Inovasi untuk Akselerasi Pengembangan Bangunan Hijau dan Cerdas
Ditulis oleh Tita Anita
Bangunan hijau atau green building adalah solusi inovatif dalam menghadapi tantangan global terkait isu lingkungan yang keberlanjutan. World Green Building Council (2016), mendefinisikan bangunan hijau sebagaibangunan yang pada desain, kontruksi atau penggunaannya bisa mengurangi atau menghilangkan dampak negatif dari kerusakan lingkungan alam sehingga bisa menciptakan dampak positif bagi iklim dan lingkungaan alam sehingga dapat menciptakan dampak positif bagi iklim dan ekosistem. Konsep ini semakin penting seiring dengan meningkatnya konsumsi energi, urbanisasi, serta perubahan iklim yang mengancam ekosistem dan kualitas hidup manusia.
Perkembangan green building tidak hanya sebatas pengurangan dampak negatif, tetapi juga membawa banyak manfaat, seperti peningkatan efisiensi energi, pengurangan emisi karbon, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang juga mulai menerapkan konsep ini, meskipun kemajuan yang dicapai masih relatif lambat. Pada tahun 2022, tercatat bahwa 60 gedung di Indonesia telah memperoleh sertifikat bangunan hijau dari Green Building Council Indonesia (GBCI), sebuah angka yang masih jauh dari memadai mengingat potensi besar negara ini dalam memanfaatkan teknologi ramah lingkungan..
Mengapa Green Building Penting?
Dalam konteks global, pembangunan gedung-gedung konvensional menyumbang lebih dari 30% emisi gas rumah kaca dan 40% konsumsi energi global. Indonesia juga menghadapi tantangan serupa. Menurut data dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), tingkat konsumsi listrik per kapita masyarakat Indonesia terbilang cukup tinggi dibandingkan negara-negara tetangga. Sebagian besar listrik di Indonesia masih diproduksi melalui bahan bakar fosil, seperti batu bara dan minyak bumi, yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar.
Produksi listrik dari bahan bakar fosil menyumbang sekitar 25% terhadap pemanasan global. Ini disebabkan karena pembangkit listrik konvensional menghasilkan banyak CO2, salah satu gas rumah kaca utama yang berperan besar dalam meningkatkan suhu bumi. Kenaikan suhu bumi ini berdampak pada terjadinya perubahan iklim yang ekstrem, seperti peningkatan suhu udara, ketidakstabilan cuaca, hingga kenaikan permukaan laut. Jika tidak segera diatasi, dampak negatif ini akan semakin merusak ekosistem dan membahayakan kehidupan manusia, termasuk mempercepat mencairnya es di kutub, yang akan memperburuk dampak perubahan iklim global.
Bangunan hijau menjadi salah satu jawaban untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh sektor konstruksi. Melalui penerapan teknologi efisiensi energi dan penggunaan sumber energi terbarukan, green building bisa menjadi salah satu solusi dalam upaya mengurangi ketergantungan pada energi fosil..
Implementasi Green Building
Salah satu inovasi dalam pengembangan bangunan hijau adalah penggunaan teknologi Solar Roof Tiles atau Genteng Surya yang ditemukan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Teknologi ini dirancang untuk mengubah sinar matahari menjadi energi listrik yang dapat digunakan untuk kebutuhan bangunan, seperti rumah-rumah modern dan gedung-gedung hijau di kawasan perkotaan. Genteng surya bekerja dengan cara menyerap sinar matahari dan mengonversikannya menjadi listrik melalui panel surya yang dipasang di atap bangunan.
Indonesia, sebagai negara tropis yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi ini. Dengan Solar Roof Tiles, bangunan dapat menghasilkan energi listrik secara mandiri, yang tidak hanya mengurangi konsumsi listrik dari sumber fosil, tetapi juga membantu dalam menurunkan biaya energi dalam jangka panjang. Di kawasan perkotaan yang padat, pemasangan Solar Roof Tiles juga dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi beban pada jaringan listrik nasional yang kerap kali mengalami lonjakan permintaan.
Selain Solar Roof Tiles, masih banyak teknologi ramah lingkungan lainnya seperti pengelolaan sampah yang baik. Gedung-gedung yang menerapkan konsep green building diharapkan memiliki sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sebagai contoh, Waste4Change menawarkan layanan Reduce Waste to Landfill (RWTL), yaitu sebuah sistem manajemen sampah yang dirancang untuk mengurangi jumlah sampah yang berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). RWTL menawarkan pengelolaan sampah secara menyeluruh, mulai dari pengumpulan hingga pengolahan, sesuai dengan regulasi dan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Pengelolaan sampah yang efisien sangat penting dalam mendukung penerapan green building, karena sampah yang tidak dikelola dengan baik bisa menjadi sumber emisi metana, salah satu gas rumah kaca yang lebih berbahaya daripada CO2. Dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, bangunan hijau bisa lebih berkelanjutan, tidak hanya dalam hal penggunaan energi tetapi juga dalam hal pengurangan dampak lingkungan secara keseluruhan..
Tantangan Implementasi Green Building di Indonesia
Meski manfaat bangunan hijau sudah sangat jelas, implementasinya di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah biaya awal yang tinggi. Teknologi seperti Solar Roof Tiles, Reduce Waste to Landfill, sistem pengelolaan air, dan kaca hemat energi memerlukan investasi yang cukup besar di awal pembangunan. Hal ini seringkali menjadi penghalang bagi banyak pengembang properti untuk beralih ke teknologi ramah lingkungan.
Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya bangunan hijau juga masih terbatas. Banyak masyarakat yang masih memandang bahwa bangunan hijau hanya untuk kalangan elit atau sebagai bagian dari proyek percontohan. Padahal, konsep ini bisa diterapkan di berbagai jenis bangunan, dari rumah tinggal hingga gedung komersial, dan dapat memberikan manfaat jangka panjang dalam hal penghematan energi dan kesehatan.
Kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting dalam akselerasi pengembangan green building. Saat ini, regulasi terkait bangunan hijau di Indonesia masih belum sepenuhnya terintegrasi dan kuat. Dibutuhkan regulasi yang lebih ketat dan insentif yang lebih menarik bagi pengembang properti untuk menerapkan konsep green building. Beberapa negara maju telah memberikan insentif pajak dan kemudahan perizinan bagi proyek-proyek yang menerapkan standar bangunan hijau, sehingga meningkatkan minat dan kesadaran para pengembang..
Manfaat Ekonomi dan Sosial dari Green Building
Selain dampak lingkungan, bangunan hijau juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan. Dengan menerapkan teknologi hemat energi, biaya operasional bangunan bisa berkurang secara signifikan. Penggunaan energi terbarukan, pengelolaan air yang efisien, dan pengelolaan sampah yang baik akan mengurangi biaya pemeliharaan jangka panjang.
Dari sisi sosial, bangunan hijau menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penghuninya. Bangunan hijau dirancang untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, mengurangi paparan terhadap bahan kimia berbahaya, dan memberikan kenyamanan termal yang lebih baik. Semua ini berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup, baik dari segi kesehatan fisik maupun mental..
Kesimpulan
Dalam era di mana perubahan iklim semakin menjadi ancaman global, inovasi dalam pengembangan bangunan hijau sangat diperlukan untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi besar untuk mempercepat adopsi green building, terutama dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah seperti sinar matahari dan sumber energi terbarukan lainnya. Dengan regulasi yang tepat, kesadaran yang meningkat, serta dukungan teknologi inovatif, pembangunan bangunan hijau di Indonesia dapat menjadi salah satu langkah penting dalam mengurangi dampak lingkungan dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
.
Daftar Pustaka
Aesia. (2023). Ap aitu Green Building? Manfaat dan Fungsinya untuk Kehidupan lebih Baik. Kementrian keuangan.
Sarabis Putra. (2023). Green Building atau Bangunan Hijau: Masa Depan Pembangunan. Kementrian Keuangan.