Green Open Space Sebagai Kunci Untuk Menciptakan Lingkungan Perkotaan Yang Sehat Berkelanjutan Dan Pencegahan Dari Perubahan Iklim
Ditulis oleh : Susilo Bambang Budi Sakti.
“Waktu terbaik untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Waktu terbaik kedua adalah sekarang.” – Peribahasa Cina
PENDAHULUAN
Di zaman modern saat ini ada begitu banyak tantangan lingkungan dan urbanisasi terus berkelanjutan. Perkembangan urbanisasi yang pesat di berbagai duniah telah membawa dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Menurut data dari United Nations menunjukkan bahwa lebih dari 55% populasi dunia bertempat tinggal di daerah perkotaan dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 68% pada tahun 2050. Peningkatan jumlah penduduk di daerah perkotaan meyebabbkan berbagai masalah sepertj penigkatan emisi gas co2, polusi udara tinggi, banjir yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur, serta penurunan kualitas hidup (UN, 2018).
Minimnya ruang terbuka hijau (RTH) di daerah perkotaan memperburuk dampak perubahan iklim seperti tingginya polusi udara. Data dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa polusi udara menyebabkan lebih dari 7 juta mengalami kematian premature setiap tahunnya, bahkan lebih dari 3.000 kota di dunia melebihi standar paparan partikel halus yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Di sisi lain bangunan yang tidak efisien secara energi menyumbang sekitar 40% total konsumsi energi dunia dan 30% dari total energi karbon global, menurut laporan dari International Energy Agency (IEA). Konsep bangunan rama lingkungan dan cerdas atau akrab dikenal gedung hijau dan cerdas (Green and Smart Building) ini menciptakan ruang hidup yang berkelanjutan dan nyaman sehingga diperlukan pemikiran strategis dari para pakar dari belahan negeri. Jumat (19/4) di Auditorium Smart Green and Learning Center (SGLC), Fakultas Teknik UGM dalam Seminar on Design Operation and Maintenance of Green and Smart Building.(Kemenkes, 2024);(Bangunan – Sistem Energi – IEA, n.d.);(Ahli Bangunan Dunia Bahas Praktik Dan Perkembangan Gedung Hijau Dan Cerdas – Fakultas Teknik, n.d.).
Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada berbagai inovasi yang dikembangkan dalam perancangan dan pengembangan bangunan hijau dan cerdas (Green and Smart Building). Bangunan ramah lingkungan bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan melalui efisiensi energi, penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan, dan penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
Menurut data dari Pedoman Bangunan Cerdas Nusantara-IKN menjelaskan bahwa penerapan konsep bangunan cerdas (Smart Building) menawarkan banyak manfaat di antaranya mengoptimalkan penggunaan energi yang dapat meminimalisir pemborosan energi, meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuni gedung melalui pemantauan dan pengaturan kualitas udara dalam ruangan tertutup, serta meningkatkan keamanan dan keselamatan penghuni gedung dengan adanya sistem pemantauan CCTV, sensor kebakaran dan sistem alarm.(Berawi et al., 2023).
Solusi desain ramah lingkungan untuk bangunan di perkotaan yaitu meningkatkan jumlah pemakaian panel surya dibeberapa gedung, sistem pemanenan air hujan (PAH), dan penggunaan bahan bangunan daur ulang. Bangunan pintar (Smart Building) menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi operasional dan kenyamanan penghuni. Misalnya, Internet of Things (IoT) memungkinkan pemantauan dan pengelolaan konsumsi energi secara real-time, sehingga sistem otomasi gedung dapat mengoptimalkan konsumsi pencahayaan dan pendinginan berdasarkan permintaan aktual.(Mathé, 2023).
Berdasarkan permaalahan diatas, penulis membuat inovasi green open space sebagai kunci untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang sehat berkelanjutan dan pencegahan dampak dari perubahan iklim dengan adanya green open space di tengah-tengah kesibukan perkotaan dapat memberikan banyak manfaat penting bukan hanya untuk lingkungan tetapi juga untuk kesejahteraan manusia. Salah satu manfaat green open space dapat mengurangi polusi udara, menurunkan suhu perkotaan, dan manfaat bagi kesehatan mental.
ISI
Perubahan Iklim dan Dampak Luar Biasa Bagi Masyarakat
Perubahan iklim merupakan fenomena global yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas manusia itu sendiri. Efek rumah kaca merupakan masalah iklim yang mempengaruhi seluruh dunia dan menjadi faktor utama munculnya fenomena pemanasan global. Sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan iklim mikro. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap ketersediaan ruang terbuka hijau, iklim mikro, dan kerapatan vegetasi untuk mencegah terjadinya pemanasan global akibat gas rumah kaca. (ANALISIS PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus _ Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang) – Undip Repository, n.d.)
Menurut data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,1 derajat Celcius sejak akhir abad ke-19. Peningkatan suhu ini menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan badai. Dampak perubahan iklim semakin terasa di wilayah perkotaan. Urbanisasi yang pesat telah menyebabkan peningkatan jumlah bangunan dan berkurangnya ruang hijau Hal ini berkontribusi terhadap efek pulau panas perkotaan (urban heat island effect), dimana suhu di wilayah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di wilayah sekitarnya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Yani Ashiani menunjukkan bahwa hilangnya ruang hijau di Kota Bogor menyebabkan suhu lebih tinggi dan kelembapan lebih rendah, sehingga berdampak pada kualitas hidup masyarakat.(Asiani, 2007).
Dari permasalahan tersebut, korelasi dan dampaknya bagi masyarakat cukup terlihat. Minimnya ruang terbuka hijau di perkotaan memiliki berbagai dampak negative bagi Masyarakat sekitar. Di antaranya kualitas udara yang memburuk dengan adanya ruang terbuka hijau dapat menyerap polutan udara dan menjadi sumber oksigen. Menurut penelitian oleh Anggun Nindita ruang terbuka hijau public dapat membantu mencegah pencemaran udara dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Resiko banjir yang tinggi tanpa adanya ruang terbuka yang memadai kemampuan tanah untuk menyerap air hujan berkurang. Penelitian menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi dapat mengurangi aliran permukaan air hujan hingga 30%.(Dewi, 2017);(Nindita, 2023).
Solusi yang Pernah Ditawarkan
Pengaturan tata ruang yang dimana pemerintah daerah memasukkan alokasi ruang terbuka hijau dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW). Misalnya di daerah Pekanbaru ada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2022 menetapkan bahwa RTH punlik haru memenuhi minimal 20% dari luas wilayah perkotaan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menyediakan ruang terbuka hijau sesuai standar yang diterapkan. Menurut penelitian oleh Yudhatama alokasi ruang terbuka hijau sebesar 30% dari total luas wilayah kota sangat dianjurkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Pernyataan ini diperkuat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mensyaratkan RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Pembebasan tanah dalam pemukiman merupakan salah satu strategi yang diterapkan pemerintah sehingga dapat membebaskan lahan yang tidak terpakai untuk dijadikan taman. Di Yogyakarta pembebasan tanah sudah dilakukan sejak tahun 2007(Admin dlh, 2023).
Green Open Space
Penataan ruang yang tepat merupakan langkah awal untuk mewujudkan ruang terbuka hijau di perkotaan. Pemerintah daerah harus mengintegrasikan alokasi ruang hijau ke dalam rencana tata ruang daerah (RTRW) Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan mewajibkan setiap daerah menyisihkan minimal 30% wilayahnya sebagai ruang terbuka hijau. Green Open space bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekologi dan memastikan masyarakat memiliki akses terhadap ruang hijau. Maka seharusnya program ini sangat mungkin dilaksanakan. Analisis kebutuhan dalam pelaksanaan program ini sebagaimana dijelaskan pada table 1.
Tabel 1. Analisis kebutuhan dalam pelaksanaan program
No | Aspek | Deskripsi |
1. |
Luas Area Hijau Minimal . |
Setiap perkotaan harus memiliki RTH minimal 30% dari luas total wilayah. (Admin dlh, 2023). |
2. | Proporsi Publik vs Private | Proporsi 20% sebagai RTH publik seperti taman kota, taman rekreasi, taman wisata alam, dan seterusnya dan 10% sebagai RHT privat seperti halaman rumah dan gedung atau perkantoran yang ditanami tumbuhan.(Admin dlh, 2023). |
3. | Penanaman Pohon Massal | Bertujuan untuk meningkatkan jumlah vegetasi dan memperbaiki kualita udara. Contoh: Jakarta telah menanam sekitar 287 ribu pohon, 138 ribu mangrove, dan 8,8 juta tanaman pada tahun 2023 s/d 2024.(Kejar Target Ruang Terbuka Hijau, Jakarta Punya Program Ini, n.d.). |
4. | Monitoring dan Evaluasi | Dilakukan secara berkala untuk mengetahui sejauh mana perkembangan target RTH. Contoh: Data dina pertamanan dan hutan kota Jakarta menunjukkan terdapat 2.566 RTH dengan luas levih dari 1.800 hektare pada tahun 2021.(Target Perlusan Ruang Terbuka Hijau Jakarta, n.d.). |
5. | Edukasi lingkungan | Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. |
Bila kebutuhan tersebut terpenuhi maka program ini tepat untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, dukungan dan kerjasama dari semua pihak sangat diperlukan bukan hanya dari pemerintah tetapi juga butuh dukungan dari masyarakat demi terealisasinya program ini. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses perumusan hingga pelaksanaan program ini sebagaimana dijelaskanpada tabel 2.
Tabel 2. Pihak-pihak yang terlibat
Pihak Yang Terlibat | Tugas dan Tanggung Jawab |
Pemerintah Daerah |
Bertanggung jawab atas perencanaan, pengoperasian, dan pengembangan RTH. Di Indonesia, hal ini mencakup dinas perumahan, dinas perencanaan tata ruang, dan dinas lingkungan. Mereka menetapkan pedoman dan peraturan mengenai ruang hijau. |
Pihak Swasta | Pengembang perumahan dan Perusahaan yang berinvestasi dalam Pembangunan RTH. Mereka dapat berkontribusi melalui sponsor atau Kerjasama dalam proyek pengembangan ruang terbuka hijau. |
Pihak Masyarakat Umum | Masyarakat berperan dalam menjaga kebersihan dan keamanan ruang terbuka hijau. |
Akademisi dan Peneliti | Berperan dalam memberikan data dan analisis terkait kebutuhan RTH serta dampaknya terhadap lingkungan dan mayarakat. |
Suku Dinas Pertamanan | Memiliki peran penting dalam penyediaan dan pemeliharaan RTH di tingkat lokal. Contoh: melakukan kegiatan penanaman, pemangkasan, dan perawatan tanaman. |
Program Green Open Space diharapkan mampu menjadi solusi bagi permasalahan perubahan iklim dan efek urbanisasi yang berkelanjutan.
PENUTUP
Simpulan
Tanaman adalah paru-paru bumi yang memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Oleh karena itu, kita semua harus memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya tanaman hijau di lingkungan sekitar. Meskipun sudah ada taman kota di beberapa kota tetapi menurut data dari World Health Organization (WHO) dan IQAir menyebutkan bahwa polusi udara menyebabkan lebih dari 7 juta mengalami kematian premature setiap tahunnya, bahkan lebih dari 3.000 kota di dunia melebihi standar paparan partikel halus yang berdampak buruk pada Kesehatan. Sehingga dengan adanya program Green Open Space yang berkelanjutan dapat meningkatkan populasi tanaman dan menjadi solusi untuk kesehatan. Seperti peningkatan kualitas udara, peningkatan interaksi social, dan masih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Admin dlh. (2023). Tata Laksana Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat Sebagai Implementasi Koefisien Dasar Hijau Untuk Meningkatkan Luasan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Singaraja. In Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng. https://dlh.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/22_tata-laksana-penyediaan-ruang-terbuka-hijau-privat-sebagai-implementasi-koefisien-dasar-hijau-untuk-meningkatkan-luasan-ruang-terbuka-hijau-di-kawasan-perkotaan-singaraja
Ahli Bangunan Dunia Bahas Praktik dan Perkembangan Gedung Hijau dan Cerdas – Fakultas Teknik. (n.d.).
ANALISIS PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KAWASAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus _ Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang) – Undip Repository. (n.d.).
Asiani, Y. (2007). Pengaruh kondisi ruang terbuka hijau (RTH) pada iklim mikro di Kota Bogor Tesis. Depok (ID): Universitas Indonesia, 55, 2–3.
Bangunan – Sistem Energi – IEA. (n.d.).
Berawi, M. A., Yatmo, Y. A., Sari, M., Larasati, S. P., & Roberts, E. (2023). Pedoman Bangunan Cerdas Nusantara: Transformasi Hijau dan Digital Otorita Ibu Kota Nusantara. In-House Kedeputian Transformasi Hijau Dan Digital Otorita Ibu Kota Nusantara, 1–104. https://www.ikn.go.id/storage/pedoman-bangunan-cerdas-nusantara.pdf
Dewi, Y. S. (2017). Ruang Terbuka Hijau Dalam Mitigasi Perubahan Iklim Green Open Space in Climate Change Mitigation. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan, 11(1), 71–76. https://doi.org/10.21009/plpb.111.04
Kejar Target Ruang Terbuka Hijau, Jakarta Punya Program Ini. (n.d.).
Kemenkes. (2024). Bahaya Polusi Udara bagi Kesehatan: Dampak, Penyebab dan Pencegahannya. In ayosehat.kemkes.go.id. August 21, 2024. https://ayosehat.kemkes.go.id/bahaya-polusi-udara-bagi-kesehatan
Mathé, C. (2023). IoT in Smart Buildings: Benefits, Use Cases, and Tips – Wattsense. https://www.wattsense.com/blog/building-management/iot-in-smart-buildings-benefits-use-cases-and-tips/
Nindita, A. (2023). Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Publik untuk Kesehatan Masyarakat Sekaligus Cegah Pencemaran Udara. In Institut Teknologi Bandung. https://www.itb.ac.id/news/read/59785/home/pemanfaatan-ruang-terbuka-hijau-publik-untuk-kesehatan-masyarakat-sekaligus-cegah-pencemaran-udara
Target Perlusan Ruang Terbuka Hijau Jakarta. (n.d.).
UN. (2018). 68% of the world population projected to live in urban areas by 2050, says UN | United Nations. In UN – department of Economic and Social Affairs. https://www.un.org/uk/desa/68-world-population-projected-live-urban-areas-2050-says-un
.
.
Behhh sangat membantu sekali