Rooftrop: Inovasi Bangunan Hijau dan Ramah Lingkungan Untuk Perkotaan yang Berkelanjutan
Ditulis oleh Nada Zulfa Amara
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur yang masif, akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan di wilayah perkotaan. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Indonesia sebanyak 56,7% akan tinggal di wilayah perkotaan pada tahun 2020. Persentase tersebut diprediksi akan meningkat menjadi 66,6% pada tahun 2035 (Databoks 2021). Alih fungsi lahan vegetasi menjadi jalan, bangunan, dan infrastruktur meningkatkan penyerapan dan pemantulan panas matahari, sehingga menyebabkan peningkatan suhu permukaan di area perkotaan (Hardyanti et al. 2017). Selain itu, emisi CO2 menjadi penyumbang utama permasalahan di kota-kota besar terutama dari sektor transportasi di Indonesia hampir mencapai 30% dari total emisi, dan sebanyak 88% berasal dari transportasi darat (ESDM 2020).
Penurunan lahan hijau juga dapat meningkatkan suhu udara perkotaan sebesar 3°C – 10°C dibandingkan daerah di sekitarnya. Kondisi tersebut merupakan fenomena urban heat island (UHI), yaitu suhu udara di perkotaan lebih tinggi dibandingkan suhu udara di sekitarnya (Handayanto et al. 2023). Sebagai respon terhadap tantangan ini, perlu solusi inovatif yang ramah lingkungan, serta berkelanjutan untuk mengatasi dampak urbanisasi dan pemanasan global. Smart rooftop farming hadir sebagai inovasi bangunan hijau diberi nama “ROOFTROP” dengan memanfaatkan atap bangunan sebagai lahan hijau produktif dan terintegrasi dengan teknologi cerdas yang akan memaksimalkan penyerapan air hujan, menurunkan suhu di sekitar gedung, membantu penyerapan emisi CO2 dan efektivitas penggunaan energi.
PEMBAHASAN
“ROOFTROP” berasal dari kata “Roof” (atap) dan “Trop” (tropis), yang mengisyaratkan konsep rooftop farming yang sesuai untuk iklim tropis Indonesia. Konsep ini juga menggabungan “Rooftop Farming” dan “Smart Farming” sebagai rancangan desain inovasi hijau di perkotaan. Para ahli perencana kota menginisiasi rooftop farming sebagai bagian dari strategi ruang terbuka hijau di perkotaan (Drottberger et al. 2023). Hal ini dapat menunjang konsep “ROOFTROP” dalam menciptakan ekosistem hijau di perkotaan.
Implementasi inovasi bangunan hijau “ROOFTROP” diadopsi dari penelitian Jieun et al. (2024) dengan prinsip greenhouse. Rencana implementasi rooftop greenhouse, menggabungkan teknologi aktif dan pasif untuk menciptakan lingkungan pertanian efisien dan ramah lingkungan.
Gambar 1 Rencana smart rooftop farming tipe greenhouse (sumber : Jieun et. al. 2024)
Integrasi rencana “ROOFTROP” pada Gambar 1, mempertimbangkan berbagai komponen. Pada struktur bangunan, dinding dan atap greenhouse dibuat dari kaca berinsulasi atau bahan transparan yang mampu mengoptimalkan penyerapan panas dari cahaya matahari. Sistem pemanfaatan air hujan yang jatuh di rooftop akan ditampung pada reservoir atap berupa tangki modular. Tangki tersebut digunakan karena memberikan kemudahan instalasi dan pemeliharaan (Flootank 2022). Pengelolaan energi melalui panel surya dipasang pada area yang banyak terkena matahari untuk mengubah energi matahari menjadi listrik. Listrik tersebut akan digunakan untuk mengoperasikan peralatan greenhouse. Sistem pengendalian lingkungan dengan teknologi cerdas dapat menggunakan integrasi IoT SWAMP dan rainwater harvesting untuk mengatur penggunaan air. Pengaturan sirkulasi udara yang menghubungkan greenhouse dengan atrium, agar tercipta ventilasi alami. Pengelolaan produk rooftop farming menggunakan budidaya hidroponik. Metode tersebut sangat efisien dalam penggunaan air dan nutrisi sehingga sesuai untuk penerapan rooftop farming tipe greenhouse. Beberapa jenis tanaman dapat diterapkan dalam rooftop farming menggunakan budidaya hidroponik untuk membantu penyerapan CO₂ dan mengurangi suhu udara yaitu selada hijau, bayam hijau dan sawi. Selada hijau, daunnya bisa menyerap banyak CO₂ dan memberikan efek pendinginan pada lingkungan sekitar (Ahmed et al. 2022). Bayam hijau, memiliki daya serap CO₂ yang baik, pertumbuhan cepat, dan cocok untuk suhu panas perkotaan (Wang et al. 2023). Sawi Hijau, cocok untuk hidroponik di rooftop karena tahan panas dan cepat tumbuh (Agri Farming 2024). Tanaman yang tumbuh di atap memberikan fungsi ekosistem seperti penyerapan karbon dioksida (CO₂) dan produksi oksigen yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kualitas udara dan pengurangan efek pulau panas perkotaan
Manajemen pengaturan air berbasis IoT untuk irigasi presisi menerapkan sistem SWAMP (Smart Water Management Platform) (Kamienski et al. 2019). Dalam SWAMP, pengelolaan air dibagi menjadi tiga fase diantaranya water reserve (cadangan air), water distribution (distribusi air), dan water consumption (konsumsi air). Fase cadangan air, proyek SWAMP tidak mengontrol seberapa banyak air disimpan, sehingga akan diintegrasi dengan pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Rainwater harvesting melakukan kontrol pada persediaan air di reservoir dengan mengukur tinggi permukaan air. Fase distribusi air biasanya direncanakan untuk memenuhi kebutuhan harian atau mingguan berdasarkan perkiraan kebutuhan air. Fase konsumsi air, SWAMP memberikan respon real-time untuk menyesuaikan irigasi sesuai perubahan kondisi tanaman. Saat cuaca panas, tanaman akan membutuhkan lebih banyak air, maka sistem SWAMP akan menyesuaikan irigasi agar kebutuhan air tercukupi. Manajemen konsumsi air dan distribusi air pada SWAMP saling terintegrasi. Saat sistem mendeteksi tanaman membutuhkan air, maka konsumsi air akan memicu distribusi air dari cadangan sesuai kebutuhan tanaman.
Gambar 2 Lapisan SWAMP Arsitektur Plan (Sumber : Kamienski et al. 2019)
Berikut mekanisme kerja SWAMP berdasarkan pada IoT dirancang untuk mengelola air secara efisien :
- Sensor kelembaban media tanam, sensor tanaman, dan sensor cuaca akan mengumpulkan data secara real-time.
- Data sensor diterima Fog Node atau Fog Hub yang ditempatkan di dekat lahan pertanian kemudian diteruskan ke Cloud pusat
- SWAMP menggunakan FIWARE untuk menyimpan dan mengelola data. Komponen Orion Context Broker dari FIWARE akan mengirimkan data ke aplikasi analitik.
- SWAMP memanfaatkan algoritma kecerdasan buatan (AI) dan machine learning dalam mengolah data real-time dan historis untuk prediksi kebutuhan air
- Hasil analisis menghasilkan irrigation prescription map, kemudian SWAMP akan mengirim data irigasi ke perangkat yang mengontrol irigasi (pivot atau drip system)
- Pengguna dapat memantau melalui antarmuka dan melihat hasil implementasi penghematan air dan juga analisis jangka panjang dari data yang disimpan secara historis
Cadangan air untuk kebutuhan rooftop farming mengadopsi pemanenan air hujan (rain water harvesting) dari penelitian Haliza DN (2023). Air hujan yang ditampung dalam reservoir atau tangki modular digunakan sebagai sumber utama irigasi yang diproses mikrokontroler. Data sensor dari sistem rainwater harvesting dapat diintegrasikan ke dalam sistem SWAMP, sehingga dapat menyesuaikan jumlah penggunaan air. Dalam hidroponik, tanaman mendapatkan nutrisi dari larutan air yang kaya nutrisi. Oleh karena itu, sensor yang digunakan yaitu sensor kualitas air (pH dan electrical conductivity). SWAMP akan mengatur distribusi nutrisi secara otomatis sesuai kebutuhan tanaman. Sensor water level juga diperlukan untuk mengatur ketersediaan larutan nutrisi pada reservoir. Dengan integrasi ini, air hujan dapat digunakan lebih efisien dan otomatis, terutama dalam konteks pertanian perkotaan di Indonesia.
“ROOFTROP” dapat mengatasi efek UHI melalui evapotranspirasi dari tanaman. Hasil penelitian Belgum et al. (2021) terkait Urban Rooftop Agriculture (URTA), menunjukkan bahwa 60% – 85% atap bangunan yang ditutupi urban farming sangat efektif dalam menurunkan suhu udara hingga 5,5°C dan efektif dalam mengurangi aliran panas melalui atap. Hal ini menunjukkan dampak signifikan terhadap penurunan beban pendinginan (cooling load) dan konsumsi energi pada bangunan mencapai 3,62% hingga 32,28% tergantung area atap yang tertutup tanaman. Jika cakupan rooftop farming hanya 50% atau kurang, maka penurunan suhu udara hanya berkisar 1°C – 1,8°C. Pemanfaatan URTA juga berguna dalam peningkatan kualitas udara sebesar 5,16% dan mitigasi tahunan efek pulau panas sebesar 14,43%.
Penerapan “ROOFTROP” sangat sesuai untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis karena memanfaatkan panjangnya penyinaran matahari yang intens. Budidaya hidroponik dan pengelolaan air melalui integrasi sistem IoT SWAMP dan rainwater harvesting menawarkan berbagai manfaat dalam meningkatkan efisiensi energi dan pemakaian air di perkotaan. Pemilihan jenis tanaman pada budidaya hidroponik juga perlu diperhatikan. Menurut U.S. Environmental Protection Agency, vegetasi pada green rooftop dan rooftop farming mampu mengurangi panas di area sekitarnya hingga 1°C – 2°C dan memberikan kontribusi signifikan dalam menurunkan emisi CO₂ di perkotaan. Atap hijau di Kota Kansas terbukti membantu menyerap polutan dan mengurangi emisi CO₂ secara signifikan dengan menyerap hingga 269 ton CO₂ per tahun pada wilayah yang menerapkan area green rooftop. Penggunaan teknologi cerdas dalam rooftop farming sangat berpotensi dalam meningkatkan efisiensi energi, mengoptimalkan produktivitas, dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
“ROOFTROP” sangat mendukung pencapaian beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan cara yang efisien dan berkelanjutan. Pemanfaatan sensor dan irgasi otomatis dalam mencapai SDG 7 mengenai energi bersih dan terjangkau. Berkontribusi pada SDG 11 tentang kota dan permukiman yang berkelanjutan dengan menciptakan ruang hijau di atap. Berperan dalam SDG 13 terkait penanganan perubahan iklim. Belum banyak regulasi yang mendukung pengembangan rooftop farming termasuk Indonesia. Namun, Menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, tujuan RTH meliputi fungsi ekologis, resapan air, estetika, dan penanggulangan bencana, termasuk mitigasi perubahan iklim. “ROOFTROP” juga selaras dengan tujuan RTH untuk mengurangi suhu panas di area perkotaan dan menambah estetika bangunan, yang mendukung pengurangan polusi udara dan suhu perkotaan (Perkim.id 2024). Selain itu, perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait rooftop farming melalui pembelajaran mendalam dan pelatihan. Kolaborasi antar masyarakat, sektor swasta, dan pemerintah diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan dan keberlanjutan smart rooftop farming di perkotaan.
PENUTUP
Dengan seiring meningkatnya populasi di perkotaan dan tantangan perubahan iklim, perlu adanya inovasi dalam mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan. “ROOFTROP” menjadi salah satu inovasi bangunan hijau dan ramah lingkungan yang dapat diterapkan di Indonesia khususnya wilayah perkotaan. Konsep smart rooftop farming ini menjadi solusi optimal dalam menghadapi tantangan pemanasan global dan efek urban heat island (UHI) sekaligus keberlanjutan lingkungan di masa depan. Potensi wilayah Indonesia bisa kita manfaatkan dalam mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan di perkotaan. Penerapan “ROOFTROP” juga sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini yang bisa kita manfaatkan dalam desain bangunan hijau. Hal ini selaras dengan tujuan PBB dalam mewujudkan SDGs 7, 11 dan 13.
DAFTAR PUSTAKA
Agri Farming. (2024). Diakses pada 8 November 2024 dari https://www.agrifarming.in/growing-mustard-greens-hydroponically-without-soil#
Hardyanti, L., Sobirin, S., & Wibowo, A. (2017). Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan di Kota Jakarta Tahun 2015 dan 2016. Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar, 8(3), 704–713.
Databoks. (2021). Sebanyak 56,7% Penduduk Indonesia Tinggal di Perkotaan pada 2020. Diakses pada 5 November 2024 dari https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/fba342e3ebf6716/sebanyak-567-penduduk-indonesia-tinggal-di-perkotaan-pada-2020#:~:text=Badan%20Pusat%20Statistik%20(BPS)%20memperkirakan,tinggal%20di%20perkotaan%20pada%202045.
Drottberger dkk. (2023). Urban farming with rooftop greenhouses: A systematic literature review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 188.
Flootank. (2022). Kenali 4 Keunggulan dari Tangki Reservoir Modular Floaton. Diakses pada 8 November 2024 dari https://www.flootank.com/post/kenali-4-jenis-dan-fungsi-reservoir-modular
Haliza DN. (2023). Konsep Rooftop Greenhouse Terintegrasi Smart Rain Water Harvesting Irrigation Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan di Perkotaan. Jurnal Teknologi Pangan dan Ilmu Pertanian, 1(4),179 – 190.
Jieun dkk. (2024). Eco-Friendly Technology Derivation and Planning for Rooftop Greenhouse Smart Farm. Buildings, 14(398)
Kamienski dkk. (2019). Smart Water Management Platform: IoT-Based Precision Irrigation for Agriculture. Sensors. 19(279)
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (2020). Inventarisasi Emisi GRK Bidang Energi. Jakarta Pusat: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perkim.id. (2024). Urban Farming: Jawaban Atas Tantangan Ketahanan Pangan di Era Perubahan Iklim. Diakses pada diakses 7 November 2024 dari https://perkim.id/perkotaan/urban-farming-jawaban-atas-tantangan-ketahanan-pangan-di-era-perubahan-iklim/
Rushayati, S.B. & Rachmad, H. (2013). Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta. Forum Geografi, 27(2), 111—118.
Saliim, AM. Satwikasari AF. (2022). Kajian konsep desain arsitektur tropis modern pada bangunan rusunawa II Kota Madiun. Jurnal Arsitektur Purwarupa, 6(2).
Wati, T. & Fatkhuroyan, F. (2017). Analisis Tingkat Kenyamanan Di DKI Jakarta Berdasarkan Indeks THI (Temperature Humidity Index). J. Ilmu Lingkungan, 15(1), 57–63. doi: 10.14710/jil.15.1.57-63.