Biogas AC Masa Depan Bangunan Di Ujung Iklim Ekstrem

Last Updated: 14 November 2024By
📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 14

Ditulis oleh: Indhi Intan Latifah

LATAR BELAKANG

Beberapa negara merasakan dampak yang signifikan dari pemanasan global (Malihah 2022). Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi kekhawatiran utama bagi seluruh negara di dunia. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama oleh karbondioksida (CO2) (Leontinus 2022). Salah satu dampak dari perubahan iklim yaitu peningkatan frekuensi cuaca ekstrem yang mempengaruhi Kesehatan manusia (Susilawati 2021). Permintaan terhadap sistem pendingin ruangan, khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia, terus meningkat seiring dengan tingginya suhu udara, terutama di musim panas. Penggunaan AC telah menjadi kebutuhan utama, karena tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga membantu menurunkan risiko kesehatan akibat suhu tinggi, seperti dehidrasi yang parah hingga kematian (Hartoyo 2014).

Terlepas dari manfaat tersebut, penggunaan AC dengan bahan pendingin berbasis Freon memunculkan masalah lingkungan yang serius. Kandungan kimia Freon, terutama yang berbasis Chloro Fluoro Carbon (CFC), memiliki efek merusak pada lapisan ozon. CFC, yang terdiri dari karbon, klorin, dan fluor, telah digunakan sebagai refrigerant sejak lama hingga 1980-an (Yusal 2017). Begitu gas ini terurai ke atmosfer, ia berpotensi mengakibatkan kerusakan pada struktur lapisan ozon, yang berfungsi melindungi bumi dari sinar UV yang merusak (Majanasastra, 2015). Lebih lanjut, refrigerant juga memiliki nilai global warming potential yang sangat tinggi, hingga 500 kali lipat dibandingkan karbon dioksida, dengan masa bertahan di atmosfer selama sekitar 15 tahun sebelum terurai (Jamaaluddin, 2019). Efek kumulatif ini mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim, yang berdampak besar pada ekosistem global.

Data observasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1981-2023, suhu rata-rata nasional mengalami kenaikan sebesar 0,6°C per 30 tahun, yang mengindikasikan tren peningkatan suhu udara yang signifikan (BMKG 2024). Jika tidak segera ditangani, laju perubahan iklim ini akan semakin cepat, mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif pendingin ruangan, termasuk penggunaan AC portabel yang tidak menggunakan Freon sebagai alternatif ramah lingkungan (Kasli et all. 2019). Meskipun inovasi-inovasi ini cukup menjanjikan, teknologi yang ada belum sepenuhnya mampu mengatasi masalah tanpa memberikan dampak lingkungan. Hal ini mendorong penulis untuk mengembangkan ide alternatif, yaitu biogas AC, sebagai langkah inovatif yang menggabungkan sistem pendingin dengan energi terbarukan dari biogas. Dengan memanfaatkan biogas sebagai sumber energi utama, AC jenis ini tidak hanya berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga meminimalisir dampak buruk pada lingkungan. Biogas AC merupakan langkah inovatif yang memungkinkan bangunan masa depan tidak hanya menjadi lebih ramah lingkungan tetapi juga lebih adaptif dalam menghadapi perubahan iklim yang tak terelakkan.

GAGASAN

Perubahan iklim yang mengarah pada kenaikan suhu global semakin memacu kebutuhan akan teknologi pendingin yang efisien dan ramah lingkungan, terutama di wilayah tropis. Negara- negara terutama yang memiliki iklim panas, penggunaan AC sangat umum sebagai solusi untuk menjaga kenyamanan dalam ruangan. Faktanya AC konvensional berbasis freon atau CFC (Chlorofluorocarbon) telah lama diketahui memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. CFC merupakan gas refrigeran yang banyak digunakan di dalam AC untuk membantu proses pendinginan, namun gas ini memiliki global warming potential yang sangat tinggi serta mampu merusak lapisan ozon. CFC dapat terurai di atmosfer dan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada lapisan ozon, yang berfungsi sebagai pelindung Bumi dari sinar ultraviolet berbahaya, CFC yang terlepas ke atmosfer juga berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Berdasarkan riset dari BMKG, laju peningkatan suhu udara di Indonesia saja mencapai sekitar 0,6°C per 30 tahun, yang menunjukkan bahwa dampak pemanasan global semakin nyata, termasuk yang diakibatkan oleh penggunaan AC berbasis freon.

Biogas Ac merupakan alternatif yang lebih berkelanjutan, sebagai solusi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga dapat menjadi komponen penting dalam bangunan hijau dan bangunan cerdas. Teknologi ini memanfaatkan biogas, khususnya gas metana yang dihasilkan dari limbah organik seperti sisa makanan atau limbah dapur, sebagai pengganti freon untuk proses pendinginan. Gas metana sendiri adalah gas rumah kaca yang kuat, namun dengan mengonversinya menjadi energi pendingin, kita bisa mengurangi keberadaannya di atmosfer dan sekaligus menggantikan freon yang berbahaya. Metana yang diproduksi dari limbah organik ini tidak hanya terbarukan tetapi juga murah dan melimpah, memungkinkan kita untuk menciptakan proses pendinginan yang lebih berkelanjutan. Penggunaan biogas sebagai refrigeran dalam Biogas AC yang diperoleh sebagai alternatif pengganti Freon dalam sistem pendingin udara tidak hanya memberikan solusi ramah lingkungan yang menerapkan zero west atau nol limbah dengan mengurangi ketergantungan pada bahan kimia yang merusak lapisan ozon. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 12, yaitu Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Inovasi ini mendukung target 12.4 dan 12.5 dengan mengelola emisi gas secara berkelanjutan dan memanfaatkan sumber daya alam lebih bijak untuk mencegah kerusakan lingkungan. Penggunaan metana yang tepat juga mendukung Tujuan 11 dan 13, yang menekankan pentingnya kota berkelanjutan dan aksi nyata dalam mitigasi perubahan iklim.

Keunggulan lain dari Biogas AC ini adalah efisiensi energinya. Dalam teknologi ini, metana diproses dan diubah menjadi energi yang cukup untuk menurunkan suhu tanpa perlu menggunakan listrik dalam jumlah besar, sehingga memberikan keuntungan signifikan bagi bangunan yang menggunakan sumber daya energi terbarukan. Pada bangunan hijau dan bangunan cerdas masa depan, Biogas AC dapat diintegrasikan dengan sistem pemantauan otomatis yang akan menyesuaikan suhu, kelembapan, dan kualitas udara secara real-time, menghasilkan lingkungan dalam ruangan yang lebih nyaman dan hemat energi. Hal ini juga mendukung standar baru untuk pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dan hemat energi, terutama di gedung-gedung perkantoran, apartemen, dan perumahan yang berada di kota-kota besar yang rentan terhadap suhu tinggi dan polusi udara.

Pengembangan Biogas AC melibatkan berbagai pihak untuk mencapai implementasi yang luas dan berdampak signifikan. Pihak yang terlibat meliputi pemerintah dan regulator yang bertugas menyusun kebijakan serta memberikan insentif bagi pembangunan yang ramah lingkungan, peneliti serta akademisi yang berperan dalam penelitian dan pengembangan teknologi pendingin berbasis biogas, perusahaan swasta yang dapat menyediakan infrastruktur dan sumber daya untuk produksi masal, serta masyarakat sebagai pengguna teknologi. Kolaborasi antara pihak-pihak ini akan mempercepat proses adopsi Biogas AC, serta menciptakan ekosistem yang mendukung lingkungan yang lebih bersih dan sehat. Pemerintah, misalnya, dapat mendukung program ini dengan memberikan insentif bagi bangunan yang menerapkan sistem pendingin berbasis biogas serta membuat regulasi untuk membatasi penggunaan AC berbasis freon..

Strategi implementasi dari Biogas AC ini dimulai dengan penelitian dan pengembangan yang berfokus pada pemanfaatan metana sebagai refrigeran yang aman, efisien, dan tahan lama. Kemudian, pengembangan kemitraan dengan industri dan pengenalan produk di pasar perlu dilakukan untuk membiasakan masyarakat dengan teknologi ini. Untuk mempercepat penerimaan publik, masyarakat juga harus diberikan edukasi mengenai pentingnya pengelolaan limbah organik dan manfaat penggunaan biogas sebagai pendingin udara. Uji coba Biogas AC di beberapa bangunan seperti fasilitas umum dan kantor pemerintah dapat menjadi langkah awal untuk membuktikan keefektifan teknologi ini dalam skala besar. Langkah ini perlu diikuti oleh monitoring dan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan bahwa teknologi ini benar-benar efektif dan ramah lingkungan.

Biogas AC memiliki potensi untuk menjadi solusi utama dalam menghadapi tantangan pemanasan global dan kebutuhan akan teknologi yang lebih berkelanjutan di masa depan. Dengan menggantikan freon yang berbahaya dengan metana dari limbah organik, Biogas AC tidak hanya membantu melestarikan lapisan ozon tetapi juga mendukung pengurangan limbah dan emisi gas rumah kaca. Sebagai bagian dari konsep bangunan hijau dan bangunan cerdas, teknologi ini menawarkan masa depan yang lebih hijau di tengah kondisi iklim yang semakin ekstrem. Biogas AC adalah wujud konkret dari inovasi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga selaras dengan upaya global untuk membangun infrastruktur yang mendukung keberlanjutan serta kualitas hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang.

KESIMPULAN

Kebutuhan akan pendinginan udara yang nyaman di iklim panas telah mendorong penggunaan AC berbasis freon, namun teknologi ini justru memperburuk pemanasan global akibat pelepasan gas CFC yang merusak lapisan ozon. Biogas AC menawarkan solusi inovatif dengan menggantikan freon berbahaya menggunakan metana dari biogas, sebuah alternatif ramah lingkungan yang memanfaatkan limbah organik. Hasil analisis menunjukkan bahwa teknologi ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan dari AC konvensional, tetapi juga mendukung konsep zero waste dan bangunan hijau yang lebih berkelanjutan. Dengan implementasi yang melibatkan pemerintah, industri, dan masyarakat, serta integrasi teknologi otomatisasi pada bangunan, Biogas AC diprediksi mampu menjadi alternatif pendinginan udara utama di masa depan, sejalan dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim

DAFTAR PUSTAKA

Malihah, L. (2022). Tantangan dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim dan mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan: Sebuah tinjauan. Jurnal Kebijakan Pembangunan, 17(2), 219-232.

Leontinus, G. (2022). Program dalam pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGS) dalam hal masalah perubahan iklim di Indonesia. Jurnal Samudra Geografi, 5(1), 43-52.

Susilawati, S. (2021). Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan. Electronic Journal Scientific of Environmental Health And Disease, 2(1), 25-31.

Hartoyo. (2014). Materi Kuliah Teknik Pendingin dan Tata Udara: AC WINDOW dan AC SPLIT. Pendidikan Elektro Fakultas Teknik: Universitas Negeri Yogyakarta.

Yusal, Y. (2017). Tinjauan etika terhadap penggunaan freon untuk mesin pendingin dalam filsafat ilmu. JIPFRI (Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah), 1(1), 29-36.)

Majanasastrs, R. B. S. (2015). Analisis Kinerja Mesin Pendingin Kompresi Uap Menggunakan Fe-36 Sebagai Alternatif Pengganti R-22. JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN, 3(1), 1-15.

Jamaaluddin, J. (2019). Sistem Kontrol Pendingin Mobil Ramah Lingkungan Berbasis Android. CYCLOTRON.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2024). Analisis Laju Perubahan Suhu Udara Rata-Rata Tahunan.

Kasli, E., Rehan, D., & Mazlina, H. (2019). AC Portable Tanpa Mengunakan Freon Sebagai Alternatif Pendingin Udara Ramah Lingkungan. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education), 7(1), 42-46.






.

About the Author: Johan Purwanto

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment