dingin ini lah yang membantu menurunkan suhu ruangan secara signifikan, dan menciptakan lingkungan yang sejuk juga nyaman, tanpa konsumsi energi yang tinggi.
Prinsip pendinginan evaporatif ini selaras dengan tujuan bangunan hijau yang berfokus pada efisiensi energi dan keberlanjutan. Dengan demikian, windcatcher tidak hanya memberikan manfaat secara ekonomis dengan menurunkan biaya Listrik bangunan/ gedung, tetapi juga ramah lingkungan (karena tidak menghasilkan emisi seperti Air conditioner konvensional). Bagi daerah daerah yang memiliki iklim panas dan kering, seperti Timur Tengah, teknologi ini sudah terbukti efektif, sehingga menurut saya, sangat cocok utuk dapat diaplikasikan secara optimal dalam bangunan modern di Indoesia ataupun wilayah wilayah/ negara lain di asia Tenggara ataupun negara negara yang ada di garis khatulistiwa.
Untuk mengoptimalkan penggunaan windcatcher dalam bangunan, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang aspek teknisnya. Berikut ini adalah beberapa aspek teknis yang relevan untuk memahami cara kerja keubeserta nggulan sistem ini.
.A. Aspek Mekanika Fluida
Mekanika fluida adalah salah satu aspek yang penting dalam desain windcatcher, karena sistem ini sangat bergantung pada aliran udara. Menurut prinsip Bernoulli, udara akan cenderung bergerak dari area dengan tekanan yang lebih tinggi ke area dengan tekanan yang lebih rendah. Dengan ketinggian menara windcatcher, terdapat perbedaan tekanan antara bagian atas bangunan dan bagian bawah bangunan. Hal itu memungkinkan aliran udara, secara alami masuk ke dalam ruangan. Dalam desain bangunan yang modern seperti sekarang, tinggi dan juga posisi menara dapat disesuaikan untuk memaksimalkan volume udara yang mengalir ke dalam bangunan.
Penyesuaian dari bentuk dan ukuran bukaan pada menara juga dapat meningkatkan kecepatan aliran udara yang masuk, yang nantinya akan berdampak pada kualitas ventilasi dan juga pendinginan. Penggunaan model simulasi dan pengujian pada kondisi yang sebenarnya, dapat memastikan bahwa desain ini akan memberikan hasil yang optimal.
B. Aspek Efisiensi Aliran Udara
Efisiensi aliran udara menjadi kunci dalam mencapai pendinginan yang optimal pada sistem windcatcher ini. Desain menara windcatcher harus mempertimbangkan aspek-aspek fluida seperti turbulensi dan kecepatan udara. Aliran udara yang stabil dan terus-menerus ke dalam ruangan, diperlukan untuk mencapai efek pendinginan yang merata. Teknologi simulasi computer yang ada, seperti *Computational Fluid Dynamics* (CFD), dapat membantu kita dalam mensimulasikan pergerakan udara dan mengidentifikasi desain yang optimal dari segi posisi dan juga jumlah bukaan menara. Dengan demikian, windcatcher dapat ditempatkan untuk “menangkap” angin dengan optimal dan menghindari udara yang stagnan yang nantinya akan bisa menurunkan efisiensi sistem pendinginan tersebut.
Selain simulasi komputer, pengukuran data lapangan dan eksperimen berulang pada bangunan yang sudah menggunakan windcatcher, dapat memberikan data empiris mengenai efisiensi aliran udara. Metode ini juga membantu kita dalam melakukan penyesuaian desain yang diperlukan untuk adaptasi pada lingkungan dengan kondisi angin yang berubah-ubah.
C. Aspek Perpindahan Panas
Pendinginan evaporatif yang terjadi di dalam windcatcher, melibatkan proses perpindahan panas, di mana udara panas yang melewati kolam air di dasar menara yang nantinya mengalami proses pendinginan melalui penguapan air (evaporasi). Ketika udara panas bersentuhan dengan permukaan air, energi panasnya diambil oleh air, yang kemudian diuapkan, dan menghasilkan udara dingin yang siap disalurkan ke dalam seluruh ruangan. Proses perpindahan panas ini dapat ditingkatkan dengan memperbesar area kolam air, atau bisa juga dengan menambahkan elemen penyejuk lainnya di bagian dasar menara.
Selain itu, pemilihan material bangunan yang memiliki konduktivitas termal rendah juga dapat membantu kita dalam menjaga suhu dalam ruangan tetap sejuk. Dengan demikian, efisiensi perpindahan panas di windcatcher dapat dimaksimalkan melaalui pemilihan material bangunan yang sesuai. Material material alami seperti batu bata dan tanah liat, yang memiliki kapasitas termal tinggi juga, bisa digunakan untuk meningkatkan kapasitas pendinginan pasif.
Figure 3 Contoh perbendaan data konduktifitas termal pada batu bata dan baja dan beton (yang sering digunakan pada konstruksi bangunan)
D. Analisis Konsumsi Energi
Dibandingkan dengan pendingin udara konvensional, windcatcher memiliki konsumsi energi yang sangat rendah karena sistem ini hanya mengandalkan aliran udara alami dan proses pendinginan evaporatif. Dalam iklim yang panas, windcatcher bahkan bisa menurunkan suhu hingga sekitar 10°C tanpa bantuan energi Listrik apapun, yang secara signifikan mengurangi kebutuhan untuk pendingin aktif dan menekan emisi karbon. Penghematan energi ini menjadi penting, terutama untuk bangunan di daerah dengan iklim tropis atau kering, yang sering kali membutuhkan banyak energi untuk pendinginan ruangan.
Penerapan windcatcher dapat mengurangi penggunaan AC hingga 30-50% (yang relative sangat besar), yang akan berdampak langsung pada pengurangan konsumsi listrik dan emisi karbon. Oleh karena itu, menurut saya, windcatcher adalah sebuah pilihan yang ideal, bagi bangunan yang ingin mencapai efisiensi energi sambil tetap memberikan kenyamanan bagi para penghuninya.
Integrasi windcatcher dalam arsitektur modern, memiliki potensi besar untuk mendukung tercapainya tujuan bangunan hijau yang selama ini kita impikan. Di kota-kota dengan iklim panas atau lembap, seperti Timur Tengah dan Asia Tenggara (yang berada pada garis khatulistiwa), teknologi ini akan menjadi sangat efektif dalam mengurangi kebutuhan pendinginan konvensional. Misalnya, Gedung perkantoran atau apartemen dengan desain windcatcher dapat mengurangi kebutuhan AC secara signifikan, menurunkan biaya listrik, dan memperpanjang umur perangkat pendingin yang ada.
Teknologi tambahan, seperti sensor otomatis (misalnya sensor temperatur, sensor kelembaban, dan sensor untuk mengukur kecepatan angin), dapat dipasang di windcatcher untuk mengatur bukaan menara windcatcher berdasarkan kondisi lingkungan, sehingga sistem ini dapat beroperasi dengan efisien hanya pada saat-saat tertentu. Pengaturan otomatis ini memungkinkan windcatcher beradaptasi dengan perubahan cuaca, menyesuaikan kinerja pendinginan sesuai kebutuhan, serta mengoptimalkan efisiensi energi secara keseluruhan.
Windcatcher Persia kuno adalah contoh nyata dari teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi, yang akan tetap relevan untuk diadaptasi dalam desain bangunan hijau modern. Dengan memperhatikan aspek dan juga analisis teknis, kita dapat memahami lebih dalam mengenai prinsip kerja dan keunggulan windcatcher dalam menciptakan pendinginan alami dan efisien, sehingga menjadikannya pilihan yang tepat untuk bangunan hijau yang bertujuan meminimalkan dampak buruk ke lingkungan seperti yang pendinginan konevensional lakukan.
Mengadaptasi windcatcher dalam konstruksi bangunan modern, tidak hanya mengurangi ketergantungan kita pada energi listrik tetapi juga membawa nilai ekologis dari tradisi ke dalam inovasi arsitektur masa kini. Windcatcher dapat menjadi solusi praktis untuk kebutuhan pendinginan bangunan, sekaligus melestarikan teknologi berkelanjutan dari masa lalu untuk digunakan secara relevan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Cengel, Yunus A. Introduction To Thermodynamics and Heat Transfer: second edition, (Boston: McGraw-Hill Sains, 2007)
Holman,J.P. Heat Transfer: 10th Edition, (New York : Mc Graw-Hill, 2010)
Kern, Donald Q. Process Heat Transfer, (New York : Mc Graw-Hill, 1950)
.
Internet
Absal Bachtiar “Pendingin Ruangan dari Zaman Persia”
https://kumparan.com/absal-bachtiar/pendingin-ruangan-dari-zaman-persia-27431110790550272
Arif Pambudi “Konduktivitas Thermal”
https://arifpambudid4e5.blogspot.com/2014/11/konduktivitas-thermal-mengapa.html
Chanel Youtube Belajar Teknik Kimia “Perhitungan Perpindahan Panas Konveksi”
Fadjar Nugroho “Prinsip Penerbangan – Hukum Bernoulli”
G. Gohane & P. Tambe “New Approach Towards Two Stages Evaporative Cooling System”
Ikara “”Windcatcher” – Sistem pendinginan alami dalam arsitektur tradisional”
https://www.ikara.or.id/2017/07/sistem-pendinginan-alami-dalam.html
power/ daya yg dibutuhkan untuk air conditioner di gedung gedung kota memng menjadi permasalahan sih semenjak akhir akhir ini smakin panas… dan kembali mengadaptasi teknologi ini sangat sangat lah membantu memotong cost
sangat cocok dibterapkan di negara negara tropis… sangat aplicable menurutku meskipun harus dipikirin lagi masalah estetikanya
the best idea for bulding in the hot and humid weather
Luar biasa
Good