Merancang Kota Masa Depan: Solusi Desain Inovatif Smart Material Mycelium pada Bahan Baku Bangunan Sebagai Carbon Capture di Perkotaan
Ditulis oleh Mi’Rajul Aulia Ulhaq
PENDAHULUAN
Peneliti global menemukan bahwa jumlah karbon yang diserap sedikit menurun pada tahun 2023. Menurut penelitian, pohon yang termasuk hutan dan tanah hampir tidak menyerap karbon. Dengan kata lain, pada tahun 2023 beberapa lokasi alami di Bumi akan berhenti menyerap karbon. Kondisi serupa dilaporkan terjadi di lautan, bukan hanya di darat. Studi tahun 2023 menemukan bahwa lapisan es Arktik dan gletser Greenland mencair lebih cepat, yang dapat menghambat kemampuan laut untuk mengambil dan menggunakan karbon. Selain itu dalam beberapa dekade terakhir, aktivitas konstruksi gedung telah meningkat secara global. Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat, urbanisasi yang meningkat, dan kemajuan teknologi. Akibatnya, permintaan akan properti dan infrastruktur berkualitas tinggi, seperti gedung perkantoran, perumahan, dan pusat perbelanjaan, meningkat. Gelombang pembangunan mengubah wajah kota-kota di kedua negara berkembang dan maju (Guardian,2023).
Jumlah konstruksi yang meningkat tidak hanya menunjukkan kemajuan ekonomi, tetapi juga menunjukkan betapa sulitnya tantangan yang harus dihadapi untuk mengontrol dampak negatifnya terhadap lingkungan. Struktur gedung memengaruhi penggunaan lahan, penggunaan sumber daya alam, dan emisi gas rumah kaca. Sektor konstruksi menghasilkan 25% emisi CO2 global yang disebabkan oleh konsumsi energi yang tinggi selama proses konstruksi, penggunaan material yang intensif karbon, dan manajemen limbah yang tidak efisien. Akibatnya, semakin banyak aktivitas konstruksi di seluruh dunia menghadirkan tantangan yang signifikan bagi keseimbangan lingkungan dan peluang ekonomi (Arthur, 2014).
Dalam industri konstruksi, dampak lingkungan telah menjadi masalah utama. Hal ini memerlukan pertimbangan mendalam dan solusi kreatif untuk mengurangi dampak lingkungan pada industri ini. Dalam upaya berkelanjutan, hal-hal seperti penggunaan bahan ramah lingkungan, penggunaan teknologi hijau, dan pengelolaan limbah yang lebih efisien menjadi fokus utama. Dengan pertumbuhan industri, baik migas, pertanian, maupun non-migas lainnya, tingkat pencemaran perairan, udara, dan tanah yang disebabkan oleh hasil buangan dari industri tersebut meningkat. Untuk menghentikan pencemaran yang disebabkan oleh pertumbuhan industri ini, perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran lingkungan dengan menetapkan standar lingkungan, termasuk standar baku mutu (Kimsan, 2023).
Sumber polusi lainnya yaitu pembakaran proses industry dan pembuangan limbah. Transportasi menyebabkan sebagian besar polutan, dengan CO menyumbang hampir 60% dari polutan dan HC sekitar 15%. Hampir setengah dari seluruh polutan udara berasal dari karbon dioksida merupakan polutan utama. Jenis zat pencemar udara yang paling umum terdapat di atmosfir adalah gas atau partikel. Kedua jenis zat pencemar ini ada di atmosfir secara bersamaan, tetapi gas menyumbang 90% dari semua zat pencemar udara (Lubis dkk., 2023).
Mendaur ulang limbah untuk digunakan sebagai bahan bangunan adalah salah satu cara untuk mengurangi polusi. Kayu dan bambu adalah bahan alami yang umum. Namun sejak tahun 2007, para peneliti telah menemukan komposit yang terdiri dari Mycelium. Komposit berbasis Mycelium adalah jenis jamur yang dapat menggunakan produk tambahan, disebut root network sebagai substrat atau molekul yang menjadi sasaran aksi enzim selama proses pertumbuhannya. Mycelium tumbuh dalam biomassa dan membentuk komposit padat yang mengisi volume jaringan (Herawati dkk., 2024).
Pertumbuhan mycelium di alam bebas berasal dari sisa-sisa organisme tumbuhan dan hewan serta metabolismenya, dan sangat bergantung pada lingkungan sekitarnya, seperti ketersediaan sumber makanan dan air. Di lingkungan industri, berbagai jenis limbah dan produk sampingan, termasuk sedotan, ampas tebu, kayu, dan lainnya, digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan mycelium. Konstruksi, pengemasan, dan pembuatan berbagai barang menggunakan komposit berbasis Mycelium. Mycelium merupakan suatu “root network” jamur dan fungi yang berfungsi sebagai perekat alami untuk menyatukan dan bertumbuh dalam biomassa. Mycelium juga dapat digunakan untuk menempel pada berbagai material natural, khususnya limbah pertanian seperti ampas kopi, daun, potongan bambu, dan sisa makanan. Mycelium juga dapat digunakan untuk membuat barang-barang seperti panel insulasi, batu bata, furnitur, dan fasad serta dapat menjadi Solusi sebagai carbon capture (Fona dkk., 2023).
Selain itu Mycelium dapat menyerap CO2 dari udara secara aktif selama pertumbuhan, dengan setiap kilogram mycelium menyerap sekitar 0,5–1 kilogram CO2 dari udara. Selama fase pertumbuhan, yang berlangsung selama 5-7 hari, karbon disimpan dalam struktur sel mycelium. Mycelium ini memiliki manfaat jangka panjang, seperti bahwa karbon tetap tersimpan selama masa pakai bangunan, dapat didaur ulang tanpa menghasilkan emisi tambahan, dan mendukung ekonomi sirkular (Lee dan Choi, 2021).
Mycelium juga mengurangi limbah pertanian dan industri sebagai bahan baku, tidak membutuhkan pembakaran seperti bata merah, mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi, meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan memungkinkan kredit karbon. Mycelium memiliki kemampuan untuk mengikat bahan tambahan yang biasanya merupakan limbah menjadi material komposit yang dapat digunakan, yang memungkinkan kita untuk berkreasi bersama dengan alam, berekspresi, dan menata kembali paradigma produksi menuju solusi yang lebih berkelanjutan. Ini menjadikannya alat penting untuk inovasi material berkelanjutan (Hawkins dkk., 2023).
PEMBAHASAN
Dalam keberlanjutan bangunan dan orang yang menggunakannya harus menjadi prioritas dalam desain arsitektur modern. Karena standar kuantitatif dalam rancangan arsitektur, arsitek harus mengetahui perubahan dalam bahan bangunan dan teknologi bangunan. Menurut Lubis dalam Frick dan Suskiyatno (2007), dasar dari masalah kesinambungan teknologi adalah bahwa kemajuan budaya manusia tidak selalu diikuti oleh kemajuan teknologi.
Konsumen konservatif mencari produk yang dapat menahan karbon lebih lama dan tahan lama karena dianggap dapat mengurangi pelepasan gas rumah kaca, terutama gas CO2 ke udara, sehingga mengurangi bahaya efek rumah kaca. Konsumen yang peduli dengan lingkungan juga dapat mempertimbangkan penggunaan zat atau bahan kimia yang tidak merusak lingkungan dalam berbagai proses pembuatan produk, seperti penggemukan kayu dan produk yang diubah melalui proses kimia.
Tidak ada zat kimia yang berbahaya yang terkandung dalam bahan bangunan tradisional, seperti batu alam, mineral, kayu, bambu, tanah liat, dan sebagainya. Berbeda dengan bahan bangunan modern seperti tegel, keramik, pipa plastik, penutup atap polycarbonate, cat, perekat, dan bahan lainnya yang konsumen tidak tahu siapa pembuatnya atau bagaimana mereka dicampur. Ada beberapa zat yang diketahui dapat membahayakan kesehatan manusia, terutama gas yang menghilang dalam udara.
Mycelium yang memiliki kedalaman lebih dari 300 mil ke dalam bumi, memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menyerap dan memecah hidrokarbon, yang memainkan peran penting dalam ekosistem hutan. Mycelium digunakan sebagai bahan bangunan yang dapat berperan sebagai carbon capture. Proses pembentukan dilakukan dengan mengumpulkan bagian ampas tebu, lalu menambahkan jamur Mycelium.
Adapun proses pembuatan bata dari Mycelium yaitu :
1. Bata dibuat dengan pembibitan jamur. Setelah ampas tebu dimasukkan ke dalam kantong plastik yang disebut baglog, baglog dibersihkan selama satu hari dengan merebusnya.
2. Setelah itu, baglog diberi bibit dan diinkubasi di tempat yang lembap dan tidak terlalu cerah. Setelah itu, ampas tebu yang sudah dicampur dengan mycelium sebagai isi baglog dihancurkan di dalam wadah dan dimasukkan ke dalam cetakan berukuran 30 x 30 cm untuk membentuk lempengan dan di Inkubasi dalam kondisi optimal (suhu 20-24°C, kelembaban 65-75%)
3. Lempengan itu kemudian dibiarkan hingga seluruh permukaannya memutih seperti tempe. Setelah itu, lempengan itu diproses lebih lanjut
4. Diuji kekuatan dan densitas material. Lalu di keringkan material pada suhu rendah dan Kemudian diuji ketahanan terhadap air dan api
Tabel 1. Tahapan Pembuatan Mycelium sebagai bahan bangunan konstruksi
(Fonna dkk., 2023).
Gambar 1. Pembuatan bata mycelium (https://coffeecivil.com/2022/10/15/mycelium/)
Meskipun pengaplikasian Mycelium menjadi bahan bangunan belum terlalu banyak dan berkembang di Indonesia. Jika kota masa depan dibuat dengan bahan dasar ini maka akan menciptakan bangunan organik dengan bentuk biomimetic, fasad hidup yang dapat disesuaikan yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem pertanian kota vertikal struktur modular yang dapat berkembang, warna dan tekstur alami. Selain itu perkotaan dengan bahan bangunan menggunakan Mycelium dapat menjadi penyerapan karbon aktif oleh struktur bangunan.
Gambar 2. Bangunan di masa depan dengan mycelium
(https://www.greeners.co/ide-inovasi/11-macam-bahan-bangunan-lebih-hijau-dibanding-beton/8/)
Pembuatan bata myselium menghasilkan kedua karbon netral dan negatif, yang menunjukkan bahwa myselium sepenuhnya regeneratif dan benar-benar mengambil karbon dioksida dari atmosfer. Kekuatan Bata Myselium dengan berat 43 kilogram per meter kubik dan 2400 kg permeter kubik, lebih kuat daripada beton 4000 psi, tetapi kekuatan tekannya sekitar 30 psi membuatnya tidak digunakan secara luas sebagai bahan konstruksi. Ketahanan air bata Myselium juga cenderung merosot seiring waktu. Dalam kondisi terbaik, bata miselium dapat bertahan selama sekitar 20 tahun. Namun dalam kondisi terburuk, bata miselium dapat rusak hanya dalam enam minggu. Meskipun bahan bangunan miselium masih sangat baru, tetapi manfaatnya sangat besar.
Meskipun penggunaan miselium dalam industri konstruksi masih merupakan percobaan, kemajuan yang ditunjukkan menunjukkan bahwa industri ingin mengembangkan dan mengembangkan pendekatan yang lebih “dari awal hingga akhir” untuk pembangunan dengan tujuan mengurangi jumlah energi yang terkandung dalam produk mereka sekaligus mengurangi jumlah limbah bersih seminimal mungkin ketika produk tersebut selesai digunakan. Di masa depan, produk ini dapat digunakan secara signifikan dalam proses konstruksi bangunan, digunakan untuk isolasi dan sebagai pengganti pasangan bata tradisional.
KESIMPULAN
Bentuk, warna, dan tekstur yang berbeda dari material Mycelium membuatnya mudah diubah dan memberi kesan yang berbeda pada bangunan. Untuk kepuasan pengguna, Mycelium juga dapat berfungsi sebagai pengumpul karbon polusi serta sebagai insulator termal dan audial. Dengan memanfaatkan limbah perkebunan seperti ampas tebu, penggunaan bahan ringan ini meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, mycelium dapat digunakan sebagai alternatif untuk bahan bangunan perkotaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, G. (2014). Making houses out of mushrooms – BBC News. [online] BBC News. Available at: http://www.bbc.com/news/magazine-28712940 [Accessed 1 Feb. 2017].
Boyer, M. and Boyer, M. (2017). Philip Ross Molds Fast-Growing Fungi Into Mushroom Building Bricks That Are Stronger than Concrete. [online] Inhabitat.com. Available at: http://inhabitat.com/phillip-ross-molds-fast-growing-fungi-into-mushroom-building-bricks-that-are-stronger-than-concrete/ [Accessed 1 Feb. 2017].
Fonna, F. A., Irsyad, D. I., Adriansyah, K. F., Qonitah, L., & Koerniawan, M. D. (2023). Penggunaan Material Mycelium dalam Perancangan Kembali Microlibrary Warak Kayu. ARSITEKTURA, 21(2), 179. https://doi.org/10.20961/arst.v21i2.74221
Hawkins, H. J., Cargill, R. I. M., van Nuland, M. E., Hagen, S. C., Field, K. J., Sheldrake, M., Soudzilovskaia, N. A., & Kiers, E. T. (2023). Mycorrhizal mycelium as a global carbon pool. In Current Biology (Vol. 33, Issue 11, pp. R560–R573). Cell Press. https://doi.org/10.1016/j.cub.2023.02.027
Hapida, Y., Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, P., & Zainal Abidin Fikri, J. K. (n.d.). PEMANFAATAN AMPAS TEBU DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PALEMBANG DAN SUMBANGSIHNYA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DI SMA.
Herawati, E., Septi Amalia, D., Malaysia, E., Murniyati, A., Program Studi Pengelolaan Hutan, F., & Pertanian Negeri Samarinda, P. (2024). Pengaruh Perbedaan Komposisi Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Effect of Differences in the Composition of Growing Media on the Growth of White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) Mycelium. 20(01).
Kimsan, M. (2023). STABILITA || Jurnal Ilmiah Teknik Sipil KONSTRUKSI GEDUNG & DAMPAK LINGKUNGAN: A Review (Vol. 11, Issue 3).
Lubis, F. S., I. Muslim, M. A. Adfan dan G. Wibisono. 2023. My-Ecocrete (Mycelium Ecological Active Concrete) Inovasi Beton Mycelium pada Limbah Sawit: Narrative Review. Jurnal Serambi Engineering. Vol.8(2): 5916-5923.
Lee, T., & Choi, J. (2021). Mycelium-composite panels for atmospheric particulate matter adsorption. Results in Materials, 11. https://doi.org/10.1016/j.rinma.2021.100208.
Semangat terus ya semoga sukses….
masyaallah keren
Keren
Karen.. Allah bersamai selalu teruslah menginspirasi 😇😇
Luar biasa. Sangat bermanfaat sekali. Semangat terus tebar manfaat.
Terimakasih semua
Keren