Peningkatan Efisiensi Sistem Photovoltaic dengan Pemanfaatan Crude Palm Oil (CPO) sebagai Phase Change Material (PCM) untuk Mereduksi Panas Berlebih
Ditulis oleh: Yusran Satriawan
Kenaikan kebutuhan energi di Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang pesat. Berdasarkan data dari Basis Data Emisi untuk Penelitian Atmosfer Global (EDGAR) yang dikelola Komisi Eropa, emisi gas rumah kaca global pada tahun 2022 mencapai 53,79 gigaton setara karbon dioksida (Gt CO2e), meningkat sebesar 1,37% dari tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat ketujuh dunia dalam hal emisi gas rumah kaca pada tahun 2022, dengan total emisi sebesar 1,24 Gt CO2e, naik dari 1,12 Gt CO2e pada tahun 2021 (Annur, 2023). Disisi lain, sumber energi primer terbesar di Indonesia pada tahun 2022 adalah batubara (17.267.940 terajoule), diikuti gas alam (2.388.615 terajoule) dan minyak mentah serta kondensat (1.364.177 terajoule) (Badan Pusat Statistik, 2023). Ketergantungan pada energi fosil ini tidak hanya berdampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga menimbulkan tantangan besar bagi keberlanjutan energi Indonesia di masa depan (Huda, 2023). Oleh karena itu, transisi menuju energi berkelanjutan menjadi langkah yang penting untuk mendukung kebutuhan energi nasional sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Gambar 1 Produksi Energi Primer 2018-2022
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2023)
Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG (2023), tingkat radiasi matahari di Indonesia mencapai 6,1 hingga 7,5 kWh/m², terutama di wilayah seperti Kalimantan dan Nusa Tenggara. Potensi ini menjadikan energi surya sebagai alternatif yang prospektif untuk dikembangkan. Namun, kontribusi energi surya di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasarkan data Ditjen EBTKE (2024), energi surya hanya menyumbang 573,8 MW atau sekitar 4% dari total kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia yang mencapai 13.155 MW pada tahun 2023. Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat membantu mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 (Hasjanah, 2024). Dengan demikian, upaya pengembangan energi surya melalui Sistem Photovoltaic (PV) merupakan langkah strategis untuk mendukung transisi energi terbarukan di Indonesia.
Gambar 2 Peta Potensi Energi Matahari di Indonesia
Sumber: Deputi Bidang Klimatologi BMKG (2023)
No | Judul | Tahun | Penulis | Metode | Temuan Utama |
1 | Peningkatan Efisiensi Elektrik Modul Surya Menggunakan Bahan Berubah Fasa dan Maximum Power Point Tracking (MPPT) | 2017 | Hidayat dkk. | Pengujian kombinasi PCM dan MPPT pada modul PV | Kombinasi PCM dan MPPT meningkatkan efisiensi dari 9,64% menjadi 16,27% dengan penurunan suhu sel PV. |
2 | Perancangan dan Analisis Karakteristik Sistem Photovoltaic–Thermal | 2021 | Syamsuddin & Nelwan | Desain dan pengujian sistem PV/T dengan tiga model aliran udara | Model PV/T I mencapai efisiensi listrik tertinggi sebesar 14,2%, lebih tinggi dibandingkan panel normal (12,3%). |
3 | Analisis Kinerja Solar Photovoltaic System (SPS) Berdasarkan Energi dan Eksergi | 2023 | Hamdani dkk. | Analisis energi dan eksergi pada sistem PV di Samarinda | Efisiensi energi lebih tinggi (12-35%) dibandingkan efisiensi eksergi (4-12%), menunjukkan potensi perbaikan yang tinggi. |
4 | Pengaruh Suhu Terhadap Kinerja Modul Fotovoltaik di Berbagai Lokasi di Indonesia | 2020 | Kusuma | Pengujian kinerja modul PV di lokasi berbeda dengan variasi suhu | Suhu yang lebih rendah berkontribusi pada peningkatan efisiensi konversi energi hingga 16,12%. |
5 | Studi Kinerja Ground Heat Exchanger (GHE) sebagai Media Pendingin Temperatur Permukaan Panel Surya dengan Variasi Kecepatan Udara | 2023 | Cahyono & Gunawan | Pengujian sistem pendinginan aktif pada modul PV menggunakan Ground Heat Exchanger (GHE) | Pendinginan aktif dapat menurunkan suhu modul hingga 25,6C pada kecepatan udara 3 m/s |
Penggunaan PCM dalam panel PV akan menyerap dan melepaskan panas pada suhu tertentu melalui proses perubahan fase. Ketika suhu panel meningkat hingga melebihi titik lebur PCM, PCM menyerap panas dan berubah dari padat menjadi cair. Proses ini membantu menurunkan suhu panel dan menjaga kinerja sistem PV tetap stabil. Saat suhu panel menurun, PCM akan kembali ke fase padat dan melepaskan energi panas yang tersimpan. Mekanisme ini sangat membantu dalam menjaga suhu panel PV agar tetap berada dalam kondisi optimal. Lamba dkk. (2023) menemukan bahwa penggunaan PCM dapat menurunkan suhu panel PV hingga 9,5°C lebih rendah dibandingkan dengan panel standar, sehingga meningkatkan efisiensi dan umur operasional sistem PV.
Gambar 3 Siklus Phase Change Material
Sumber: Kossambe dkk. (2020)
CPO | Temperatur (˚C) | |||||
25 | 32 | 35 | 40 | 45 | 50 | |
Sisa massa padat (gr) | 50,427 | 50,427 | 23,045 | 4,855 | 1,036 | 0 |
Sisa massa padat (%) | 100 | 100 | 45,700 | 9,628 | 2,054 | 0 |
Sumber: Hidayat dkk. (2017)
Gambar 4 Grafik hubungan suhu dengan massa padat CPO
Sumber: Hidayat dkk. (2017)
Karakteristik tersebut memungkinkan CPO menyerap panas dalam proses pencairan saat suhu meningkat, sehingga mengurangi overheating pada panel PV. Ketika suhu menurun, CPO melepaskan panas yang tersimpan dan kembali ke fase padat, membantu menjaga suhu panel tetap stabil dan meningkatkan efisiensinya. Lebih lanjut, studi oleh Yusuf & Ballikaya (2023) menunjukkan bahwa penggunaan CPO sebagai PCM mampu menurunkan suhu panel PV hingga 9°C, yang berkontribusi positif pada peningkatan daya output listrik. Integrasi inovasi ini mampu berkontribusi pada peningkatan daya listrik yang dihasilkan hingga 15,8% (Maghrabie dkk., 2023).
Namun, pemanfaatan CPO sebagai PCM juga menghadapi tantangan terkait keberlanjutan industri kelapa sawit, yang sering dikaitkan dengan isu deforestasi. Ekspansi perkebunan kelapa sawit, contohnya di Provinsi Riau dengan luas mencapau 21% dari luas kebun kelapa sawit di Indonesia, berpotensi menurunkan kerapatan vegetasi dan mengancam habitat spesies endemik (Nugroho & Handayani, 2021). Selain itu, konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit juga berdampak pada emisi gas rumah kaca yang signifikan. Berdasarkan data Direktorat Statistik Tanaman Pangan (2023), luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat dari 14,33 juta hektar pada tahun 2018 menjadi sekitar 15,34 juta hektar pada tahun 2022. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan praktik pengelolaan yang berkelanjutan dalam industri kelapa sawit guna meminimalkan dampak lingkungan.
Gambar 5 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia, 2018-2022
Sumber: Direktorat Statistik Tanaman Pangan (2023)
Siklus pemanasan dan pendinginan yang berulang dapat menyebabkan degradasi pada CPO sebagai PCM, sehingga menurunkan efektivitasnya dalam jangka panjang. Untuk mengatasi hal ini, pengembangan formulasi CPO dengan mencampurkannya bersama bahan berketahanan termal tinggi seperti poli (asam laktat) (PLA) atau poli (ε-kaprolakton) (PCL) dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas termalnya (Larasati, 2019). Penambahan aditif stabilizer juga dapat memperlambat laju degradasi CPO. Meski begitu, penelitian jangka panjang dan analisis siklus hidup diperlukan untuk memahami batasan dari penggunaan CPO.
Dari segi ekonomi, diversifikasi produk kelapa sawit dalam aplikasi energi terbarukan dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperkuat perekonomian lokal. Selain itu, penerapan inovasi CPO sebagai PCM dalam sistem PV dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia. Integrasi teknologi ini diharapkan mampu berkontribusi pada pengurangan emisi GRK hingga 43,5%, sesuai dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi sebesar 29% secara mandiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 (Limanseto, 2022).
Secara keseluruhan, penggunaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai Phase Change Material (PCM) dalam sistem photovoltaic (PV) di Indonesia menawarkan solusi inovatif untuk meningkatkan efisiensi energi surya. Dengan kemampuannya menyerap dan melepaskan panas saat suhu panel naik atau turun, CPO dapat membantu mengatasi masalah overheating pada panel PV sehingga meningkatkan efisiensi dan memperpanjang umur operasional panel PV. Disisi lain, inovasi ini juga berkontribusi pada pengurangan emisi GRK hingga 43,5%. Namun, penerapan CPO sebagai PCM juga menghadapi tantangan terkait industri kelapa sawit yang masih diwarnai isu lingkungan seperti deforestasi. Oleh karena itu, perlu adanya praktik berkelanjutan untuk memastikan bahwa inovasi ini tidak merusak lingkungan.
.
Daftar Pustaka
Adi, A. C. (2024). Kinerja Subsektor EBTKE 2023 dan Program 2024: Diversifikasi Produk BBN dan Peningkatan Kapasitas Pembangkit EBT.
Annur, C. M. (2023, September 28). Volume Emisi Gas Rumah Kaca dari 11 Negara Penghasil Terbesar Dunia (2022). Katadata.id.
Cahyono, R., & Gunawan. (2023). Studi Kinerja Ground Heat Exchanger (GHE) sebagai Media Pendingin Temperatur Permukaan Panel Surya dengan Variasi Kecepatan Udara [Universitas Lambung Mangkurat]. https://repo-dosen.ulm.ac.id//handle/123456789/29804
Deputi Bidang Klimatologi. (2023). Informasi Iklim untuk Sektor Energi. Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG.
Direktorat Statistik Tanaman Pangan, H. dan P. (2023). Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2022 (Vol. 16). Badan Pusat Statistik.
Hamdani, D., Subagiada, K., & Subagiyo, L. (2023). Analisis Kinerja Solar Photovoltaic System (SPS) berdasarkan Tinjauan Efisiensi Energi dan Eksergi. Jurnal Material dan Energi Indonesia , 1(2), 84–92.
Hasjanah, K. (2024). Menggapai Target 23% Bauran Energi Terbarukan 2025.
Hidayat, F., Setyo Indartono, Y., & Suwono, A. (2017). Peningkatan Effisiensi Elektrik Modul Surya Menggunakan Bahan Berubah Fasa dan Maximum Power Point Tracking (MPPT). 2.
Huda, A. K. N. A. (2023). Transisi Energi di Indonesia: Overview & Challenge. 9(2), 49–60.
Kossambe, S., Phaldessai, G., Jain, S., & Kossambe, S. R. (2020). FABRICATION AND ANALYSIS OF COOLING JACKET INCORPORATED WITH PHASE CHANGE MATERIAL. Article in International Journal of Latest Trends in Engineering and Technology. https://doi.org/10.21172/1.173.03
Kusuma, R. Y. (2023). Perancangan Sistem Monitoring Efisiensi dan Proses Pendinginan Konveksi Alami Pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Teknik Fisika (PLTS-TF) [Institut Teknologi Sepuluh Nopember]. http://repository.its.ac.id/id/eprint/100202
Lamba, R., Montero, F. J., Kumar, R., Choudhary, A. K., Vashishtha, M., & Upadhyaya, S. (2023). Effect of Phase Change Material on Thermal Management of Photovoltaic System (hlm. 819–827). https://doi.org/10.1007/978-981-99-2279-6_73
Larasati, Y. (2019). Sintesis dan Karakterisasi Polipaduan Poli (asam laktat) (PLA) dan Poli(ε-kaprolakton) (PCL) dengan Emulsifier Tween 80 sebagai Bahan Baku Benang Bedah Operasi. Universitas Lampung.
Limanseto, H. (2022). Akselerasi Net Zero Emissions, Indonesia Deklarasikan Target Terbaru Penurunan Emisi Karbon.
Maghrabie, H. M., Mohamed, A. S. A., Fahmy, A. M., & Abdel Samee, A. A. (2023). Performance enhancement of PV panels using phase change material (PCM): An experimental implementation. Case Studies in Thermal Engineering, 42, 102741. https://doi.org/10.1016/j.csite.2023.102741
Nugroho, D. A., & Handayani, W. (2021). Kajian Faktor Penyebab Banjir dalam Perspektif Wilayah Sungai: Pembelajaran Dari Sub Sistem Drainase Sungai Beringin. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 17(2), 119–136. https://doi.org/10.14710/pwk.v17i2.33912
Purmalino, A., & Nafisah, I. (2023). Neraca Energi Indonesia 2018-2022 (D. Iswanto & A. E. Septiyono, Ed.; 2 ed., Vol. 25). Badan Pusat Statistik Indonesia.
Syamsuddin, S., & Nelwan, L. O. (2021). Perancangan dan Analisis Karakteristik Sistem Photovoltaic–Thermal [Institute Pertanian Bogor]. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/106674
Yusuf, A., & Ballikaya, S. (2023). Performance analysis of concentrated photovoltaic systems using thermoelectric module with phase change material. Journal of Energy Storage, 59, 106544. https://doi.org/10.1016/j.est.2022.106544
.