Green and Renewable Area: Biomass to Liquid Fischer-Tropsch (BTL-FT) Diesel Terintegrasi Berbasis Lignoselulosa sebagai Kawasan Industri Hijau dan Terbarukan
Ditulis oleh Dinda Regista Aprilia
Pendahuluan
Energi merupakan suatu kebutuhan pokok yang dapat menunjang segala aktivitas manusia seperti kegiatan perekonomian, rumah tangga, bisnis, dan transportasi. Namun, sebagian besar suplai energi saat ini berasal dari bahan bakar fosil yang akan habis. Ketersediaan bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, dan minyak bumi) diprediksi akan habis berturut-turut dalam kurun waktu 114 tahun, 52,8 tahun, dan 50,7 tahun (Setyono et al., 2019). PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) juga menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK) sehingga terjadi perubahan iklim yang tidak stabil (Pertamina, 2020).
Data World Resource Institute (WRI) tahun 2020, menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara ke-8 sebagai negara terbesar penyumbang emisi GRK dengan emisi CO2 sebesar 2% dari total emisi global yang sebesar 33,9 gigaton. Oleh karenanya, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK hingga 29% dari kondisi business as usual di tahun 2030 (IESR, 2017). Salah satu cara yang dapat dilakukan Indonesia untuk memenuhi komitmen tersebut adalah meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Popp et al. (2021) menjelaskan, EBT yang dapat mengurangi emisi CO2 adalah biomassa. Biomassa diyakini dapat menangkap kembali CO2 yang dihasilkan dari pembakaran.
Bahan bakar yang diperoleh dari biomassa didefinisikan sebagai biofuel. Biofuel yang umum digunakan saat ini adalah biodiesel Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang diproduksi melalui transesterifikasi minyak nabati. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Sauciuc et al. (2011), biodiesel FAME memiliki kelemahan diantaranya terdapat kandungan oksigen didalamnya, hanya minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku, persaingan antara produksi biodisel dengan tanaman pangan, dan tidak dapat digunakan dalam bentuk murni (B100). Hal ini sejalan dengan penelitian Pattanaik et al. (2017), biodiesel memiliki kandungan oksigen sebesar 10% fraksi massa yang menyebabkan tingkat oksidasi menjadi tinggi sehingga terjadi pembakaran hidrokarbon yang tidak sempurna (Hasan et al., 2015). Hal inilah yang mengakibatkan pembakaran pada mesin menghasilkan emisi karbon monoksida (CO) dan nitrogen (NOx) yang cukup tinggi.
Saat ini, sintesis kimia dari biomassa lignoselulosa telah banyak dikembangkan untuk menggantikan turunan fosil dan biodiesel generasi pertama (Lynd, 2017). Sintesi kimia tersebut bernama sintesis Fischer-Tropsch (FT). Sintesis FT merupakan hidrogenasi hasil gasifikasi lignoselulosa berupa syngas sehingga menghasilkan senyawa hidrokarbon yang tinggi (Dos Santos, 2019). Menurut Laurent (2019), sintesis ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Afrika (Sasol), Malaysia (Shell), Jerman (Chorent), China (Shenshua Erdos Coal To Liquid), Qatar (Sasol Chevron), dan India (Donyi Polo). Sintesis ini dipilih dikarenakan memiliki keunggulan, diesel yang dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi, tidak terdapat kandungan oksigen didalamnya, dan viskositas yang rendah (Bezergianni dan Dimitriadis, 2013). Hal ini ditambahkan, tentang Indonesia yang merupakan negara agraris sehingga biomassa lignoselulosa yang dihasilkan cukup potensial untuk membuat Biomass to Liquid (BTL-FT) Diesel.
Didasari pada ketersediaan bahan bakar fosil, masalah emisi gas rumah kaca (GRK), kelemahan biodisel FAME, dan keunggulan sintesis Fischer-Tropsch (FT), Green and Renewable Area hadir sebagai solusi. Hadirnya gagasan ini sebagai solusi untuk mengoptimalkan potensi lignoselulosa dan permasalahan yang ada dengan cara membuat kawasan industri BTL-FT Diesel terintegrasi berbasis lignoselulosa. Oleh karenanya, jelas dari gagasan ini bertujuan mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-7 (energi bersih dan terjangkau), poin ke-8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), poin ke-9 (industri, inovasi, dan infrastruktur), serta poin ke-12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab). Cita-cita yang berkelanjutan ini juga sebagai pengharapan menuju Indonesia net zero emission 2050.
Biomassa lignoselulosa sebagai Solusi
Biomassa lignoselulosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang melimpah di Indonesia. Biomassa lignoselulosa terdiri dari selulosa (40% – 50%), hemiselulosa (20% – 40%), dan lignin (10% – 40%) (Keryanti, 2018). Biomassa lignoselulosa dapat berasal dari limbah pertanian, limbah kehutanan, produk samping pengolahan agribisnis, limbah industri hasil kehutanan dan pertanian, tanaman energi, maupun sampah aktivitas rumah tangga serta perkotaan. Berdasarkan data Direktorat Bioenergi (2013), ketersediaan limbah biomassa di Indonesia sebesar 420 juta ton dengan potensi energi 4 milyar GJ. Berikut merupakan rincian potensi biomassa lignoselulosa di Indonesia yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian potensi biomassa lignoselulosa di Indonesia
(Sumber: Direktorat Bioenergi 2013)
No | Nasional | Ketersediaan (ton) | Potensi Enegeri (GJ) | Potensi Umum (Mwe) |
1 | Kelapa Sawit | 128.580.676 | 1.629.965.271 | 12.654 |
Serat (fiber) | 12.830.950 | 180.778.665 | 1.231 | |
Cangkang (shell) | 6.136.541 | 108.861.141 | 759 | |
Tadan kosong (EFB) | 23.988.298 | 118.757.608 | 827 | |
Limbah cair (POME) | 1.694.951 | 34.903.142 | 430 | |
Pelepah | 75.517.083 | 1.063.384.453 | 8.430 | |
Tanam ulang | 8.412.853 | 123.280.262 | 977 | |
2 | Tebu | 16.713.798 | 163.332.675 | 1.294 |
Ampas tebu | 9.559.395 | 73.470.505 | 582 | |
Daun & pucuk tebu | 7.154.403 | 89.862.170 | 712 | |
3 | Karet | 19.039.860 | 350.747.462 | 2.781 |
Tanaman ulang | 19.039.860 | 350.747.462 | 2.781 | |
4 | Kelapa | 1.503.061 | 28.727.744 | 178 |
Sabut kelapa | 1.119.301 | 15.464.755 | 119 | |
Tempurung kelapa | 383.760 | 13.262.989 | 59 | |
5 | Padi | 103.387.077 | 1.237.195.839 | 9.808 |
Sekam | 13.016.712 | 180.592.857 | 1.432 | |
Jerami | 90.370.365 | 1.056.602.982 | 8.376 | |
6 | Jagung | 19.184.022 | 218.647.972 | 1.733 |
Tongkol | 4.263.116 | 62.470.849 | 495 | |
Batang dan daun | 14.920.906 | 156.177.123 | 1.238 | |
7 | Ubi kayu | 39.480.726 | 10.089.673 | 271 |
Limbah cair | 39.480.726 | 10.089.673 | 271 | |
8 | Kayu | 10.639.827 | 159.424.495 | 1.335 |
Lindi hitam | 7.967.045 | 110.076.196 | 955 | |
Limbah kayu | 2.672.782 | 49.348.299 | 380 | |
9 | Sapi | 53.782.761 | 35.496.619 | 535 |
Kotoran | 53.782.761 | 35.496.619 | 535 | |
10 | Sampah kota | 28.315.789 | 260.649.740 | 2.006 |
Organik basah | 18.499.755 | – | – | |
Refuse derived fuel | 9.816.034 | 260.649.740 | 2.066 | |
TOTAL | 420.627.597 | 4.094.277.490 | 32.655 |
Biomassa lignoselulosa dapat dikonversi menjadi senyawa kimia melalui proses pirolisis. Proses pirolisis pada lignoselulosa mempunyai tipikal kaya akan gas-gas alkene (Ginting, 2014). Senyawa phenol, alkane, dan aldehid juga diproduksi dari proses pirolisis. Proses pirolisis lignoselulosa biomassa terdiri dari empat tahapan yaitu pelepasan uap air, dekomposisi hemiselulosa, dekomposisi selulosa, dan dekomposisi lignin. Menurut Yang et al. (2007), dekomposisi hemiselulosa, selulosa, dan lignin berturut-turut pada suhu 220℃ – 315℃, 315℃ – 300℃, dan 150℃ – 900℃.
BTL-FT (Biomass to Liquid Fischer-Tropsch) Diesel adalah bahan bakar terbarukan yang dihasilkan melalui proses sintesis Fischer-Tropsch pada syngas hasil gasifikasi. BTL-FT Diesel memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan diesel turunan fosil dan biodiesel generasi pertama yang dihasilkan melalui transesterifikasi minyak nabati. Hal ini dikarenakan, BTL-FT Diesel memiliki bilangan setana sebesar 75 yang lebih tinggi kandungan oksigen yang rendah dibandingkan dengan biodiesel fame dan diesel fosil (Rantanen et al., 2005). Komposisi bahan bakar sintesis petrokimia BTL-FT Diesel terdiri dari hidrokarbok parafin linier dengan nol senyawa aromatik dan sulfur. Komposisi masing-masing bahan bakar dan sifatnya pada setiap produk diesel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan komposisi dan sifat bahan bakar setiap produk diesel
(Sumber: Rantanen et al. 2005)
Sifat Bahan Bakar | Biodiesel Fame | BTL-FT Diesel | Diesel Fosil |
Densitas @ 15℃ (kg/m3) | 885 | 770 – 785 | 835 |
Viskositas @ 40℃ (mm2/s) | 4,5 | 3,2 – 4,5 | 3,5 |
Bilangan setana | 51 | 73 – 81 | 53 |
Distilasi 10% vol (℃) | 340 | 260 | 200 |
Distilasi 90% vol (℃) | 355 | 325 – 330 | 350 |
Nilai kalor yang lebih rendah (MJ/kg) | 38 | 43 | 43 |
Nilai kalor yang lebih rendah (MJ/L) | 34 | 34 | 36 |
Poliaromatik (wt%) | 0 | 0 | 8 |
Oksigen (wt%) | 11 | 0 | 0 |
Sulfur (pmw) | <10 | <10 | <10 |
Gagasan Green and Renewable Area
Green and Renewable Area hadir sebagai model kawasan industri BTL-FT Diesel berbasis lignoselulosa guna mewujudkan pemenuhan energi terbarukan dan net zero emission 2050 di Indonesia. Green and Renewable Area menjadi sistem produksi hingga distribusi green diesel atau BTL-FT Diesel. Green and Renewable Area terdiri dari dua kawasan utama yaitu Green-Production (GP) dan Green-Distribution (GD) yang terdapat pada Gambar 1. Secara khusus, Green and Renewable Area berkontribusi dalam mewujudkan target bauran energi baru terbarukan pada tahun 2025 dan 2050. Kontribusi yang diberikan oleh Green and Renewable Area guna mewujudukan target bauran tersebut sebesar 2.089.690,86 ton/tahun sebagaimana yang tercantum pada Lampiran 1.
Gambar 1. Konsep kawasan industri Green and Renewable Area
1. Green-Production (GP)
Green-Production (GP) merupakan kawasan yang bertugas untuk menghasilkan BTL-FT Diesel dari limbah biomassa berupa lignoselulosa. Kawasan Green-Production (GP) meliputi warehouse area dan production area.
Gambar 2. Kawasan Green-Production (GP)
a. Warehouse Area
Warehouse area merupakan gudang bahan baku utama yang berada di sekitar lokasi implementasi. Lignoselulosa yang telah didapatkan dari lokasi implementasi ditimbang terlebih dahulu di jembatan timbang. Selanjutnya dilakukan perlakuan berupa sifat fisik dan panas sebelum memasuki production area. Sifat fisik yang dilakukan berupa pemotongan lignoselulosa hingga berukuran seragam yakni 2 inci. Sifat panas yang dilakukan berupa pengeringan menggunakan radiasi matahari atau menggunakan dryer hingga kadar air 20% -30%. Hal ini dimaksudkan agar lignoselulosa mudah dikonversi menjadi syngas. Setelah dilakukan perlakuan tersebut, lignoselulosa akan dibawa menggunakan conveyor hingga masuk ke dalam production area.
b. Production Area
Production area merupakan kawasan kritis dalam konsep Green and Renewable Area yang mengubah biomassa menjadi syngas dan syngas menjadi BTL-FT Diesel. Production area meliputi gasifier, ventury scrubber, wet blower, heat exchanger, mist eliminator, filter, pompa, dan sensor. Melalui gasifier, biomassa dikonversi menjadi syngas (CO + H2), CO2, CH4, dan partikulat kecil seperti arang dan tar. Proses gasifikasi yang dilakukan di dalam production area berupa fluized bed. Hal ini dikarenakan proses yang akan dilakukan pada temperatur seragam sehingga konversi karbon yang didapatkan tinggi.
2. Green-Distribution (GD)
Green-Distribution (GD) merupakan kawasan yang bertugas untuk menditribusikan BTL-FT Diesel yang telah dihasilkan. Kawasan Green-Distribution meliputi storage area dan office area.
Gambar 3. Kawasan Green-Distribution
a. Storage Area
Storage area merupakan tangki-tangki besar yang didalamnya terdapat BTL-FT Diesel yang telah dialirkan melalui pipa dari production area. BTL-FT yang terdapat di dalam storage area selanjutnya akan didistribusikan ke seluruh Indonesia melalui jalur darat dan laut. Gagasan harus dapat terukur guna mengetahui perkembangan menuju pencapaian target yang telah ditentukan. Indikator yang dipilih untuk mengetahui perkembangan adalah ananlisis diesel yang dihasilkan dari masing-masing lignoselulosa melalui Green and Renewable Area. Berikut merupakan indikator tersebut yang disajikan dalam Gambar 4.
Kelapa Sawit | Kelapa | Karet | |
Diesel yang dihasilkan (ton/tahun) | 1.886.081,52 | 109.142,62 | 94.466,72 |
b. Office Area
Office area menjadi pusat monitoring dan pengambil keputusan dalam rantai pasok, produksi, dan distribusi Green and Renewable Area. Selain itu, office area berguna menjadi pusat data dan informasi serta pihak eksternal dalam melakukan kerjasama Green and Renewable Area. Green and Renewable Area akan diimplementasikan dengan luas area 26,57 ha di Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau sebagaimana yang tercantum pada Gambar 5.
Gambar 5. Lokasi implementasi Green and Renewable Area
Lokasi ini dipilih dikarenakan Riau merupakan daerah produksi perkebunan penunjang ekonomi terbesar di Indonesia. Kelapa sawit, kelapa, dan karet merupakan tiga komoditas unggulan perkebunan di Riau. Berdasarkan data BPS pada tahun 2019, produksi perkebunan di Riau mencapai 8.261.779 ton dengan rincian kelapa sawit sebesar 7.466.260 ton, kelapa sebesar 417.172 ton, dan karet sebesar 373.726 ton. Data produksi ini menunjukkan bahwa Riau merupakan daerah potensial untuk mengimplementasikan Green and Renewable Area. Mengingat bahan baku dari Green and Renewable Area adalah biomassa berbasis lignoselulosa. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Zalfiatri dan Kunaifi (2016), Riau merupakan salah satu daerah penyimpan potensi sumber energi alternatif yang belum terinventarisir dan termanfaatkan secara optimal. Hasil analisis dengan pendekatan yang telah dilakukan Papilo et al. (2015), menunjukkan bahwa total energi teoritis biomassa yang dapat dihasilkan Provinsi Riau sebesar 77.446.754,8 Gj/tahun.
Lokasi Green and Renewable Area tepat diimplementasikan sebagaimana tercantum pada Gambar 5 dikarenakan dekat dengan pusat Kota Pekanbaru dan Sungai Siak. Pertimbangan diimplementasikan dekat dengan pusat Kota Pekanbaru adalah konflik masyarakat, akses pembangunan, akses pembawaan raw material, dan akses penyuplaian BTL-FT Diesel yang telah dihasilkan. Melalui pertimbangan ini, besar harapan Green and Renewable Area layak untuk diterapkan. Penyuplaian BTL-FT Diesel yang telah dihasilkan dapat melalui jalur darat dan laut. Namun, penyuplaian ditekankan pada jalur laut yakni Sungai Siak. Hal ini ditujukan agar BTL-FT Diesel yang telah diproduksi Green and Renewable Area dapat disuplai ke seluruh Indonesia bahkan luar negeri melalui Sungai Siak. Menurut Kirmanto (2013), Sungai Siak merupakan titik penting jalur perdagangan nasional dan internasional yang berada di Kota Pekanbaru. Ditambah lagi, BTL-FT Diesel yang telah diproduksi dapat digunakan untuk bahan bakar kapal yang berlabuh di sekitar pelabuhan Riau.
Penutup
Green and Renewable Area hadir sebagai model kawasan industri BTL-FT Diesel berbasis lignoselulosa guna mewujudkan pemenuhan energi terbarukan dan net zero emission 2050 di Indonesia. Green and Renewable Area menjadi sistem produksi hingga distribusi green diesel atau BTL-FT Diesel. Green and Renewable Area terdiri dari dua kawasan utama yakni Green-Production (GP) dan Green-Distribution (GD). Green-Production (GP) merupakan kawasan yang bertugas untuk menghasilkan BTL-FT Diesel dari limbah biomassa berupa lignoselulosa. Green-Distribution (GD) merupakan kawasan yang bertugas untuk menditribusikan BTL-FT Diesel yang telah dihasilkan.
Green and Renewable Area merupakan konsep kawasan industri BTL-FT Diesel berbasis lignoselulosa dengan cara memanfaatkan limbah biomassa yang terdapat di Provinsi Riau. Provinsi ini dipilih dikarenakan potensi energi teoritis biomassa yang dapat dihasilkan provinsi tersebut sebesar 77.446.754,8 Gj/tahun. Selain itu, tepat pada Kota Pekanbaru terdapat titik penting jalur perdagangan terbesar di Indonesia yakni Sungai Siak. Dua kawasan utama pada Green and Renewable Area yakni Green-Production (GP) dan Green-Distribution (GD) bersinergi menjadi satu sehingga diesel yang dihasilkan melalui Green and Renewable Area sebesar 2.089.690,86 ton/tahun. Angka ini menunjukkan bahwa Green and Renewable Area dapat mendukung tercapainya target bauran energi tahun 2025 dan 2050.
Daftar Pustaka
Asari, A., Alharis, D. N. dan Elita R. 2015. Uji kinerja reaktor gasifikasi tandan kosong sawit (TKS) tipe updraft skala kecil. Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan. 29 April 2015. Lampung. Indonesia. 508-519.
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2019. Produksi Perkebunan (Ton) 2018-2019. URL: https://riau.bps.go.id/indicator/54/220/1/produksi-perkebunan.html. Diakses pada 23 Oktober 2024.
Bezergianni, S. dan Dimitriadis, A. 2013. Comparison between different types of renewable diesel. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 21(1): 110- 116.
Direktorat Bioenergi. 2013. Panduan Pengguna untuk Pasokan Sektor Bioenergi. Direktorat Bioenergi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta. ID.
Dos Santos, R. G. dan Alencar, A. C. 2019. Biomass-derived syngas production via gasification process and its catalytic conversion into fuels by Fischer Tropsch synthesis: A review. International Journal of Hydrogen Energy. 1- 19.
Ginting, A. S. 2014. Rancang Bangun dan Analisis Termodinamis Kompor Gasifikasi dengan Bahan Bakar Tandan Kosong Kelapa Sawit. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. ID.
Hafiz, M. 2015. Perancangan Sistem Reaktor Fischer Tropsch Tipe Slurry Bed untuk Produksi Hidrokarbon dari Syngas Hasil Gasifikasi Biomassa. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Hannula, I., Kaisalo, N. dan Simell, P. 2020. Preparation of synthesis gas from CO2 for Fischer–Tropsch synthesis-comparison of alternative process configurations. Journal of Carbon Research. 6(55): 1-23.
Hasan, M., Rahman, M. dan Kadirgama, K. 2015. A review on homogeneous charge compression ignition engine performance using biodiesel-diesel blend as a fuel. International Journal of Automotive and Mechanical Engineering. 11: 2199- 2211.
Institute for Essential Services Reform [IESR]. 2017. Energi Terbarukan: Energi Untuk Kini dan Nanti. Institute for Essential Services Reform. Jakarta. ID.
Kirmanto, D. 2013. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Siak. Kementerian PUPR. Jakarta. ID.
Laurent, S. 2019. Modeling, scaleup and optimization of slurry bubble column reactors for Fischer-Tropsch synthesis. Chemical Engineering and Chemistry, University of Pittsbugh. Pittsburgh. FR.
Lynd, L. R. 2017. The grand challenge of cellulosic biofuels. Nat Biotechnol. 35(10): 912-915.
Pattanaik, B. P., Jena, J. dan Misra, R.D. 2017. The effect of oxygen content in soapnut biodiesel-diesel blends on performance of a diesel engine. International Journal of Automotive and Mechanical Engineering. 14(3): 4574-4588.
Pertamina. 2020. Pertamina Energy Outlook 2020. Pertamina Energy Institut. Jakarta. ID.
Popp, J., Kovacs, S., Olah, J., Diveki, Z. dan Balazs, E. 2021. Bioeconomy biomass and biomass-based energy supply and demand. Jurnal New Biotechnology. 60 (1): 76-84.
Raju, M. dan Tambunan, A. H. 2016. Karakterisasi arang dan gas-gas hasil pirolisis limbah kelapa sawit. Jurnal Keteknikan Pertanian. 4(2): 153-160.
Rantanen, L., Linnaila, R., Aakko, P. dan Harju, T. 2005. NExBTL – Biodiesel Fuel of the Second Generation. SAE International. Warrendale. PA.
Sauciuc, A., Potetz, A., Weber, G., Rauch, R., Hofbauer, H. dan Dumitrescu, L. 2011. Synthetic diesel from biomass by Fischer-Tropsch synthesis. RE & PQJ. 1(9): 337-342.
Setyono, J., Mardiansjah, F. H. dan Astuti, M. F. K. 2019. Potensi pengembangan energi [r1] baru dan energi terbarukan di kota Semarang. Jurnal Riptek. 13(2): 177 – 186.
World Resourch Institute [WRI]. 2022. 10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar. URL: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10negarapenyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar. Diakses pada 23 Oktober 2024.
Yang, H., Yan, R., Chen, H., Lee, D., Liang, D. dan Zhang, C. 2007. Pyrolysis of Palm Oil waste for Enhance Production of Hydrogen Rich Gas. Fuel Processing Technology. 87(1): 935-942.
Zalfiatri, Y. dan Kunaifi. 2016. Potensi energi teoritis dan teknis dari limbah biomassa di Pekanbaru. Prosiding Seminar Nasional. 28 Mei 2016. Pekanbaru. Indonesia. pp. 593-609.
Lampiran 1. Analisis BTL-FT Diesel yang dihasilkan
Analisa ultimat dan proksimat serta komposisi gas prosedur gasifikasi kelapa sawit.
Analisa ultimat (Raju dan Tambunan, 2016) | ||||
C | H | O | N | S |
68,45% | 9,52% | 20,99% | 0,20% | 0,74% |
Analisa proksimat (Raju dan Tambunan, 2016) | ||||
Ka | VM | FC | Ash | NCV |
3,87% | 72,34% | 20,61% | 7,06% | 19,15 Mj/kg |
Komposisi gas prosedur hasil gasifikasi kelapa sawit (Asari et al., 2015) | ||||
CO | H2 | CO2 | CH4 | N2 |
11,35%-mol | 4,94%-mol | 7,50%-mol | 3,38%-mol | 72,83%-mol |
Misal massa lignoselulosa kelapa sawit = 1 kg = 1000 g, maka:
C = 68,45% × 1000 g = 684,5 g
H = 9,52% × 1000 g = 95,2 g
O = 20,99% × 1000 g = 209,9 g
N = 0,20% × 1000 g = 2 g
S = 0,74% × 1000 g = 7,4 g
Gram to mol:
nC=684,5 g12 g/mol=57,04 mol nH=95,2 g1 g/mol=95,2 mol
nO=209,9 g16 g/mol=13,11 mol nH=2 g14 g/mol=0,14 mol
Reaksi umum dan gas prosedur gasifikasi kelapa sawit:
a C57,04H95,2O13,11N0,14 + b (O2 + 3,78 N2) → 11,35 CO + 4,94 H2 + 7,50 CO2 +
3,38 CH4 + 72,83 N2 + c H2O
C : 57,04 a = 11,35 (1) + 7,5 (1) + 3,38 (1) ↔ a = 0,399
H : 0,399×95,2 = 4,94 (2) + 3,38 (4) + 2c ↔ c = 7,29
O : 0,399×13,11 + 2b = 11,35 (1) + 7,50 (2) + 7,29 (1) ↔ b = 14,20
Jadi, persamaan reaksinya sebagai berikut.
0,399 C57,04H95,2O13,11N0,14 + 14,20 (O2 + 3,78 N2) → 11,35 CO + 4,94 H2 + 7,50
CO2 + 3,38 CH4 +72,83 N2
+ 7,29 H2O
Reaksi sintesis Fischer Tropsch (Hannula et al., 2020):
CO + 2 H2 → ‘-CH2-’ + H2O
Keterangan : ‘-CH2-’ = hidrokarbon paraffin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hafiz (2015):
2,6 CO + 1 H2 → 2,1 C20H42 + H2O
Oleh sebab itu,
11,35 CO + 4,94 H2 → 0,709 C20H42 + 4,36 H2O
11,35/2,6 = 4,36
Mrhidrokarbon = 20 (14) + 42 (1) = 322 g/mol
mhidrokarbon = 322 g/mol × 0,709 mol = 228,29 g/1 kg lignoselulosa kelapa sawit
= 2,2829 × 10-4 ton/1 kg lignoselulosa kelapa sawit
Diketahui lignoselulosa kelapa sawit yang terdapat di Riau sebanyak 8.261.779 ton/tahun = 8.261.779.000 kg/tahun
Jadi, diesel yang dihasilkan dari lignoselulosa kelapa sawit sebesar 8.261.779.000 kg/tahun × 2,2829 × 10-4 ton/kg = 1.886.081,52 ton/tahun
Analisa ultimat dan proksimat serta komposisi gas prosedur gasifikasi kelapa.
Analisa ultimat (Mamat et al., 2015) | ||||
C | H | O | N | S |
63,45% | 9,52% | 20,99% | 0,20% | 0,74% |
Analisa proksimat (Mamat et al., 2015) | ||||
Ka | VM | FC | Ash | NCV |
11,26% | 72,34% | 20,61% | 7,06% | 19,15 Mj/kg |
Komposisi gas produser hasil gasifikasi kelapa (Pranoto et al., 2013) | ||||
CO | H2 | CO2 | CH4 | N2 |
16,25%-mol | 4,94%-mol | 7,50%-mol | 3,38%-mol | 72,83%-mol |
Misal massa lignoselulosa kelapa = 1 kg = 1000 g, maka:
C = 63,45% × 1000 g = 634,5 g
H = 6,73% × 1000 g = 67,3 g
O = 28,27% × 1000 g = 282,7 g
N = 0,43% × 1000 g = 4,3 g
S = 0,17% × 1000 g = 1,7 g
Gram to mol:
nC=634,5 g12 g/mol=52,875 mol nH=67,3 g1 g/mol=67,3 mol
nO=282,7 g16 g/mol=17,66 mol nH=4,3 g14 g/mol=0,307 mol
Reaksi umum dan gas prosedur gasifikasi kelapa:
a C52,875H67,3O17,66N0,307 + b (O2 + 3,78 N2) → 16,25 CO + 7,42 H2 + 14,54 CO2 +
3,04 CH4 + 58,75 N2 + c H2O
C : 52,875 a = 16,25 (1) + 14,54 (1) + 3,04 (1) ↔ a = 0,63
H : 0,63 × 67,3 = 7,42 (2) + 3,04 (4) + 2c ↔ c = 7,7195
O : 0,63 × 17,66 + 2b = 16,25 (1) + 14,54 (2) + 7,72 (1) ↔ b = 20,96
Jadi, persamaan reaksinya sebagai berikut.
0,63 C52,875H67,3O17,66N0,307 + 20,96 (O2 + 3,78 N2) → 16,25 CO + 7,42 H2 + 14,54
CO2 + 3,04 CH4 + 58,75 N2 + 7,72 H2O
Reaksi sintesis Fischer Tropsch (Hannula et al., 2020):
CO + 2 H2 → ‘-CH2-’ + H2O
Keterangan : ‘-CH2-’ = hidrokarbon paraffin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hafiz (2015):
2,6 CO + 1 H2 → 2,1 C20H42 + H2O
Oleh sebab itu,
16,25 CO + 7,42 H2 → 0,8125 C20H42 + 6,25 H2O
16,25/2,6 = 6,25
Mrhidrokarbon = 20 (14) + 42 (1) = 322 g/mol
mhidrokarbon = 322 g/mol × 0,8125 mol = 261,625 g/1 kg lignoselulosa kelapa
= 2,61625 × 10-4 ton/1 kg lignoselulosa kelapa
Diketahui lignoselulosa kelapa yang terdapat di Riau sebanyak 417.172 ton/tahun = 417.172.000 kg/tahun
Jadi, diesel yang dihasilkan dari lignoselulosa kelapa sebesar 417.172.000 kg/tahun × 2,61625 × 10-4 ton/kg = 109.142,6245 ton/tahun
Analisa ultimat dan proksimat serta komposisi gas prosedur gasifikasi karet.
Analisa ultimat (Surjosatyo et al., 2015) | ||||
C | H | O | N | S |
43,33% | 9,52% | 20,99% | 0,20% | 0,74% |
Analisa proksimat (Surjosatyo et al., 2015) | ||||
Ka | VM | FC | Ash | NCV |
10,24% | 72,34% | 20,61% | 7,06% | 19,15 Mj/kg |
Komposisi gas produser hasil gasifikasi karet (Kurniawan, 2012) | ||||
CO | H2 | CO2 | CH4 | N2 |
15,70%-mol | 4,94%-mol | 7,50%-mol | 3,38%-mol | 72,83%-mol |
Misal massa lignoselulosa karet = 1 kg = 1000 g, maka:
C = 43,33% × 1000 g = 433,3 g
H = 5,11% × 1000 g = 51,1 g
O = 38,61% × 1000 g = 386,1 g
N = 0,1% × 1000 g = 1 g
S = 0,0% × 1000 g = 0 g
Gram to mol:
nC=433,3 g12 g/mol=36,11 mol nH=51,1 g1 g/mol=51,1 mol
nO=386,1 g16 g/mol=24,13 mol nH=1 g14 g/mol=0,07 mol
Reaksi umum dan gas prosedur gasifikasi karet:
a C36,11H51,1O24,13N0,07 + b (O2 + 3,78 N2) → 15,70 CO + 7,27 H2 + 15,1 CO2 +
4,05 CH4 + 60 N2 + c H2O
C : 36,11 a = 15,70 (1) + 15,1 (1) + 4,05 (1) ↔ a = 0,96
H : 0,96 × 51,1 = 7,27 (2) + 4,05 (4) + 2c ↔ c = 9,158
O : 24,43 + 2b = 15,70 (1) + 15,1 (2) + 9,158 (1) ↔ b = 15,94
Jadi, persamaan reaksinya sebagai berikut.
0,96 C36,11H51,1O24,13N0,07 + 15,94 (O2 + 3,78 N2) → 15,70 CO + 7,27 H2 + 15,1
CO2 + 4,05 CH4 + 60 N2 +
9,158 H2O
Reaksi sintesis Fischer Tropsch (Hannula et al., 2020):
CO + 2 H2 → ‘-CH2-’ + H2O
Keterangan : ‘-CH2-’ = hidrokarbon paraffin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hafiz (2015):
2,6 CO + 1 H2 → 2,1 C20H42 + H2O
Oleh sebab itu,
15,70 CO + 7,27 H2 → 0,785 C20H42 + 6,03 H2O
15,70/2,6 = 6,03
Mrhidrokarbon = 20 (14) + 42 (1) = 322 g/mol
mhidrokarbon = 322 g/mol × 0,785 mol = 252,77 g/1 kg lignoselulosa karet
= 2,5277 × 10-4 ton/1 kg lignoselulosa karet
Diketahui lignoselulosa karet yang terdapat di Riau sebanyak 373.726 ton/tahun = 373.726.000 kg/tahun
Jadi, diesel yang dihasilkan dari lignoselulosa karet sebesar 373.726.000 kg/tahun × 2,5277 × 10-4 ton/kg = 94.466,72 ton/tahun
Sehingga, Green and Renewable Area menghasilkan diesel sebesar:
Lignoselulosa kelapa sawit + Lignoselulosa kelapa + Lignoselulosa karet = 2.089.690,86 ton/tahun |