Live Inn Eco-Mall: Desain Bangunan Rendah Karbon Ramah Lingkungan Berbasis Energy Efficiency & Conservation untuk Mewujudkan Smart City

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 324

Ditulis oleh Arlina Bunga Saputri

Perkotaan (urban) adalah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah pengaruh di luar batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran sekitarnya/kawasan sub-urban [1]. Perkotaan dicirikan dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi. Penyebabnya adalah pertumbuhan penduduk alamiah dan faktor urbanisasi. Tingginya peningkatan pertumbuhan penduduk di perkotaan akibat urbanisasi disebabkan karena lapangan pekerjaan yang lebih banyak, pendapatan lebih tinggi, akses kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, serta infrastruktur yang lengkap dibandingkan di pedesaan. Meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada kurangnya ruang/lahan untuk kebutuhan permukiman menyebabkan kawasan perkotaan menjadi padat bangunan; aktivitas kendaraan, industry, dan rumah tangga menyebabkan pencemaran udara dan air, terutama sedikitnya ruang terbuka hijau (RTH) menyebabkan kualitas udara menjadi buruk [2]. Penyediaan lahan di pusat kota yang semakin terbatas dan sangat mahal menyebabkan perkembangan perkotaan cenderung ”mencaplok” wilayah pinggiran perkotaan.

Pada tahun 2024 jumlah penduduk di Indonesia sebesar 281.603,8 ribu jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 148 jiwa/km2. Tingginya daya tarik kehidupan perkotaan dan tuntutan hidup yang semakin meningkat telah menyebabkan urbanisasi yang signifikan di Indonesia. Menurut proyeksi, pada akhir tahun 2026, diperkirakan sekitar 60% dari total penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di Indonesia, pada tahun 2015 sudah lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di kota daripada di desa dan tren ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2035 mendatang, dimana diproyeksikan bahwa sekitar 67% penduduk Indonesia akan tinggal di kota [3]. Jumlah penduduk yang semakin meningkat, disertai aktifitas yang bertambah akan menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktifitas tersebut meningkat termasuk untuk perumahan dan permukiman, yang menyebabkan tingginya polusi di kawasan perkotaan.

Tingginya konsentrasi bangunan di perkotaan merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca dan polusi udara, yang menyebabkan perubahan iklim dan berbagai masalah lingkungan lainnya. Selama periode 2013-2022, secara rata-rata Indonesia menghasilkan emisi karbon sebanyak 930 juta ton CO2 per tahun. Jumlah itu berkontribusi sebesar 19,9% dari total karbon yang dihasilkan dunia yaitu 4,67 miliar ton CO2 per tahun. Tingginya emisi karbon di Indonesia berpotensi menyebabkan Urban Heat Island (UHI). UHI atau Pulau Panas Perkotaan merupakan situasi dimana pusat kota memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan alam yang belum terbangun disekitarnya [4]. UHI banyak terjadi di perkotaan yang memiliki banyak pembangunan yang disebabkan karena tingginya kapasitas termal dari bangunan yang digunakan sehingga material tersebut dapat menyimpan panas lebih banyak dan sulit dilepaskan dalam waktu singkat.

Tingginya suhu atau UHI di pusat kota yang ditimbulkan akibat semakin padatnya bangunan diperkotaan menyebabkan adanya tuntutan untuk perubahan desain perkotaan dan pengendalian bangunan kota. Oleh karena itu, pengembangan desain ramah lingkungan menjadi krusial dalam upaya mengurangi dampak negatif ini. Konsep green building menjadi salah satu solusi desain bangunan perkotaan yang ramah lingkungan. Beberapa prinsip dasar dari green building meliputi penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan, penghematan energi dan air, pengelolaan limbah yang baik, dan penciptaan lingkungan dalam ruang yang sehat. Green building mencakup sejumlah strategi dan teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan dari bangunan [5]. Hal ini meliputi pengoptimalan efisiensi energi, pemanfaatan sumber energi terbarukan, dan perencanaan yang memperhatikan tata letak bangunan untuk memaksimalkan pencahayaan alami dan sirkulasi udara [6].

Dari permasalahan yang terjadi di perkotaan, Proyek “Live Inn Eco Mall” hadir sebagai solusi desain ramah lingkungan untuk mengurangi jejak karbon bangunan di perkotaan. Pengembangan desain “Live Inn Eco Mall” menggunakan Grid-Interactive Efficient Building pada aspek Energy Efficiency & Conservation (EEC). Energy Efficiency & Conservation (EEC) terdiri dari EEC P1 (Pemasangan Sub-Meter), EEC P2 (Perhitungan OOTV), EEC 1 (Langkah Penghematan Energi), EEC 2 (Pencahayaan Alami), EEC 3 (Ventilasi), EEC 4 (Pengaruh Perubahan Iklim), EEC 5 (Energi Terbarukan Dalam Tapak) [7]. Pemasangan Sub-Meter digunakan untuk memantau penggunaan energi; perhitungan OOTV/ suhu bangunan berguna untuk membuat selubung bangunan yang baik; langkah penghematan energi berfokus pada menghemat konsumsi energi sebagai langkah efisiensi energi; pencahayaan alami sebanyak mungkin dapat mengurangi konsumsi energi; ventilasi pada area publik dapat meningkatkan penghematan energi bangunan; pemborosan energi yang berlebihan dapat menyebabkan pemanasan global; dan penggunaan energi terbarukan pada tapak mendorong masyarakat agar lebih menggunakan sumber energi terbarukan. Dengan menggunakan prinsip EEC, bangunan akan memiliki tingkat karbon yang rendah, sehingga dengan mengurangi jejak karbon bangunan, kita dapat membantu melindungi lingkungan dan mendorong keberlanjutan.

Proyek “Live Inn Eco Mall” direncanakan berlokasi di Kota Surabaya tepatnya di JI. Pemuda No.33-37, Embong Kaliasin, Genteng, Surabaya pada kawasan Plaza Surabaya. Kota Surabaya memiliki tingkat Urban Heat Island (UHI) yang tinggi karena padatnya bangunan dan sedikitnya ruang terbuka hijau. Surabaya mengalami kenaikan suhu signifikan hingga mencapai 0,2 – 1 derajat Celsius per 30 tahun terakhir. Kawasan Plaza Surabaya merupakan salah satu mall besar di Surabaya yang di sekelilingnya terdapat banyak hotel, café/restoran, dan gedung perkantoran. Sebelah timur pada site terdapat Sungai Kalimas yang memiliki tatanan sungai yang rapi dan menjadi destinasi wisata di Surabaya, sehingga banyak masyarakat dan pendatang mengunjungi kawasan ini. Kawasan ini berada ditengah padat bangunan perkotaan, namun belum memiliki konsep ramah lingkungan, sehingga proyek “Live Inn Eco Mall” menjadi solusi desain ramah lingkungan yang dapat diaplikasikan di Plaza Surabaya.

Site Proyek “Live Inn Eco Mall”

Konsep Desain Ramah Lingkungan Berbasis EEC

Konsep “Live Inn Eco Mall” menggunakan aspek Energy Efficiency & Conservation (EEC) yaitu penggunaan kaca sebagai ventilasi dan pencahayaan alami sebanyak mungkin untuk penghematan energi. Green walls di desain untuk mengatur suhu di dalam gedung dengan bertindak sebagai lapisan isolasi alami. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan energi untuk pendinginan pada musim panas dan pemanasan pada musim dingin, menurunkan biaya energi dan emisi karbon. Pemasangan Smart Thermostats yang digunakan dalam perhitungan suhu bangunan untuk membuat selubung bangunan yang baik. HVAC Zone Controls menggunakan termostat untuk terhubung ke panel kontrol pusat guna membuka dan menutup peredam yang tersebar di seluruh saluran udara, sehingga menghalangi atau melepaskan udara panas atau dingin. Penggunaan solar panels ditujukan untuk penghematan energi yaitu dengan mendorong penggunaan sumber energi terbarukan. Water Harvesting digunakan untuk menampung air hujan, sungai, dan air tanah sebagai alternatif sumber air, terutama di sebelah timur lokasi terdapat Sungai Kalimas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air. Penggunaan lampu lebih banyak digunakan ketika sore hingga malam hari, siang hari dapat menghemat energi karena penggunaan kaca besar pada area publik yang membuat ruangan lebih terang. EV Charging digunakan untuk menghemat konsumsi energi dengan menyediakan pengisian daya kendaraan Listrik di area parkiran. Electrical Sub-Metering digunakan untuk memantau penggunaan energi agar tidak berlebihan. Bangunan ini juga menggunakan bahan material yang ramah lingkungan yaitu beton fly ash, kaca Low-E (Low Emissivity), polystyrene, dan panel surya. Pemilihan beton fly ash, beton hijau, atau beton dengan kandungan abu vulkanik membantu mengurangi dampak karbon dari produksi semen. Kaca Low-E memiliki lapisan khusus yang memantulkan panas sehingga mengurangi kebutuhan akan pendingin ruangan. Bahan insulasi seperti polystyrene atau polyurethane dapat membantu menjaga suhu ruangan dan mengurangi konsumsi energi. Panel surya memanfaatkan energi matahari untuk memberikan daya pada bangunan, mengurangi ketergantungan pada listrik dari bahan bakar fosil. Bangunan ini juga dilengkapi dengan vertical garden yang dapat menyerap CO2 dan meyerap polutan. Penggunaan bahan material ramah lingkungan dan konsep Energy Efficiency & Conservation (EEC), sehingga proyek “Live Inn Eco Mall” menjadi desain bangunan rendah karbon.

.

Tampilan Exterior “Live Inn Eco Mall”

Pentingnya “Live Inn Eco Hotel” sebagai desain ramah lingkungan untuk bangunan di perkotaan menjadi salah satu solusi pengurangan karbon atau Urban Heat Island (UHI) di perkotaan. Adanya desain ini menjadikan inovasi green building untuk memperbanyak bangunan rendah karbon di Surabaya atau kawasan perkotaan lainnya. Desain ini memiliki manfaat untuk mengurangi jejak karbon, menggunakan sumber daya dengan efisien, serta menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penghuninya. Selain itu, proyek “Live Inn Eco Mall” yang memiliki konsep Integrated Superbloc yang terdiri dari hotel, apartemen, dan mall, juga dapat dijadikan solusi dalam pemenuhan kebutuhan permukiman. Hal ini dikarenakan dalam 1 gedung dapat menjadi lahan hunian dan pusat perbelanjaan. Luas lahan perkotaan yang semakin sedikit dapat diatasi dengan bangunan tinggi yang kini menjadi solusi pembangunan di kawasan perkotaan.

.

Daftar Pustaka

[1]  I. Kustiwan, “Pengertian Dasar dan Karakteristik Kota, Perkotaan, dan Perencanaan Kota,” Modul Perenc. Kota, p. 535, 2014, [Online]. Available: http://repository.ut.ac.id/3999/1/ADPU4433-M1.pdf

[2]  R. B. Prihatin, “ALIH FUNGSI LAHAN DI PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KOTA BANDUNG DAN YOGYAKARTA) Urban Land Misuse: (A Case Study of Bandung City and Yogyakarta City),” Aspirasi, vol. 6, no. 2, pp. 105–118, 2015.

[3]  B. P. Alam and M. Dwiputri, “Kebutuhan Dan Ketersediaan Lahan Tempat Tinggal Berdasarkan Proyeksi Jumlah Penduduk di Kecamatan Sukmajaya , Kota Depok,” Innov. J. Soc. Sci. …, vol. 4, pp. 7216–7224, 2024, [Online]. Available: http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/8718

[4]  M. F. Abdulateef and H. A. S. Al-Alwan, “The effectiveness of urban green infrastructure in reducing surface urban heat island: Baghdad city as a case study,” Ain Shams Eng. J., vol. 13, no. 1, p. 101526, 2022, doi: 10.1016/j.asej.2021.06.012.

[5]  H. S. Sirait, “Desain Arsitektur Ramah Lingkungan untuk Mengurangi Jejak Karbon Bangunan,” Fak. Tek. Univ. Medan Area, pp. 1–10.

[6]  A. Machroji and Suharyani, “Implementasi Efisiensi Energi Pada Bangunan Sekolah Smpi Al Azhar,” Siar IV 2023 Semin. Ilm. Arsit., pp. 934–939, 2023.

[7]  Green Building Council Indonesia, GREENSHIP untuk Banungan Baru Versi 1.2, no. April. 2013. [Online]. Available: http://elib.artefakarkindo.co.id/dok/Tek_Ringkasan GREENSHIP NB V1.2 – id.pdf

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 4.8 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 51

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

10 Comments

  1. Bunga 5 November 2024 at 07:31 - Reply

    Bismillah ✨

    • Dwi Putra 6 November 2024 at 07:55 - Reply

      tulisannya keren banget, bisa jadi masukan untuk pemangku kebijakan dalam melakukan pembangunan kota yang ramah lingkungan nih

  2. Yono 5 November 2024 at 08:21 - Reply

    Untuk mengatasi global warming emang perlu ada nya rumah ramah lingkungan

  3. tejo 5 November 2024 at 08:26 - Reply

    Konsep pembangunan berkelanjutan yang dapat meningkatkan ketahanan wilayah perkotaan terhadap keterbatasan sumberdaya dan perubahan iklim

  4. Putri 5 November 2024 at 08:49 - Reply

    That’s cool

  5. Drs. Agus Wuryanta,M.SC 5 November 2024 at 08:50 - Reply

    Rain Water Harvesting dapat juga dilakukan dengan membuat sumur resapan dan biopori. Jumlah sumur resapan dan biopori bisa ditambah (diperbanyak) hal ini bermanfaat untuk supply air tanah, menanggulangi land subsidence dan mengurangi genangan/banjir.

  6. Erwin Dwi S 5 November 2024 at 09:22 - Reply

    Tulisan ini sangat inspiratif dalam menjelaskan inovasi green building sebagai solusi bagi masalah perkotaan, khususnya terkait isu Urban Heat Island (UHI) dan kebutuhan lahan. Ide untuk memperbanyak bangunan rendah karbon dan efisien dalam penggunaan sumber daya sangat relevan di era modern ini. Konsep Integrated Superbloc seperti yang diterapkan pada proyek “Live Inn Eco Mall” sangatlah brilian, karena menggabungkan berbagai fungsi dalam satu gedung, sehingga membantu memaksimalkan penggunaan lahan di kawasan perkotaan yang semakin terbatas. Upaya ini tidak hanya mendukung keberlangsungan lingkungan, tetapi juga menciptakan tempat tinggal yang nyaman dan sehat bagi penghuninya.

  7. Ghalizha Deva Primatama 5 November 2024 at 09:48 - Reply

    Keren si inii

  8. Via 5 November 2024 at 20:14 - Reply

    Bgs bgt

  9. Isrofiah Sutikno 5 November 2024 at 20:31 - Reply

    Semangat mb Bunga, semoga sukses

Leave A Comment