Solusi Desain Ramah Lingkungan untuk Bangunan di Perkotaan

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 39

Ditulis oleh Fakhriya Aiko Busyra

Menurut data PBB, lebih dari setengah populasi dunia saat ini tinggal di kota, dan perkiraan menunjukkan bahwa pada tahun 2050, lebih dari 68% populasi global akan tinggal di kota. Perkotaan semakin menjadi  pusat  kehidupan  manusia, dan dengan pertumbuhan yang cepat, masalah-masalah seperti kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan konsumsi  energi yang tinggi  semakin  mendesak  untuk diatasi. Sebagai pusat kegiatan manusia, kota senantiasa mengalami evolusi perubahan. Peningkatan jumlah penduduk baik penduduk asli kota maupun pendatang merupakan fenomena kependudukan yang didorong akibat modernisasi. Hal inilah yang menyebabkan permasalahan baru di kota (Mujiati, 2015).

Isu kerusakan lingkungan menjadi perhatian banyak pihak dewasa ini. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan energi dan sumber daya yang berlebihan. Berbagai kegiatan pembangunan, seperti desain, konstruksi, penggunaan, perbaikan dan pembongkaran bangunan, secara langsung dan secara tidak langsung dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Data dari sebuah penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa gedung-gedung perkotaan bertanggung jawab atas 72% penggunaan listrik, 39% penggunaan energi, 35% emisi karbon dioksida (CO2), 30% sampah, dan 14% penggunaan air. Berangkat dari permasalahan kerusakan lingkungan, munculah sebuah konsep yang dinamakan Green Building atau Bangunan Hijau.

Menurut Green Building Council Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan di mana di dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun kualitas udara di dalam ruangan, dan juga memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan.

Beberapa kota di Indonesia telah menerapkan konsep Kota Hijau dalam perencanaan pembangunan serta peremajaan kawasan tertentu dalam kota. Misalnya, Kota Bandung yang mengusung konsep Kota Hijau dengan peningkatan kualitas ruang terbuka hijau kota berupa taman-taman tematik. Begitu pula Kota Bogor yang telah merencanakan penataan lanskap yang khas sebagai upaya menguatkan citra identitas Kota Bogor sebagai Kota Hijau.

Salah satu konsep yang dapat diterapkan green building adalah meminimalkan konsumsi sumber daya alam melalui pemanfaatan yang lebih efisien sumber daya alam tidak terbarukan, tanah, air, dan bahan bangunan serta menggunakan bahan dan sumber daya lokal, seperti material bambu digunakan pada fasade bangunan. Bambu merupakan salah satu sumber daya yang banyak terdapat di seluruh Indonesia, (Munawaroh, Gunawan, dan Perwira, 2017).

Selain material bambu terdapat material lain seperti batang Jerami dan kayu. Penggunaan batang jerami dapat dijadikan alternatif menarik untuk pengganti dinding bata, gypsum, bahkan kayu sekalipun. Karena batang jerami memiliki kemampuan insulasi yang baik apabila disusun dengan tepat. Kelebihan utama dari batang jerami adalah ketersediaannya yang mudah dan harganya terjangkau. Di samping itu, batang jerami juga memiliki kemampuan untuk membuat sejuk ruangan dan berfungsi sebagai peredam suara. Ketersediaannya yang melimpah itulah yang membuatnya menjadi salah satu material bangunan ramah lingkungan.

Kayu telah menjadi pilihan utama sebagai material untuk membuat hunian. Keunggulan kayu tidak hanya terletak pada ketersediaannya yang mudah namun juga pada aspek keberlanjutannya, jika dibandingkan dengan beton atau baja. Salah satu kelebihan kayu yang patut diunggulkan adalah proses pengolahannya yang membutuhkan lebih sedikit emisi dibandingkan dengan proses pembuatan beton maupun baja. Tentu saja pengolahan kayu yang ramah lingkungan ini sesuai dengan konsep keberlanjutan yang semakin diagungkan dalam dunia konstruksi. 

Konstruksi memperhatikan bangunan unsur rumah harus penggunaan bahan/material dan bentuk bangunan yang mampu mengurangi penggunaan lampu untuk pencahayaan, penggunaan air condition (AC) untuk pendingin, serta sistem pembuangan limbah yang baik, (Abduh, 2017). Beberapa kriteria material ramah lingkungan sebagai berikut: bebas dari zat beracun, bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan biaya yang besar, dan bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami. Green Building mampu mengurangi sampah / limbah yang ditimbulkan manusia. Hal ini dikarenakan, hampir seluruh bahan bangunan yang digunakan berasal dari daur ulang yang dimana ini memenuhi konsep penyelamatan lingkungan yang sangat sederhana, yaitu reduce, Reuse, dan recycle, (Abduh, 2017).

Salah satu aspek penting dalam pembangunan ramah lingkungan adalah pemilihan material pada kriteria green material dari kedua peran sebaiknya diterapkan secara berkesinambungan guna mewujudkan keberlanjutan lingkungan dari material tersebut (Syahriyah, 2017).

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 tahun 2010, bangunan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dalam aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Prinsip lingkungan yang dimaksud adalah mementingkan unsur pelestarian fungsi lingkungan. Salah satu aspek yang dilihat adalah penggunaan material, sehingga material memegang peranan penting terkait dengan tujuan hemat energi dan ramah lingkungan.

Dampak green building dibagi menjadi tiga macam yaitu: (1) Dampak terhadap ekonomi (mengurangi biaya pembangunan), (2) Dampak positif terhadap lingkungan, (3) Dampak terhadap social, dapat meningkatkan estetika, kesehatan dan kualitas hidup manusia, (Sucipto, Hatmoko, Sri Sumarni, dan Pujiastuti, 2014). Konsep hijau bangunan ramah lingkungan dapat ditempuh melalui aspek pemilihan material yang memiliki daur hidup yang panjang agar dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial, (Karuniastuti, 2018).

Oleh karena itu, perlunya inovatif dalam mengatasi green building. Salah satu ide yang bisa dituangkan dalam program solusi desain ramah lingkungan untuk bangunan di perkotaan adalah taman atap atau green roof. Green roof adalah konsep pemanfaatan atap bangunan untuk dijadikan ruang hijau yang berfungsi sebagai taman. Taman ini dibuat dengan beragam tumbuhan yang ditanam di atas atap, baik rumput, tanaman hias, maupun tanaman produktif. Ide ini sangat menarik, selain membuat bangunan menjadi lebih asri dan menambah estetika, green roof juga memiliki banyak manfaat terutama untuk wilayah urban yang hanya memiliki sedikit taman kota. Green roof membuat suhu bangunan ataupun kota menjadi lebih sejuk, terutama pada musim panas, karena tanaman yang ditanam mampu menyerap sinar matahari yang biasa diserap oleh atap beton atau aspal.

Dalam hal ini, green roof bukan hanya sebagai penyejuk tetapi juga menjadi salah satu penyerap polusi udara di sekitarnya. Tumbuhan pada Green roof berperan untuk membantu menyerap dan mengurangi kadar polutan, debu, dan gas berbahaya di udara, hal ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kualitas udara di perkotaan. Selain itu, green roof tidak hanya berperan sebagai penyejuk, tetapi juga sebagai filter alami yang menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Keberadaan green roof juga dapat memberikan ruang hijau tambahan yang segar dan menenangkan, yang dapat dinikmati oleh penghuni gedung atau masyarakat di sekitarnya.

Selain itu, bahkan lebih dari sekadar sebuah area hijau, taman atap juga dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian perkotaan. Beberapa jenis tanaman produktif, seperti sayuran dan buah-buahan, dapat ditanam di atas green roof untuk menciptakan sumber pangan lokal yang lebih mudah diakses. Hasil panen ini bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari sehingga dapat membantu untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan luar kota, serta mendukung keberlanjutan pangan lokal. Dengan semua manfaat yang ditawarkannya, taman atap menjadi solusi kreatif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ruang hijau serta kebutuhan lingkungan yang sehat di daerah perkotaan.

Dengan menerapkan green roof atau taman atap pada bangunan di perkotaan adalah solusi yang sangat efektif bagi lingkungan hidup yang lebih berkelanjutan. Dalam hal aktual, green roof adalah taman di bagian atas bangunan yang memanfaatkan ruang atap yang sejauh ini tidak dimanfaatkan. Dengan demikian, green roof dapat membantu mendinginkan suhu lingkungan sekitarnya secara halus melalui proses alamiah. Dengan cara ini, green roof membantu mengurangi efek “pulau panas” di wilayah perkotaan hanya dengan memanfaatkan atap bangunan. Tanaman yang ditanam di atas bangunan relatif mampu untuk menyerap panas matahari dan membantu menurunkan suhu bangunan. Proses ini pada akhirnya dapat membantu mengurangi penggunaan AC serta konsumsi energi. Selain itu, green roof memiliki manfaat ekologis, yaitu peningkatan kualitas udara melalui penyerapan polusi dan CO2, peningkatan habitat bagi serangga dan burung, serta lain sebagainya. Dalam hal manajemen air, green roof menjadi sistem drainase alami yang membantu mengurangi risiko banjir di wilayah sekitarnya. Hal ini dikarenakan fungsi menahan dan meresapkan air hujan serta mengalirkannya ke sistem pembuangan kota. Dengan kata lain, green roof adalah solusi multifungsi untuk wilayah perkotaan yang lebih berkelanjutan, kualitas hidup, dan ketangguhannya..

Penerapan konsep green roof pada bangunan perkotaan adalah solusi yang multifungsi untuk mendukung keberlanjutan lingkungan hidup di daerah perkotaan yang padat. Green roof dapat memberikan manfaat besar, seperti mengurangi efek pulau panas kota, menurunkan konsumsi energi bangunan, memperbaiki kualitas udara, dan menciptakan ruang hijau tambahan yang dapat digunakan sebagai area rekreasi atau bahkan lahan pertanian perkotaan. Untuk memaksimalkan manfaat green roof di perkotaan, perlu adanya dukungan pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan insentif serta regulasi yang mendorong penerapan taman atap pada bangunan-bangunan baru dan lama. Penyuluhan serta program pelatihan mengenai manfaat green roof dan cara merawatnya juga perlu diberikan agar masyarakat lebih memahami pentingnya ruang hijau di perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

Al Amin, M. N. F. Hilmi, A. N., Megawati, S. 2022. Mewujudkan kota ramah lingkungan melalui program green city: studi kasus di Kota Surabaya . Jurnal Sains Sosio Humaniora , 6(1): 971-975.

Alauddin, M. A., Pribandono, A. A., Saputri,F. D., Pramukti, N. H. N., Sari, K. P., Menawati, R. S., Kartono, D. T., Putri, A. K. 2020. Perilaku masyarakat kota : telaah krisis ekologi di Kecamatan Serengan Kota Surakarta. Jurnal Analisa Sosiologi, 343-359.

Fuady, M. 2021. Konsep kota hijau dan peningkatan ketahanan kota di Indonesia . Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif , 16(2): 266-276 .

Sudarman., Syuaib, M., Nuryuningsih. 2021. Green building: salah satu jawaban terhadap isu sustainability dalam dunia arsitektur. Jurnal Teknosains, 15(3): 329-338.

Widyarthara, A., Hamka., Winarni, S. 2019. Penerapan aritektur hijau dengan menggunakan material daur ulang pada rumah tinggal arsitek di Kota Malang. Seminar Nasional Infrastruktur Berkelanjutan 2019 Era Revolusi Industri 4.0 Teknik Sipil dan Perencanaan , 145-152.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment