Desain Bangunan dengan Sistem Hidroponik dan Aeroponik sebagai Solusi Darurat Emisi Karbon
Disusun oleh Christopher Paros Sinaga
Pendahuluan
Perubahan iklim merupakan ancaman nyata dan mendesak yang dihadapi dunia saat ini terutama di Indonesia. Berdasarkan (Rama Aditya, 2024) menyatakan bahwa pada tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental yang mana anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40°C di atas zaman pra industri. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan air laut adalah beberapa dampak yang sudah kita rasakan hingga saat ini. Salah satu yang menjadi sorotan utama dari terjadinya krisis iklim ini adalah emisi gas rumah kaca terutama karbon dioksida (CO2).
Sumber: https://esgindonesia.com/
Di tengah padatnya perkotaan dan pertumbuhan bangunan-bangunan besar, bangunan dengan desain ramah lingkungan menjadi semakin relevan. Sektor bangunan yang meliputi proses konstruksi dan pengoperasian bangunan memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap emisi karbon global. Bayangkan gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, kota-kota yang terang benderang di malam hari, dan rumah-rumah mewah yang dilengkapi dengan teknologi terkini ternyata memiliki ancaman yang serius bagi bumi kita. Desain bangunan konvensional yang saat ini kita nikmati ternyata merupakan salah satu kontributor utama dalam krisis iklim global. Padahal, bangunan memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim. Desain bangunan yang ramah lingkungan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan agar kelestarian bumi dapat terus terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Namun hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan mengingat bahwa ada banyak tantangan yang harus dilalui dalam mewujudkannya karena memiliki beberapa pertimbangan yang mendalam terkait dengan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial dari suatu bangunan. Menurut (Angin, 2024),beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah biaya yang lebih tinggi hingga kurangnya pemahaman dan edukasi masyarakat, serta kurangnya regulasi yang mendukung pembangunan ramah lingkungan.
Bangunan ramah lingkungan merupakan bangunan yang didesain dengan memperhatikan 3 hal, yaitu : efisiensi penggunaan energi, air, dan sumber daya lain, kesehatan penghuni, melindungi dan meningkatkan produktivitas, serta pengurangan limbah, polusi, dan degradasi lingkungan (Karuniastuti, 2015). Bangunan ramah lingkungan sangat cocok untuk diterapkan di daerah perkotaan mengingat bahwa masih banyak bangunan-bangunannya yang belum menerapkan desain ramah lingkungan. Hal inilah yang seharusnya saat ini menjadi perhatian khusus bagi kita semua karena mengingat urgensi dari pembangunan berkelanjutan itu sendiri.
Pembahasan
Desain bangunan ramah lingkungan yang tepat diterapkan pada area padat penduduk atau perkotaan adalah sustainability and green design atau sering disebut bangunan hijau berkelanjutan. Bangunan ini menekankan penciptaan lingkungan binaan yang ramah dan keberlanjutan. Desain bangunan ini menggunakan cara inovatif untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah tersebut diantaranya seperti mengintegrasikan sejumlah tanaman hijau ke dalam bangunan dengan cara menggunakan sistem hidroponik atau aeroponik. Bangunan dengan konsep hidroponik atau aeroponik adalah bangunan yang dirancang dengan sistem penanaman tanaman di area tertentu yang terbatas tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam. Penanaman tanaman tersebut memiliki banyak tujuan seperti mengurangi emisi karbon, meningkatkan efisiensi energi, kenyamanan penghuni, dan estetika bangunan. Selain itu, bisa juga dengan menggunakan media tanam khusus dan sistem irigasi otomatis dengan tujuan mengurangi dampak emisi karbon (CO2), beberapa taman kantilever yang melubangi selubung bangunan, bukaan sirkulasi udara yang baik, pemilihan tanaman tropis alami untuk mengurangi perawatan, dan meminimalisir dinding bangunan terkena cahaya matahari langsung mencegah panas ditransmisikan langsung kedalam interior sehingga mengurangi biaya energi untuk mendinginkan ruangan internal.
Sumber: Sumber: https://esgindonesia.com/
Berdasarkan (GBC Indonesia, 2014), Green Building Council Indonesia (GBCI) memiliki kriteria kelayakan untuk bangunan yang sudah ada, yaitu: luas bangunan tidak lebih dari 4 lantai, tidak termasuk basement atau semi basement, minimal 70% dari luas lantai bangunan berfungsi sebagai hunian, memiliki dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tidak akan mengalami perubahan fungsi selama 3 tahun masa sertifikasi, serta memperhatikan keberkelanjutan, hemat energi, dan berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Berdasarkan (GBC Indonesia, 2013), Green Building Council Indonesia (GBCI) memiliki kriteria kelayakan untuk bangunan baru, yaitu : luas bangunan minimal 2.500 m2, kesediaan data gedung untuk diakses GBC Indonesia terkait proses sertifikasi, memiliki laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup (UKL/UPL), memiliki standar aksebilitas difabel, memiliki standar ketahanan gempa, memiliki standar keselamatan terhadap kebakaran, gedung memiliki fungsi sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW.
Beberapa karakteristik merupakan tujuan green building yang umumnya diadopsi adalah: menggunakan sumber energi terbarukan, meningkatkan isolasi termal, menggunakan peralatan elektronik yang hemat energi, memanfaatkan sinar matahari dan lokasi bangunan untuk pemanasan, pendinginan, dan pencahayaan alami, penataan taman dengan tanaman asli yang tahan kekeringan, praktik hemat air, mengurangi dan mendaur ulang limbah konstruksi dan pembongkaran. GBCI mengelola sistem penilaian bangunan hijau di Indonesia yang disebut Sertifikasi Greenship. Peringkat green building dibagi menjadi empat yaitu : Platinum, Emas, Perak, dan Perunggu. Peringkat tersebut mencerminkan tingkat keberlanjutan dan efisiensi bangunan dalam berbagai aspek lingkungan. Sertifikasi ini bertujuan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan pada sektor properti di Indonesia. Hal ini perlu untuk dilakukan karena nyatanya masih banyak bangunan di Indonesia yang belum menggunakan dan merealisasikan konsep tersebut sehingga kita perlu meningkatkan kesadaran dan upaya menerapkan konsep bangunan hijau secara lebih luas agar kita dapat menghadapi masalah lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan krisis air.
Kesimpulan
Perubahan iklim merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi semua orang karena keberhasilan hanya dapat terwujud jika semua orang berpartisipasi. Dengan merancang bangunan yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan, kita tidak hanya berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon, tetapi juga menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat dan nyaman bagi generasi mendatang. Berdasarkan beberapa permasalahan dan tantangan yang telah dibahas, maka salah satu solusi yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan membuat bangunan dengan desain yang ramah lingkungan. Salah satu desain bangunan ramah lingkungan yang dapat diterapkan pada area perkotaan adalah sustainability and green design yang menekankan pada penciptaan lingkungan binaan yang ramah dan keberlanjutan yang mana desain bangunan ini memiliki cara yang inovatif dalam mengurangi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Cara yang inovatif tersebut diantaranya seperti mengintegrasikan sejumlah tanaman hijau ke dalam bangunan dengan cara menggunakan sistem hidroponik atau aeroponik. Kemudian, cara lainnya adalah dengan menggunakan media tanam khusus dan sistem irigasi otomatis yang dapat mengurangi dampak emisi karbon (CO2). Namun hal ini tentu saja tidak bisa terwujud begitu saja. Perlu adanya kesadaran masyarakat, regulasi dari pemerintah, serta teknologi yang inovasi untuk mewujudkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Angin, A. P. (2024). ARSITEKTUR BERKELANJUTAN: TANTANGAN DAN INOVASI MENUJU BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN. WriteBox, 1(3).
GBC Indonesia. (2013). Greenship untuk Bangunan Baru Versi 1.2.
GBC Indonesia. (2014). Greenship Homes Version 1.0.
Karuniastuti, N. (2015). BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN. Swara Patra : Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 5(1). https://ejurnal.ppsdmmigas.esdm.go.id/sp/index.php/swarapatra/article/view/110
Rama Aditya. (2024, February 10). BMKG: Dampak Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan..