Solusi Desain Ramah Lingkungan untuk Bangunan di Perkotaan

Last Updated: 14 November 2024By
📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 18

Ditulis oleh: Zidny Ilman Azzuardi

Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk selaras pula dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan konstruksi bangunan yang merupakan tempat utama bernaung. Kebutuhan manusia akan rumah atau bangunan tempat tinggal sebagai kebutuhan primer yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Menurut Karyono (2013), rumah tinggal yang baik harus mampu memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim dalam yang nyaman bagi penghuninya . Faktor penting untuk membangun perlindungan terhadap iklim yang tidak nyaman tersebut yaitu melalui pencahayaan, suhu, kelembaban udara, dan sebagainya. Di zaman sekarang ini, kebanyakan bangunan tempat tinggal dibangun hanya berfokus pada aspek keindahannya saja tanpa mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dan iklim pada lokasi perencanaan bangunan yang akan dibangun. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan lingkungan sekitar yang, menyatukan keluarga, meningkatkan tumbuh kembang manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup (Wicaksono, 2009:3).

Konsep atau desain bangunan ramah lingkungan atau “green building concept” adalah bentuk pendekatan desain dan konstruksi yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dengan biaya rendah dan meminimalkan serta memperhatikan akan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan atau ekosistem. Proses konstruksi sebuah bangunan, dari mulai mendesain lokasi tempat yang akan dibangun hingga proses membangun gedung tersebut. Kemudian dilakukan tahapan perawatan dan apabila sudah tidak digunakan akan diruntuhkan yang tentunya harus tetap memperhatikan kondisi kelestarian lingkungan sekitar. Pemahaman mengenai konsep Green Building sendiri juga dijelaskan pada, (Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia, 2008) yaitu bangunan yang:

  1. Terhubung dengan alam atau bangunan yang proses pembangunan berkaitan atau memiliki sentuhan dengan alam.
  2. Perencanaan jangka panjang namun tetap memperhatikan ekosistem sekitar pembangunan.
  3. Tetap mempertimbangkan kualitas fisik dan sosial, karena bangunan adalah hasil konstruksi dari manusia.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010, bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya, serta merupakan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Untuk mencapai bangunan ramah lingkungan tersebut dapat dilakukan perancangan secara pasif (alami), yaitu perancangan bangunan dengan mempertimbangkan faktor iklim, sifat fisika bangunan dan variabel perancangan bangunan lainnya seperti orientasi bangunan, bentuk, peneduh matahari dan sebagainya (Soegijanto, 1999:1). Beberapa solusi desain ramah lingkungan yang bisa diterapkan pada bangunan dan lingkungan perkotaan:

  1. Desain Hemat Energi

Di masa kini saat energi menjadi material yang sangat berharga dan mahal, maka kehidupan yang serba hemat energy menjadi perhatian yang sangat besar. Demikian halnya dengan bangunan. Tuntutan akan bangunan hemat energy meliputi aspek pelaksanaan pembangunan sampai operasionalnya. Umumnya operasional bangunan yang menggunakan listrik menjadi tolok ukur utama tentang pemakaian energy, meskipun didalamnya juga ada pemakaian energy lainnya seperti bahan bakar minyak dan gas. Proses perancangan dikembangkan oleh John Zeizel (1981), dimana proses desain merupakan suatu proses yang berulang-ulang secara terus menerus (spiral process). Rangkaian proses desain ini dibuat dalam kerangka pikir perancangan objek yang diterapkan dalam kasus ini. Di Indonesia, standar konservasi energi bangunan gedung telah didefinisikan secara teknis pada tahun 2000 oleh Departemen Pekerjaan Umum melalui SNI 03-6389-2000, yaitu Standar Konservasi Energi untuk Perancangan Selubung Bangunan Hemat Energi. Namun demikian didalamnya juga diatur batasan-batasan mengenai pemakaian energi untuk kebutuhan pemenuhan pencahayaan dan penghawaan. Langkah awal yang seharusnya dilakukan dalam setiap desain yang ramah lingkungan / Ecodesign adalah menghindari kerusakan yang lebih lanjut dan memberikan solusi desain untuk mempertahankan lingkungan tersebut seperti memanfaatkan cahaya alami dengan menggunakan jendela besar, skylight, atau dinding kaca untuk mengurangi kebutuhan listrik di siang hari. Selain itu, bisa juga memasang panel surya, turbin angin, atau sumber energi terbarukan lain untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

2. Penggunaan Material atau Logistik yang Berkelanjutan

Mendefinisikan “penggunaan berkelanjutan” sebagai pembangunan pada era modern saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Togatorop et al., 2024). Sistem jaringan logistik yang berkelanjutan dan mampu mengikuti perkembangan zaman akan memberikan dampak yang positif bagi kehidupan manusia saat ini. Sistem jaringan logistik berkelanjutan di era modern selain dapat memberikan dampak positif terhadap manusia, tentunya juga memiliki peran yang cukup penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional (Rahman, 2024), penggunaan material yang bisa didaur ulang seperti kayu bekas, baja daur ulang, atau beton hijau dan juga memanfaatkan material lokal juga mengurangi jejak karbon dari transportasi. Dengan demikian, transformasi jaringan logistik berkelanjutan tidak hanya menjadi strategi bisnis yang cerdas tetapi juga sebuah kebutuhan mendesak untuk memastikan kesejahteraan lingkungan dan keberlanjutan ekonomi di masa depan.

