Langkah Hijau Masa Depan: Bangunan Cerdas Berkelanjutan di Tengah Tantangan Energi di Era Perubahan Iklim
Disusun oleh: Alysha Ananda Shafa
Berkembangnya teknologi yang pesat dalam kecerdasan buatan dan kontruksi telah membawa perubahan pesat dalam berbagai sekor, terutama pembangunan cerdas dan ramah lingkungan. Di satu sisi, tentunya kemajuan teknologi menawarkan peluang besar untuk menciptakan infrakstrukstur dan ramah lingkungan yang lebih efisien. Namun di tengah kemajuan perkembangan teknologi, ada tantangan besar terkait perubahan iklim yang menuntut untuk berupaya penghematan energi. Bangunan cerdas dan hijau bisa menjadi prioritas solusi untuk mengurangi konsumsi energi secara signifikan.
Indonesia, sebagai negara iklim tropis panas dan lembap, menghadapi berbagai tantangan dalam beradaptasi konsep bangunan hijau dan cerdas. Urbanisasi yang cepat, pertumbuhan populasi yang pesat, tentunya membutuhkan infrastuktur modern dan pembangunan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Mengatasi tantangan ini memerlukan pendekatan inovatif yang tidak hanyak hanya mempertimbangankan aspek teknologi, tetapi juga kesiapan infrastuktur, dan kesadaran masyarakat.
Sebagai hasil dari urbanisasi yang terus menerus secara berkelanjutan secara global, jumlah bangunan (perumahan dan komersial) meningkat tajam, baik di kota kecil maupun di kota besar. Konsep pembangunan bangunan tradisional memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan global karena emisi gas rumah kaca yang sangat besar dari bangunan semacam ini, penggunaan air yang sangat besar dan juga air limbah, penggunaan bahan bangunan yang tidak ramah lingkungan yang menghasilkan CO2 dan limbah bangunan seperti plastik, beton, kaca, kayu, logam, dan lain-lain. Untuk memiliki kota yang hijau dan berkelanjutan, kita perlu membuat bangunan yang hijau dan berkelanjutan. Tidak hanya untuk bangunan baru, namun juga penting untuk menerapkan teknologi hijau dan berkelanjutan pada bangunan yang sudah ada.
Sumber: https://depobeta.com/
Bangunan ‘hijau’ adalah bangunan yang dalam desain, konstruksi atau operasinya, mengurangi atau menghilangkan dampak negatif, dan dapat menciptakan dampak positif, terhadap iklim dan lingkungan alam kita. Bangunan hijau melestarikan sumber daya alam yang berharga dan meningkatkan kualitas hidup kita. Membuat bangunan hijau perlu mempertimbangkan beberapa faktor kunci seperti material yang digunakan untuk konstruksi, sumber energi sumber energi, dan manajemen. Setiap faktor kunci memiliki peran yang efektif yang akan dibahas selanjutnya. Material yang digunakan dalam bangunan hijau material yang digunakan untuk bangunan hijau umumnya didapatkan dari sumber-sumber alami dan terbarukan, dengan tetap dengan mempertimbangkan beberapa faktor penting seperti daya tahan, biaya energi dalam transportasi, minimalisasi limbah, dll. Bangunan memainkan peran khusus dalam kehidupan manusia karena sebagian besar waktu seseorang dihabiskan di dalam bangunan yang dapat berupa rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, hotel atau rumah sakit. Kesehatan fisik dan terutama kesehatan mental seseorang sering kali bergantung pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, sebuah bangunan memiliki peran yang signifikan dalam menentukan semangat kerja, efisiensi kerja, efisiensi waktu, produktivitas, dan kepuasan secara keseluruhan. Selanjutnya apa yang dimaksud dengan Bangunan Cerdas? Bangunan cerdas mengacu pada bangunan yang berperilaku cerdas dengan koordinasi sistem heterogen yang berbeda dengan menggabungkan teknologi cerdas. Di bangunan cerdas, berbagai peralatan seperti sistem pencahayaan, pemanas, dan pendingin ruangan, sistem keamanan, sistem parkir, dan lain-lain berkomunikasi tidak hanya dengan penghuninya tetapi juga dengan satu sama lain, baik secara langsung maupun melalui unit kontrol pusat untuk memberikan penghuninya kehidupan yang nyaman, aman, dan hemat energi.
Bagi Indonesia, pembangunan berkelanjutan melalui konsep bangunan pintar dan hijau bukan hanya sekedar tren, namun merupakan kebutuhan yang mendesak. Mengapa? Karena Indonesia sedang mengalami urbanisasi yang pesat, yang berarti lebih banyak permintaan energi, terutama di kota-kota besar. Ditambah lagi, dampak perubahan iklim dapat mengancam berbagai aspek kehidupan di Indonesia, mulai dari bencana alam yang lebih sering terjadi hingga kualitas udara yang memburuk. Dengan membangun bangunan yang hemat energi dan ramah lingkungan, Indonesia dapat mengurangi jejak karbon sekaligus memastikan keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang. Hal ini juga membantu mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang tidak terbarukan dan memicu dampak ekonomi yang positif-misalnya, biaya operasional yang lebih rendah karena bangunan pintar mencapai efisiensi energi. Sehingga, mengadopsi teknologi bangunan pintar dan hijau di Indonesia tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga meningkatkan ketahanan ekonomi di masa depan.
Di Indonesia, infrastruktur hijau masih mengalami berbagai hambatan. Masalah utamannya meliputi kurangnya pemahaman masyarakat, minimnya tenaga ahli, dan biaya yang tinggi untuk penerapan teknologi ramah lingkungan. Faktor lain adanya lemah kontrol pemerintah atas kebijakan penggunaan lahan yang berorientasi pada lingkungan dan adanya tendensi dari pihak swasta yang lebih fokus keuntungan daripada kelestarian lingkungan, dan juga kurangnya sosialisasi dan edukasi pemerintah maupun lembanga swadaya masyarka(LSM) juga berperan dalam rendahnya kesadaran akan pentingnya infrastuktur hijau.
Selain itu ada beberapa dampak dari kurangnya infrastruktur teknologi hijau, di 3 aspek :
1. Lingkungan :
Berkurangnya keanekaragaman hayati perkotaan.
Minimnya vegetasi asli yang sesuai dengan curah hujan, dan kondisi setempat, sehingga kurang mendukung ekosistem lokal.
Rendahnya kesadaran lingkungan di kalangan warga membuat mereka kurang peduli pada keberlanjutan lingkungan.
Penurunan kualitas air akibat meningkatnya sedimen, mineral berlebih, dan kontaminan lain yang terbawa aliran air hujan tanpa system penyaringan alami.
Tidak terkontrolnya aliran air hujan yang menyebabkan erosi tanah karena aliran air tidak tertahan.
2. Sosial :
Kurangnya dorongan bagi masyrakat untuk beraktivitas di luar ruangan, seperti jalan kaki, bersepeda, dan beriteraksi dengan alam.
Kehilangan karakter dan identitas kota, sheingga lingkungan cenderung menjadi keras dan monoton.
Peningkatan suhu perkotaan karena kurangnya pohon dan infrastruktur hijau untuk memberikan keteduhan melalui evapotranspirasi.
Penurunan kualitas udara dan peningkatan gas rumah kaca karena ketiadaan pohon untuk menyerap karbon dioksida, nitrogen oksida, dan polutan lainnya.
3. Ekonomi :
Kenaikan suhu lokal dan kurangnya peneduhan pada permukaan bangunan yang meningkatkan kebutuhan pendinginan, sehingga meningkatkan konsumsi energi dan biaya.
Tidak terkendalinya aliran air hujan yang memberikan tekanan berlebih pada system drainase. Hal ini memperpendek umur infrastuktur seperti kolam retensi dan pipa drainase.
Penurunan estetika lingkungan sehingga terjadinya rendahnnya nilai properti serta daya tarik pasar di Kawasan yang kurang hijau.
Mengatasi keterbatasan infrastruktur dalam mengintegrasikan teknologi dalam Smart Building adalah tantangan yang signifikan, tetapi dapat diatasi dengan beberapa langkah strategis. Untuk memperkuat infrastruktur, ada beberapa langkah penting yang dapat dilakukan. Pertama, meningkatkan anggaran yang memadai untuk menjamin pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan infrastruktur yang berkelanjutan. Perencanaan dan manajemen efektif juga dibutuhkan agar sumber daya digunakan secara efisien sesuai kebutuhan. Investasi dalam teknologi modern dan infrastruktur yang terintegrasi membantu meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan. Selain itu, peningkatan keterampilan sumber daya manusia melalui pelatihan dapat mendukung pemeliharaan infrastruktur. Kebijakan dan regulasi yang mendukung, serta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek, dapat mencegah penyalahgunaan anggaran. Kemitraan pemerintah-swasta juga dapat memastikan sumber daya dan keahlian tambahan. Pengawasan yang berkesinambungan memungkinkan perbaikan tepat waktu, sementara fokus pada kebutuhan yang lebih diprioritaskan memastikan alokasi sumber daya yang lebih bijaksana untuk mengatasi masalah yang paling mendesak.
Solusi IoT pada bangunan hijau berkontribusi pada kesejahteraan penghuni secara keseluruhan. Dengan memantau kualitas udara, suhu, dan pencahayaan, sistem IoT memastikan bahwa lingkungan dalam ruangan kondusif untuk kesehatan dan produktivitas. Pendekatan yang berpusat pada manusia ini sangat penting dalam menciptakan ruang yang tidak hanya hemat sumber daya, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan mereka yang menggunakannya. Masa depan manajemen gedung berkelanjutan terletak pada integrasi lebih lanjut antara IoT dengan teknologi baru lainnya. Kombinasi IoT dengan kecerdasan buatan (AI), misalnya, dapat menghasilkan sistem manajemen gedung yang lebih canggih. Sistem ini dapat memprediksi kebutuhan perawatan, mengoptimalkan penggunaan energi, dan bahkan beradaptasi dengan perubahan perilaku dan preferensi penghuni. Tantangan dalam menerapkan solusi IoT pada bangunan hijau termasuk memastikan keamanan dan privasi data, serta interoperabilitas perangkat dan sistem IoT yang berbeda. Mengatasi tantangan-tantangan ini sangat penting untuk keberhasilan adopsi IoT dalam manajemen gedung yang berkelanjutan.
Solusi IoT yang inovatif mendefinisikan ulang manajemen bangunan berkelanjutan. Integrasi IoT pada bangunan hijau mengarah pada pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien, meningkatkan kenyamanan penghuni, dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan binaan secara keseluruhan. Seiring dengan perkembangan teknologi, IoT akan memainkan peran yang semakin penting dalam membentuk masa depan arsitektur dan manajemen bangunan yang berkelanjutan.
1. Pemantauan dan Kontrol Energi Waktu Nyata
Dengan teknologi smart building, manajemen energi dapat dilakukan secara real-time, sehingga memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien. Sensor pintar dipasang di seluruh gedung untuk memantau konsumsi listrik, air, dan gas untuk mengidentifikasi area yang menggunakan energi secara berlebihan. Sebagai contoh, sistem pencahayaan otomatis dapat menyesuaikan intensitas cahaya berdasarkan waktu atau jumlah penghuni ruangan. Hal ini tidak hanya menghemat biaya energi tetapi juga membantu menurunkan emisi karbon.
2. Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Teknologi smart building memungkinkan integrasi sumber energi terbarukan seperti panel surya atau turbin angin. Sistem dapat secara otomatis beralih ke sumber energi terbarukan ketika tersedia, misalnya, ketika ada cukup sinar matahari untuk panel surya. Sistem ini juga dapat memonitor penyimpanan baterai untuk memastikan pasokan energi terbarukan yang stabil. Kombinasi ini membantu bangunan hijau menjadi mandiri secara energi namun tetap ramah lingkungan.
3. Integrasi IoT untuk Efisiensi dan Kenyamanan Penghuni
Internet of Things (IoT) di smart building dapat membantu menciptakan lingkungan dalam ruangan yang lebih sehat dan nyaman bagi penghuninya. Sensor IoT yang ditempatkan di seluruh gedung dapat mengukur kualitas udara, tingkat polusi, suhu, dan kelembapan. Data ini kemudian digunakan untuk mengatur ventilasi, pendingin ruangan, dan pencahayaan. Teknologi ini memberikan kualitas udara yang lebih bersih, mengurangi risiko kesehatan bagi penghuni, dan menumbuhkan lingkungan yang lebih produktif.
4. Penggunaan Sistem Manajemen Gedung Pintar (SBMS)
Sistem Manajemen Smart Building (SBMS) menggunakan analisis data dan pembelajaran mesin untuk mengoptimalkan kinerja gedung. Sistem ini memonitor peralatan gedung utama seperti sistem HVAC, pemanas, dan pencahayaan, serta menjadwalkan pemeliharaan agar semuanya berjalan secara efisien. Dengan SBMS, manajer gedung dapat mendeteksi masalah operasional lebih awal, mencegah kerusakan besar, dan meningkatkan penghematan energi.
5. AI untuk Prediksi dan Adaptasi
Teknologi AI di smart building membantu memprediksi pola penggunaan energi dan mengadaptasi operasi bangunan. AI dapat mempelajari aktivitas penghuni, seperti ketika kebanyakan orang berada di ruangan tertentu, untuk mengontrol AC atau pencahayaan yang sesuai. Dengan memahami pola-pola ini, AI dapat membuat prediksi yang mengarah pada efisiensi energi yang lebih tinggi, mengurangi biaya operasional, dan mengurangi dampak lingkungan bangunan.
6. Efisiensi Ekonomi dan Keberlanjutan Jangka Panjang
Infrastruktur hijau dengan teknologi bangunan pintar bermanfaat bagi lingkungan sekaligus memberikan penghematan biaya operasional jangka panjang. Misalnya, pengurangan penggunaan listrik dan air akan menurunkan biaya operasional gedung. Selain itu, menerapkan teknologi hijau dapat menarik penyewa atau investor yang sadar lingkungan, sehingga meningkatkan daya saing dan nilai ekonomi bangunan. Penggunaan sumber daya yang efisien dan peningkatan produktivitas penghuni menciptakan lingkungan yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi.
7. Dukungan Kebijakan dan Edukasi
Untuk mendukung adopsi teknologi smart building, dukungan kebijakan pemerintah sangat penting, seperti subsidi pajak untuk bangunan yang menerapkan smart building atau subsidi untuk penggunaan energi terbarukan. Selain itu, kampanye edukasi publik tentang pentingnya bangunan hijau dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong lebih banyak bisnis dan individu untuk memilih tinggal atau bekerja di bangunan ramah lingkungan.
8. Peningkatan Kualitas Bahan dan Praktik Konstruksi yang Lebih Ramah Lingkungan
Smart building yang berkelanjutan membutuhkan material bangunan yang hemat energi dan ramah lingkungan. Inovasi dalam material bangunan, seperti menggunakan beton daur ulang atau material pengurang panas, sangat penting untuk mencapai bangunan hijau. Menerapkan praktik konstruksi yang lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan energi terbarukan selama proses konstruksi, juga mendukung pembangunan yang lebih berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dengan perubahan iklim dan krisis energi yang sekarang menjadi isu global yang semakin mendekak menuntut solusi yang efektif dalam penggunaan energi di infrastruktur bangunan hijau. Teknologi bangunan cerdas menjadi langkah solusi untuk mengurangi konsumsi energi secara signifikan dan kita bisa mewujudukan bangunan yang lebih efisien dan raha lingkungan untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau di Indonesia.
Untuk menjawab tantangan keterbatasan infrastruktur hijau, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti kurangnya kesadaran masyarakat, kurangnya tenaga profesional yang terampil, dan tingginya biaya untuk menerapkan teknologi ramah lingkungan. Tantangan-tantangan ini menegaskan perlunya pendekatan kolaboratif yang melibatkan dukungan kebijakan pemerintah, edukasi publik, dan keterlibatan sektor swasta untuk mendorong adopsi yang lebih luas dari praktik-praktik bangunan cerdas dan ramah lingkungan.
Selain teknologi, faktor-faktor utama seperti material konstruksi yang berkelanjutan, praktik pembangunan ramah lingkungan, dan kesadaran masyarakat juga memainkan peran penting. Melalui konstruksi hijau dan perencanaan kota yang matang, Indonesia dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, memperbaiki kualitas air dan udara, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Ke depannya, penting bagi semua pihak, termasuk lembaga pemerintah, pengembang, masyarakat, dan lembaga keuangan, untuk bersatu dan secara aktif berkontribusi dalam transisi menuju bangunan pintar yang berkelanjutan. Bersama-sama, upaya ini dapat mendorong Indonesia menuju masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan, yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat untuk generasi yang akan datang..
Daftar Pustaka
Arifin, Z., Ariantini, M. S., Sudipa, I. G. I., Chaniago, R., Suryani, Devi Dwipayana, A., Adriani, …, Rumata, N. A. (2023). Green technology: Penerapan teknologi ramah lingkungan berbagai bidang. Jakarta: Penerbit Lingkungan Berkelanjutan.
Purba, O., Muhammadiah, M., Syamil, A., Nooraini, A., Sepriano, S., Sa’dianoor, S., & Gunawan, A. F. (2023). Dasar hukum & analisis tata kelola ibu kota negara dari berbagai bidang. Jakarta: Penerbit Hukum Nasional.
Zein, M. H. M., & Septiani, S. (2023). Teori dan kebijakan pembangunan. Jakarta: Penerbit Pembangunan Maju.
University College of Estate Management. (n.d.). Green infrastructure. UCEM. Diakses pada 4 November 2024, dari https://www.ucem.ac.uk/whats-happening/articles/green-infrastructure/
Axios. (n.d.). Mengintegrasikan teknologi untuk mewujudkan smart city. Diakses pada 4 November 2024, dari https://axios.id/mengintegrasikan-teknologi-untuk-mewujudkan-smart-city/
Avigilon. (n.d.). Smart building technology. Diakses pada 4 November 2024, dari https://www.avigilon.com/blog/smart-building-technology
Panda. (n.d.). Mengatasi kesenjangan infrastruktur melalui kecerdasan buatan: Transformasi fasilitas desa. Diakses pada 6 November 2024, dari https://www.panda.id/mengatasi-kesenjangan-infrastruktur-melalui-kecerdasan-buatan-transformasi-fasilitas-desa/
Seputar Birokrasi. (n.d.). Mengatasi masalah keterbatasan infrastruktur dalam meningkatkan pelayanan publik. Diakses pada 6 November 2024, dari https://seputarbirokrasi.com/mengatasi-masalah-keterbatasan-infrastruktur-dalam-meningkatkan-pelayanan-publik/
Rahmi, D. (2012, Desember 11). Problem penerapan green infrastructure di Indonesia. Diakses pada 3 November 2024, dari https://debbyrahmi.wordpress.com/2012/12/11/problem-penerapan-green-infrastructure-di-indonesia/
Pramanik, P. K. D., Mukherjee, B., Pal, S., Pal, T., & Singh, S. P. (2021). Green smart building: Requisites, architecture, challenges, and use cases.