Kolaborasi Lintas Kepentingan: Mewujudkan Smart and Green Builing
Ditulis oleh Leny Darmanto
… Daun-daun jatuh seperti sinyal putus di ruang maya, ranting-ranting menjelma piksel yang lenyap dari layar,
Hutan berkobar di tapak sirkuit, digergaji oleh tangan digital, asapnya memenuhi server langit, membekap algoritma cuaca.
Tapi manusia terus scrolling, menggulir layar tanpa jeda, mencari oksigen buatan yang tersisa di memori awan,
Lupa bahwa pohon terakhir telah diunggah ke sejarah, dibakar diam-diam oleh klik, tanpa suara, tanpa peringatan…
(dikutip dari puisi karya Prof. Tengsoe Tjahjono berjudul ‘Epitaf Pepohonan dalam Bahasa Digital’, 2024)
Sebuah Awal
Nukilan puisi di atas tandas menggambarkan bagaimana ancaman ‘kiamat’ dini gegara makin terkoyaknya ibu bumi oleh pemanasan global (global warming). Ibu bumi kian panas, tubuhnya bakal kering-kerontang terdehidrasi dan meradang: sakit, pedih pilu, pasti! Nafasnya bakal tercekat oleh polusi nan pekat tercekik korbondioksida beracun. Aliran darahnya bakal tersendat hingga denyut jantungnya terhenti: senyap.
Pada titik inilah, data berbicara bahwa aneka bangunan menyumbang lebih dari 40% total konsumsi energi global dan menghasilkan sekitar 30% dari emisi karbon dioksida global (UNEP, 2021). Bukan lagi suatu pilihan, efisiensi energi adalah prioritas utama dalam pengelolaan bangunan modern, khususnya dalam menyikapi ‘kiamat dunia’ sebagaimana dipaparkan di atas untuk melestarikan ibu bumi.
Salah satu solusi untuk mengurangi dampak lingkungan adalah penerapan Smart Building Management System (SBMS), yaitu sistem cerdas berbasis teknologi digital yang memantau, mengontrol, dan mengoptimalkan penggunaan energi dalam bangunan. Dengan memadukan teknologi seperti sensor, Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI), dan analitik data, dengan kata lain, ini adalah sebuah penerapan sistem pengaturan otomatis terhadap sebuah bangunan. Dimana sistem ini telah diatur dengan menggunakan algoritma yang terstrukur secara rapi sehingga hampir semua bagian atau komponen bangunan bisa dikelola secara otomatis, oleh karena itu bisa disebut juga dengan Building Automation System atau BAS (So A.T et.all, 2017).
Lebih penting lagi, SBMS dapat secara efektif mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan energi dalam beragam bangunan yang menerapkannya dengan mengumpulkan data secara real-time dari berbagai elemen bangunan, seperti pencahayaan, HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning), penggunaan air, dan listrik. Dengan bantuan analitik data dan AI, SBMS menganalisis informasi tersebut untuk memprediksi dan mengatur pola penggunaan energi yang efisien (Omorogiuwa, 2019).
Penerapan teknologi ini menghasilkan bangunan yang responsif terhadap kondisi lingkungan dan kebutuhan pengguna, memungkinkan penurunan konsumsi energi secara substansial tanpa mengorbankan kenyamanan penghuninya. Dengan teknologi sensor dan kontrol otomatis, SBMS menjaga kenyamanan penghuni secara konsisten sambil memastikan penggunaan energi yang efisien. Sistem ini mengontrol suhu, pencahayaan, dan ventilasi sesuai dengan preferensi dan keberadaan penghuni di dalam gedung.
Melalui implementasi berbagai komponen utama di atas secara terpadu dan terintegrasi secara smart dan dapat dikendalikan secara remote, SBMS mampu memberikan beberapa manfaat signifikan dalam tata-kelola efisiensi energi tanpa mengurangi kenyamanan. Di antaranya adalah: pertama, penghematan energi, dimana SBMS memungkinkan pengelolaan energi yang lebih efisien dengan mengoptimalkan operasional peralatan listrik berdasarkan kebutuhan real-time.
Menurut laporan McKinsey (2023), gedung dengan SBMS dapat mengurangi konsumsi energi hingga 30% dibandingkan gedung tanpa sistem manajemen cerdas. Contoh nyata adalah Tokyo Midtown Tower yang merupakan gedung perkantoran yang menggunakan SBMS berbasis AI dan sensor IoT untuk mengontrol penggunaan energi. Teknologi ini memungkinkan gedung memonitor suhu, pencahayaan, dan penggunaan HVAC secara otomatis. Penerapan SBMS di Tokyo Midtown Tower berhasil menurunkan konsumsi energi sebesar 23% dalam satu tahun (US Green Building Council, 2022). Sistem ini juga terintegrasi dengan manajemen air yang cerdas untuk mengurangi penggunaan air hingga 15%.
Kedua, pengurangan biaya operasional, dengan mengurangi penggunaan energi, SBMS secara langsung menurunkan biaya operasional bangunan. Selain itu, teknologi ini membantu operator gedung untuk mengelola pemeliharaan secara prediktif, menghindari atau mengantisipasi kerusakan besar yang membutuhkan biaya perbaikan tinggi.
Ketiga, mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan (sustainability with green building), pada titik ini, SBMS berkontribusi pada penurunan emisi karbon dengan meminimalkan pemborosan energi, sejalan dengan target keberlanjutan internasional seperti Paris Agreement yang bertujuan untuk membatasi pemanasan global.
Tantangan Implementasi SBMS
Meskipun SBMS menawarkan berbagai keuntungan, implementasinya dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain: pertama, butuh biaya implementasi yang tinggi, dimana implementasi SBMS memerlukan investasi awal yang signifikan untuk pemasangan perangkat IoT, platform manajemen sistem, dan pelatihan staf (Vyas, 2018). Biaya ini seringkali menjadi kendala bagi gedung komersial kecil hingga menengah. Pada titik inilah, kita perlu mengubah cara pandang kita bahwa biaya adalah investasi bagi masa depan bersama yang lebih baik dan bukanlah beban semata.
Kedua, kompleksitas teknologi yang butuh pemahaman dan pengetahuan memadai. Penggunaan teknologi cerdas, seperti AI dan Big Data, membutuhkan kemampuan teknis tinggi untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Selain itu, diperlukan keahlian dalam analitik data untuk menginterpretasi informasi secara akurat. Pada gilirannya, hal ini tentu menimbulkan pula risiko terkait keamanan data, karena SBMS bergantung pada konektivitas internet dan sensor IoT, terdapat risiko keamanan data yang dapat dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa alternatif solusi yang seyogyanya dapat diterapkan guna menanggulangi beberapa tantangan di atas. Pertama, berkenaan dengan biaya tinggi pada penerapan SBMS, terutama untuk perangkat IoT, sensor, dan platform manajemen digital, dapat diatasi dengan optimalisasi skala ekonomi. Pemerintah bisa memainkan peran penting melalui pemberian insentif finansial dan subsidi bagi perusahaan atau bangunan yang menerapkan teknologi SBMS. Misalnya, Pemerintah bisa memberikan pengurangan pajak kepada gedung yang menerapkan SBMS untuk mendukung efisiensi energi. Tambahan pula, perlu digalakkan perwujudan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, seperti kemitraan dengan perusahaan teknologi untuk meminimalkan biaya implementasi awal. Contohnya, penyewaan perangkat SBMS dari vendor teknologi bisa menjadi alternatif untuk mengurangi biaya awal investasi dan model ini memungkinkan gedung-gedung kecil hingga menengah untuk menggunakan teknologi SBMS tanpa menanggung seluruh biaya pembelian perangkat.
Implementasi SBMS yang bertahap memungkinkan gedung-gedung komersial kecil hingga menengah untuk mendapatkan manfaat penghematan energi secara langsung, yang bisa menjadi Return on Investment (ROI) bagi biaya implementasi. Pendekatan ini melibatkan penerapan komponen SBMS yang paling menguntungkan untuk penghematan energi, seperti sistem pencahayaan otomatis atau HVAC pintar terlebih dahulu, sebelum memperluas implementasi ke sistem yang lebih kompleks.
Kedua, berkenaan dengan kompleksitas teknologi SBMS, bisa diatasi dengan menggunakan pendekatan modular. Sistem modular memungkinkan gedung untuk mengimplementasikan SBMS secara bertahap, dimulai dari komponen dasar seperti pencahayaan otomatis atau kontrol suhu, kemudian menambahkan komponen lain seperti kontrol HVAC dan keamanan. Pendekatan ini juga mengurangi kebutuhan teknis yang tinggi karena setiap modul dirancang untuk dapat berdiri sendiri (Chan, et.all, 2017).
Sumber: https://protect.cermati.com/hvac/
Selain itu, penggunaan platform terintegrasi yang menyederhanakan pengelolaan semua komponen SBMS (pencahayaan, HVAC, keamanan, energi) dalam satu antarmuka juga mengurangi kebutuhan tenaga ahli. Platform berbasis cloud memungkinkan monitoring dan kontrol jarak jauh, sehingga pengelola gedung bisa melakukan pemantauan tanpa harus memahami sistem internal teknologi secara mendalam.
Last but not least, penggunaan teknologi open-source atau model Software-as-a-Service (SaaS) bisa mengurangi kompleksitas teknologi sekaligus menekan biaya operasional dan pemeliharaan. Open-source memungkinkan perusahaan untuk mengadaptasi dan mengembangkan SBMS sesuai kebutuhan tanpa biaya lisensi yang tinggi, sementara SaaS menawarkan layanan SBMS berbasis langganan yang dapat diakses melalui platform cloud, meminimalkan investasi perangkat keras dan perangkat lunak (Ibaseta, et.all, 2021) . Hal ini sudah diterapkan di kantor pusat Bosch di Stuttgart yang menggunakan perangkat lunak berbasis SaaS dan teknologi open-source untuk sistem monitoring energy dan berhasil mengurangi biaya pengembangan internal dan memungkinkan gedung untuk mengakses fitur-fitur baru tanpa biaya tambahan
Sebuah Akhir
Kendati dihadapkan pada tantangan biaya dan kompleksitas teknologi, SBMS menawarkan peluang besar dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. Selain upaya teknis, dukungan regulasi sangat penting untuk memperluas penerapan SBMS. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang mendorong penggunaan teknologi efisiensi energi dan bangunan hijau, seperti: (a) pemerintah bisa mewajibkan SBMS pada gedung baru atau renovasi besar, terutama di kawasan komersial dan perkantoran; (b) melalui kewenangannya pemerintah di masa depan kiranya perlu menetapkan standar bangunan hijau, termasuk penggunaan teknologi SBMS, guna mendapatkan sertifikasi atau izin tertentu.
Implementasi SBMS di Indonesia bisa dilaksanakan secara efektif dengan mengatasi kendala biaya dan kompleksitas teknologi melalui strategi kolaborasi, insentif pemerintah, penerapan teknologi modular, SaaS, pelatihan tenaga kerja lokal, serta dukungan kebijakan regulasi. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, SBMS berpotensi untuk tidak hanya menghemat biaya operasional bangunan tetapi juga mendukung efisiensi energi dan keberlanjutan lingkungan, sejalan dengan tujuan nasional dan internasional untuk mitigasi perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA
Albatayneh, A. (2021). Optimisation of building envelope parameters in a semi-arid and warm Mediterranean climate zone. Energy Reports, 7, 2081-2093.
Albert Ping Chuen Chan , Amos Darko and Ernest EffahAmeyaw (2017). Strategies for Promoting Green Building Technologies Adoption in the Construction Industry—An International Study. Sustainability Journal.
Apanaviˇciene, R.; ˙ Shahrabani, M.M.N. (2023). Key Factors Affecting Smart Building Integration into Smart City: Technological Aspects. Smart Cities, 6, 1832–1857
Bosch Annual Report 2021 (team). (2022). Decoding Tomorrow. Communications and Governmental Affair. Stuttgart.
Domingues, P., Viera, R. and Wolfgang, K. (2015). Building Automation: Concepts and Technological Review, Austria, Elsevier 22(5) pp. 23 – 28.
Durgalakshmi and Janani R. (2019). Energy Efficient: Green Buildings and Their Related Issues – A Literature Review. JOURNAL OF ARCHITECTURE & TECHNOLOGY Volume XI, Issue II, Issn No : 1006-7930.
Ibaseta, D.; García, A.; Álvarez, M.; Garzón, B.; Díez, F.; Coca, P.; Del Pero, C.; Molleda, J. (2021). Monitoring and control of energy consumption in buildings using WoT: A novel approach for smart retrofit. Sustain. Cities Soc. 65, 102637
J. Shah, and B. Mishra. (2016). Customized IoT enabled wireless sensing and monitoring platform for smart buildings. Procedia Technology, 23 256–263.
J.T. Kim, C.W.F. Yu, (2018). Sustainable development and requirements for energy efficiency in buildings – the Korean perspectives, Indoor Built Environ. 27, 734–751.
McGraw Hill Construction. (2013). World Green Building Trends, Bedford, MA
McKinsey Sustainability. (2023). Building value by decarbonizing the built environment: Uncovering how decarbonization can create unprecedented value. McKinsey&Company.
Nakamura, Hideo et all. (2019). Principles of Infrastructure: Case Studies and Best Practices. Asian Development Bank and Mitsubishi Research Institute, Inc.
Omorogiuwa, Eseosa. (2019). Review of Smart Based Building Management System. World Journal of Innovative Research (WJIR) ISSN: 2454-8236, Volume-7, Issue-2, August 2019 pages 14-23.
So A.T., Wong A.C. and Wong K.C. (2017). A New Definition of Intelligent Buildings for Asia, Facilities, 17 (12), pp. 485 – 491.
United Nations Environment Programme (2021). 2021 Global Status Report for Buildings and Construction: Towards a Zero‑emission, Efficient and Resilient Buildings and Construction Sector. Nairobi.
UnWork Consulting. (2020). Smart Working: Smart Buildings and the Future of Work.
US Green Building Council. (2022). Case Studies on Energy Efficiency in Commercial Buildings.
Vyas, G. S., & Jha, K. N. (2018). What does it cost to convert a non-rated building into a green building? Sustainable Cities and Society, 36, 107-115.
WEBLIOGRAPHY
1. http://www.epa.gov/greenbuilding/pubs/about.htm.
2. http://business.inquirer.net/178631/common-misconceptions-aboutgreen- building
3. http://greenbuildingelements.com/2013/01/11/guest-postmisconceptions- about- building-green/