3. Pemanfaatan Ruang Hijau

Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain- lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan bahkan tingginya polusi udara. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis bagi masyarakatnya yang dapat diaplikasikan seperti menanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi udara secara signifikan dan ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi.

4. Teknologi Bangunan Pintar

Teknologi modern diperlukan dalam hal ini untuk meningkatkan produksi serta efisiensi waktu. Selain itu pemanfaatan teknologi modern juga dapat meningkatkan nilai jual produk karena produk akan memiliki kualitas tinggi. Oleh karena itu, penggunaan teknologi modern dalam bangunan ini harus disertai adanya keseimbangan energi dalam operasional bangunan dan dengan ini pun terciptanya konsep bangunan pintar (smart building) pada bangunan dengan tujuan untuk menekan biaya operasional bangunan serta mengurangi jejak karbon lingkungan.Karakteristik bangunan pintar sendiri terdapat tiga jenis, yaitu:

  • sustainable (berkelanjutan), yang berarti bangunan pintar tetap akan bertahan dan berfungsi seiring perkembangan zaman. Sustainable sendiri merupakan arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan, tanpa merusak suatu objek yang signifikan.
  • earth friendly (ramah lingkungan). Suatu bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi.
  • high performance building (kinerja bangunan yang tinggi), fungsinya untuk memanfaatkan energi alam untuk meminimalkan penggunaan energi dalam bangunan.

Penerapan bangunan pintar ini tentunya untuk mempermudah aktivitas di dalam bangunan. Juga untuk menciptakan bangunan yang ramah lingkungan serta dapat menghemat energi dalam pengoperasiannya. Dalam desain ini memiliki keunikan/ pembeda dari bangunan lainnya, dalam tatanan lahan penempatan bangunan yang efisien serta banyaknya ruang hijau, kemudian dalam segi bentuk bangunan ini memiliki fasad pada irama dan tentunya fasad tersebut untuk merespon iklim di sekitar, lalu pada ruang bangunan dibuat bertahap untuk memberi kesan pengulangan dan ruangan tersebut juga menggunakan teknologi canggih.

 

Referensi

Tanuwidjaja, G., Lo, L., & Silvanus, D. C. (2013). Desain Rumah Heinz Frick yang Ramah Lingkungan dan Terjangkau. Jurnal TESA Arsitektur.

MODERN–KELOMPOK, B. D. E. TRANSFORMASI JARINGAN LOGISTIK BERKELANJUTAN DI ERA MODERN–KELOMPOK 3.

Karuniastuti, N. (2015). Bangunan ramah lingkungan. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 5(1).

Angin, A. P. (2024). ARSITEKTUR BERKELANJUTAN: TANTANGAN DAN INOVASI MENUJU BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN. WriteBox, 1(3).

Saragih, S. M. (2023). Arsitektur Perkotaan yang Berkelanjutan: Konsep, Tantangan, dan Solusi. literacy notes, 1(1).

Risa, C. M. (2024). Desain Arsitektur Netral Karbon Mengejar Visi Bangunan Ramah Lingkungan. WriteBox, 1(3).

Al Amin, M. N. F., Hilmi, A. N., & Megawati, S. (2022). Mewujudkan kota ramah lingkungan melalui program green city: studi kasus di kota Surabaya. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 6(1), 971-975.

Therin, K., & Santosa, J. J. P. (2021). Bangunan untuk bernafas solusi polusi udara di Jakarta. Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa), 3(2), 3157-3164.

Moniaga, I. L. (2010). Ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan. TEKNO, 8(54).

Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di permukiman perkotaan. Teknik, 30(2), 88-92.

Yusuf, A., Hendra, F. H., & Azizah, S. (2021). KONSEP BANGUNAN PINTAR DALAM PERANCANGAN FASILITAS PERKEBUNAN VERTIKAL DI KOTA METROPOLITAN SURABAYA. Katalog Buku Karya Dosen ITATS, 2, 25-32.

Rauf, E. R. (2013). Desain Rusunawa dengan Konsep Bangunan Hemat Energi di Manado. Jurnal Arsitektur DASENG, 2(3), 1-12.

Permana, A. B., & Arsandrie, Y. (2021, August). Penerapan Desain Arsitektur Hemat Energi pada Bangunan Shopping Mall (Studi Kasus: Plaza Lawu Madiun). In Prosiding (SIAR) Seminar Ilmiah Arsitektur (pp. 82-89).

About the Author: Johan Purwanto

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment