Transformasi Limbah Tepung Tapioka Menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL): Sebuah Proses Berkelanjutan
Ditulis Oleh Zayyina Taqiyya Azka
PENDAHULUAN
Limbah tepung tapioka adalah buangan yang kehadirannya pada suatu dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3. Sifat racun tersebut kendati memiliki jumlah relatif sedikit, namun tetap berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya lainnya (Kristanto, 2004). Menurut Permenkes No. 66 Tahun 2016, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup serta mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup di sekitarnya. Salah satu limbah cair adalah limbah cair tapioka yang merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Hasil limbah dari 2/3 pengolahan tepung tapioka sebesar 75%, limbah ini berupa padat dan cair (Sumiyati, 2009).
Kondisi saat ini, industri tepung tapioka di Desa Sidomukti menghasilkan limbah cair dari proses pencucian dan pengendapan. Limbah cair tersebut dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan apabila langsung dibuang ke sungai tanpa terlebih dahulu dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar atau menghilangkan senyawa yang terkandung (Mukminin, dkk. 2003). Limbah cair tapioka tersebut hingga sekarang mencemari saluran umum dari Desa Sidomukti melewati Desa Pangkalan dan Desa Pohijo sampai bermuara di laut Kertomulyo. Pencemaran tersebut membahayakan bagi masyarakat yang terdampak dan merusak lingkungan. Sehingga, perlu adanya pembangunan yang berkelanjutan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenanya, tujuan adanya penanganan pembangunan yang berkelanjutan supaya masalah limbah cair tapioka di Desa Sidomukti teratasi dengan baik dan maksimal. Apabila limbah cair tapioka dinormalisasikan keberadaannya, akan merusak lingkungan karena terdapat kandungan senyawa-senyawa berbahaya dan mengganggu kenyamanan masyarakat.
Permasalahan limbah cair tapioka ini perlu segera adanya penanganan karena limbah pengolahan tepung tapioka di Desa Sidomukti yang menjadi permasalahan utama yang hingga saat ini belum ada tindak lanjut. Menurut keterangan dari warga terdampak, Alif, limbah cair yang mengaliri sungai di Desa Pohijo sangat mengganggu kenyamanan masyarakat karena menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengganggu keindahan lingkungan. Dengan demikian, tujuan dari penulisan karya tulis esai ialah untuk menyampaikan ide kreatif penanganan limbah tapioka yang menjadi masalah urgensi dengan memberikan solusi berupa pembuatan IPAL komunal.
ISI
Industri tapioka merupakan salah satu jenis agroindustri yang banyak berkembang di Indonesia, baik dalam skala rumah tangga, kecil, menengah, maupun skala yang besar. Mayoritas industri tapioka merupakan industri dengan skala rumah tangga sampai skala kecil (Astuti, 2012). Industri tapioka mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, industri ini tidak luput dari permasalahan terutama yaitu pembuangan limbah. Industri dengan skala rumah tangga dan kecil biasanya tidak dilengkapi dengan pengolahan air limbah. Limbah tapioka yang berbentuk cair akan langsung dibuang ke aliran sungai tanpa melewati proses pengolahan terlebih dahulu dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan (Hariyanto & Larasati, 2016).
Limbah sisa produksi tapioka terutama limbah cair yang dibuang secara langsung ke aliran sungai tanpa melalui pemrosesan terlebih dahulu mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Air sungai yang melalui area pertambakan menjadi salah satu sumber air utama untuk mengisi kolam tambak. Dampak selanjutnya adalah tercemarnya air tambak yang berpotensi menyebabkan kematian biota yang dibudidayakan di tambak, seperti udang dan bandeng. Beberapa alternatif pengolahan limbah cair tapioka menunjukkan hasil mampu mengurangi kadar pencemaran air berdasarkan pengujian laboratorium. (Damayanti, dkk. 2021).
Limbah cair tepung tapioka mengandung senyawa-senyawa organik tersuspensi seperti protein, lemak, karbohidrat yang mudah membusuk dan menimbulkan bau tidak sedap maupun senyawa anorganik yang berbahaya seperti sianida, nitrit, ammonia, dan sebagainya (Riyanti, 2010 ). Hal tersebut yang sering menjadi keluhan, sebab kandungan berbahaya tersebut mencemari lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang terdampak oleh limbah cair tapioka.
Selanjutnya, ketela pohon yang diolah menjadi tepung tapioka menghasilkan limbah padat dan cair. Menurut studi preliminari yang dilakukan kepada Bapak Harnoto sebagai Pemerintahan Desa Sidomukti, menyebutkan bahwa limbah padat telah dimanfaatkan menjadi beberapa alternatif yang menghasilkan nilai ekonomis, di antaranya menjadi bahan baku pembuatan racun nyamuk, campuran pakan ternak, dan lain-lain. Sehingga limbah padat ini menguntungkan karena dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai jual, dengan hal itu limbah padat berguna menaikkan aspek perekonomian. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara berikut,
“Dari limbah hasil pengolahan tepung tapioka itu ada limbah padat dan limbah cair. Limbah padat sudah dapat di atasi dengan dijadikan bahan pembuatan racun nyamuk bakar. Bagian kulit dan pongkol ketela dihancurkan dijadikan campuran untuk pakan ternak. Jadi ada manfaat buat perekonomian.” (Harnoto/Wawancara/13 September 2024)
Berbeda dengan limbah cair, menurut Sunaryo (2004), menyatakan bahwa limbah cair yang mengandung HCN atau CN (Sianida) dapat mencemari lingkungan, selain itu limbah cair juga mengandung ammonia dan hydrogen sulfida yang menyebabkan aroma tidak sedap. Hal tersebut belum ada penanganan pengolahan sehingga masyarakat yang memiliki limbah cair hasil pengolahan tepung tapioka langsung dibuang ke aliran sungai. Pembuangan langsung ke sungai menyebabkan perairan sungai dari Desa Sidomukti yang melewati Desa Pangkalan dan Desa Pohijo hingga bermuara ke laut Kertomulyo tercemar oleh aroma tidak sedap dari limbah cair tersebut. Selain memunculkan aroma tidak sedap, pencemaran tersebut juga tentu merusak ekosistem yang ada di sungai, laut, dan tanah. Keterangan dari Pemerintah Desa Sidomukti, Pak Harnoto. Meskipun setiap tahun pemerintah desa memberikan kompensasi kepada para unit usaha dengan penarikan uang sebesar 200-500 ribu per-tahun untuk kompensasi pembersihan pantai di 7 desa pesisir yang terdampak buang-an limbah cair tapioka melalui kepala desa, adapun Desa Langgenharjo, Desa Kertomulyo, Desa Pangkalan, Desa Bulumanis Kidul, Desa Bulumanis Lor, Desa Cebolek, dan Desa Tunjungrejo. Permasalahan ini seharusnya berfokus pada air limbah cair tapioka yang mencemari saluran-saluran umum. Akibat dari limbah cair tapioka ini apabila tidak dinetralkan sebelum dialirkan ke saluran-saluran umum maka air saluran akan terkontaminasi dengan senyawa-senyawa berbahaya yang menyebabkan bau tidak sedap. Selain itu juga merusak ekosistem tanah, sungai, dan laut. Serta dikhawatirkan menjadi sumber penyebab penyakit. Dari limbah cair yang mencemari lingkungan juga dapat merusak keindahan dan mengganggu kenyamanan masyarakat. Masyarakat membutuhkan kesejahteraan, air bersih dan sanitasi yang layak. Maka dari itu, limbah cair tapioka ini harus segera ditangani demi tercapainya Substainable Development Goals (SDGs).
Penanganan limbah tapioka menjadi hal yang sangat penting karena belum adanya bak penampungan limbah yang memadai dan tidak adanya pengolahan limbah yang ramah lingkungan. Sehingga selama ini limbah cair hanya ditampung dengan bendungan sederhana kemudian dialirkan ke sungai dekat pabrik. Hal ini sering menimbulkan bau tidak sedap. Serta tentunya pencemaran air sungai bahkan sumur warga yang dekat dengan sungai limbah cair dialirkan. Metode yang dilakukan diantaranya melakukan treatment limbah menggunakan kapur tohor (Widyaningsih, dkk. 2021).
Guna menangani permasalahan limbah cair tepung tapioka ini dapat diatasi dengan pembuatan IPAL komunal. Berdiskusi dan dibuktikan dengan surat perizinan objek penelitian dari Kepala Desa Sidomukti telah disetujui bahwa untuk menangani permasalahan ini perlu dibuat instalasi pengolahan air limbah terpusat yang akan bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk operasional karena hal ini sangat dibutuhkan kerjasama demi kesejahteraan supaya mengurangi pencemaran lingkungan yang membahayakan masyarakat.
Adapun solusi dalam permasalahan ini berupa IPAL komunal di Desa Sidomukti. IPAL komunal ini yang nantinya berupa instalasi yang mengolah limbah cair tapioka menjadi air netral yang aman apabila dialirkan ke saluran-saluran umum. Berdiskusi dengan Khoirun Niam yang bekerja dibidang SPV Engiennering PT. Karunia Indamed Mandiri. IPAL ini dirancang bersifat komunal atau terpusat. Rancangan secara visual sebagai berikut :
Tabel 1. Mekanisme Kerja IPAL Komunal
Sistem kerja pusat IPAL sebagai berikut : Dari masing – masing sumber limbah disediakan bak pengumpul; di semua bak pengumpul limbah dipasang pipa jaringan intergrasi limbah menuju titik pengolahan pusat; setelah limbah terkumpul dititik pusat, berlanjut ke proses aerasi. Pada proses aerasi terjadi proses penguraian limbah menggunakan bakteri aerobic dengan tujuan untuk menghilangkan senyawa ammonia dan hydrogen sulfida yang menjadi penyebab bau tidak sedap; setelah itu, limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk proses sedimentasi sebagai bak endapan limbah; setelah dari bak sedimentasi, limbah dipompa ke reactor untuk proses ozonisasi. Lalu, menghilangkan senyawa CN dan nitrit (Fungsi reactor menjadikan zat-zat terlarut menjadi tidak terlarut); setelah itu, limbah dialirkan ke clarifier tank untuk pengendapan akhir; kemudian, limbah diproses menggunakan media sand filter dan carbon filter untuk menjernihkan air limbah; selanjutnya, proses disinfektasi menggunakan proses clorinasi dan lampu ultraviolet agar tidak ada bakteri yang ikut ke dalam bak biotes dan saluran pembuangan umum; selanjutnya, limbah dialirkan ke biotes sebagai bak indikasi bahwa sudah selesai pengolahan limbah cair tapioka dan layak untuk dibuang ke saluran umum. Untuk pembuktian bahwa limbah sudah netral dan tidak ada pencemaran dalam bak biotes dapat diindikasi dengan pemberian ikan hidup dalam bak biotes. Dalam kajian berikut ini penguraian unsur limbah ammonia dan hydrogen sulfida terdapat dalam proses aerasi. Senyawa CN dan nitrit penguraian terdapat dalam proses ozonisasi. Sedangkan, Total Suspended Solid (TSS) dan tingkat kekeruhan terdapat pada proses sedimentasi yaitu filtrasi sand filter dan karbon filter.
Hasil analisis permisalan perhitungan kapasitas tampung dan masa yang dibutuhkan dalam pengolahan bersama ahli penanganan IPAL, Khoirun Niam, SPV Engineering PT. Karunia Indamed Mandiri. Total keseluruhan 20 UMKM; Per-industri estimasi mengeluarkan limbah 3 kubik/hari; Total limbah Desa Sidomukti 60 kubik/hari; Proses pengolahan limbah per-circle adalah 1 circle mengolah 2 kubik/30menit, x 2 circle sama dengan membutuhkan waktu 1 jam/4 kubik; Total limbah cair tapioka Desa Sidomukti 60 kubik/hari, yang berarti membutuhkan waktu proses 15 jam/60kubik.
Selain solusi tersebut, demi tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs). limbah cair tapioka juga memiliki nilai ekonomi yang dapat menjadi mata pencarian warga sehingga tercipta tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) pada aspek kesejahteraan perekonomian warga, yaitu dapat dikelola dari gas anaerob yang bisa memutar turbin, aerobic adalah penguraian bahan organik oleh bakteri tanpa adanya oksigen. Proses biologis ini menghasilkan gas, kadang-kadang disebut biogas, yang sebagian besar terdiri dari metana dan karbon dioksida (Rogoff, 2014). Selain itu, limbah cair tapioka yang masih bersih bisa menjadi bahan makanan yang diolah dengan memanfaatkan bakteri acetobacter xylinum untuk menjadi nata de cassava. Sehingga, hasil dari pengolahan IPAL berupa air yang sudah netral juga dapat dimanfaatkan masyarakat, misalnya, pengairan sawah atau kebun ketela, dan lain-lain. Sehingga hasil pengolahan IPAL memiliki nilai ekonomis untuk masyarakat. Kendati demikian, esai ini hanya membahas tentang proses mekanisme IPAL saja.
Akibat dari limbah cair tapioka ini apabila tidak dinetralkan sebelum dialirkan ke saluran-saluran umum yaitu air saluran akan terkontaminasi dengan senyawa-senyawa berbahaya yang menyebabkan bau tidak sedap. Selain itu, merusak ekosistem tanah, sungai, dan laut. Dikhawatirkan juga menjadi sumber penyebab penyakit. Dari limbah cair yang mencemari lingkungan juga dapat merusak keindahan dan mengganggu kenyamanan masyarakat. Masyarakat membutuhkan kesejahteraan, air bersih dan sanitasi yang layak. Maka dari itu, limbah cair tapioka ini harus segera ditangani demi tercapainya Substainable Development Goals.
PENUTUPAN
Limbah cair industri tepung tapioka di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kebupaten Pati menjadi permasalahan kompleks yang belum tertangani hingga saat ini. Limbah cair yang terus mengalir setiap harinya mengandung senyawa-senyawa berbahaya dan mencemari saluran-saluran umum hingga bermuara ke laut. Dampak bagi masyarakat yaitu bau tidak sedap yang harus dirasakan setiap harinya karena mengandung senyawa ammonia dan hydrogen sulfida. Dikhawatirkan bisa menjadi sumber penyakit untuk manusia yang berasal dari keterbiasaan menghirup bau limbah cair tersebut. Maka dari itu, adapun solusi yang saya berikankan yaitu dengan pengadaan IPAL komunal yang akan mengolah limbah cair menjadi air netral sebelum dialirkan ke saluran umum atau dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Sehingga air yang sudah dinetralkan dapat membantu kesejahteraan masyarakat dengan dimanfaatkan sebagai pengairan sawah, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Riadi M. (2021). Pengertian, jenis, dampak, dan pengolahan limbah. Kajian Pustaka. https://www.kajianpustaka.com/2017/10/pengertian-jenis-dampak-dan-pengolahan-limbah.html. Diakses pada 21 September 2024
Andraeswari N., Hariyadi S., & Yulianto G. (2019). Characteristic and management strategy of tapioca liquid waste processing in tapioca business center on North Bogor district. Jurnal Ecolab, 13(2), 86-95.
Damayanti O. H., Husna M., & Darwanto D. (2021). Limbah cair tapioka, pencemaran, dan teknik pengolahannya. Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, 17(1), 73-74 & 80.
Emerseon E., Syarief R., & Asmara A. (2020). Sustainability strategy to utilize the biogas of tapioca industry in PD XYZ. Jurnal IPB, 15(1), 85 & 87-92.
Hariring Studio. (2022). #1 Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik. [Video]. Youtube. https://youtu.be/Z-b6piNBIW4?si=soyA5uk7zeRozU. Diakses tanggal 2 September 2024.
Indrianeu T., & Singkawijaya B. E. (2019). Pemanfaatan limbah industri rumah tangga tepung tapioka untuk mengurangi dampak lingkungan. Jurnal Geografi, 17(2), 39-49.
Mukminin A., Wignyanto., & Hidayah N. (2003) Perencanaan unit pengolahan limbah cair tapioka dengan sistem Up-flow Anaerbic Sludge Blanket (UASB) untuk industri skala menangah. Jurnal Teknologi Peranian, 4(2), 71-109.
Prayito, A. S. V. (2020). Studi literatur limbah tapioka untuk produksi biogas: Metode pengolahan dan peranan starter-substrat. Jurnal Teknologi Separasi, 6(2), 177.
Rogoff, M. J. (2014). Solid waste recycling and proses (second edition). Sience Direct Wiliam Andrew Appled Science Publishes. Pages 43-111. https://www.sciencedirect.com/science/book/978145573192.
Widyaningsih D., Amayanti., & Warniningsih. (2021). Alternatif pengelolaan limbah tepung tapioka berbasis teknologi bersih ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai ekonomis produk di Dermaji. E-DIMAS: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 13(1), 151 & 157.
Zulaifah N., Rosyidah U., & Andriani R. (2021). Dampak pembuangan limbah tapioka terhadap kualitas sungai kecing di Desa Ngemplak Kidul Pati. Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, 6(1), 331-333.
Haritsah, I. F. ( 2024). Mengenal bahan berbahaya dan berracun (B3). https://rsjrw.id/artikel/mengenal-bahan-berbahaya-dan-beracun-b3#:~:text=Menurut%20Permenkes%20No.%2066%20Tahun,serta%20mencemarkan%20dan%2Fatau%20merusak. Diakses pada 20 September 2024.
.