WindHEX: Inovasi Desain Sistem Solar Chimney Integration dan Automated Wind Cooling pada Oktagon-TVST ITB sebagai Model Bangunan Institusi Pendidikan Berkelanjutan di Indonesia
Ditulis oleh Andreas Krisdianto
“The greatest threat to our planet is the belief that someone else will save it.” – Robert Swan
Dunia tengah menghadapi ‘climate crisis era’ yang dipicu oleh perubahan iklim. Masalah seperti peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan suhu, naiknya permukaan laut, dan kerusakan ekosistem telah terjadi di berbagai belahan dunia dan diperkirakan akan semakin parah di masa depan (United Nations, 2022). Aktivitas manusia termasuk dalam 95%, terutama emisi gas rumah kaca (GHG), penyebab masalah ‘climate crisis’ (IPCC, 2023). Bahkan, Indonesia adalah penyumbang emisi GHG terbesar ke-8 di dunia (World Resources Institute, 2019). Hal ini memberi Indonesia tanggung jawab besar mengurangi emisi demi membantu pencapaian target global (termasuk dalam upaya yang telah dilakukan G20 dan Perjanjian Paris).
Sepertiga emisi global–tercermin juga di Indonesia–berasal dari sektor Electricity/Heat dan Building/Construction (Xu, Yu, Sun, & Tam, 2023). Mengingat tingginya emisi dari sektor bangunan, solusi menerapkan green building semakin menjanjikan. Green building intinya memanfaatkan sumber daya yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak ekologis bangunan (termasuk material dan desain bangunan). Selain itu, salah satu upaya untuk mengurangi emisi dari sektor listrik adalah menerapkan solusi smart building. Smart building mencakup penerapan teknologi otomatisasi sensor-aktuator yang mengatur segala kebutuhan kelistrikan secara efisien. Di Indonesia, penerapan kombinasi smart dan green building telah diimplementasikan di UGM, didukung oleh CedsGreeB, yang membangun SGLC (Smart Green Learning Center), serta di ITB dengan pembangunan Labtek XIV Freeport milik SBM. Menggabungkan teknologi smart building dengan green building penting untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan dalam industri konstruksi, energi, dan teknologi (Zhao et al., 2023). Kriteria bangunan cerdas dan hijau telah dianalisis dalam berbagai penelitian, termasuk dalam evaluasi penerapan konsep Green and Smart Building pada proyek pembangunan gedung kantor PT. INALUM (Andika, Muhammad F., et al., 2021).
Di Institut Teknologi Bandung (ITB), kompleks Oktagon dan TVST adalah dua gedung dengan desain arsitektur yang hampir identik—dapat dikatakan sebagai gedung kembar. Kedua bangunan ini memiliki bentuk, tata letak ruang kelas, tangga, dan struktur yang serupa, hanya ada beberapa perbedaan minor pada detail arsitekturnya, tapi secara fungsional sama.
Gedung Oktagon-TVST di ITB punya desain oktagonal yang mendukung fleksibilitas tata ruang sekaligus mempermudah udara dan cahaya untuk tersebar. Di tengah bangunan, lubang terbuka menghubungkan lantai satu dan dua, menciptakan jalur vertikal agar udara segar bersirkulasi lebih bebas dan cahaya alami masuk hingga ke bagian bawah gedung. Semua pintu utama, termasuk pintu menuju area tangga, menggunakan kaca, sehingga cahaya alami bisa masuk ke dalam bangunan lebih optimal. Namun, pintu kelas tetap menggunakan pintu tertutup untuk menjaga privasi dan mengurangi kebisingan. Akses antar lantai disediakan melalui tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua, sebuah pilihan ramah lingkungan yang mengurangi kebutuhan energi untuk lift atau eskalator.
Di dalam gedung, terdapat tiga ruang kelas pada masing-masing lantai. Kelas-kelas ini dirancang dengan sistem kursi bertingkat yang memastikan semua peserta didik memiliki pandangan yang jelas ke depan, bebas dari gangguan pandangan orang di depannya. Desain akustik ruangan pun dibuat khusus; bentuk atap dan struktur kelas dioptimalkan untuk memantulkan suara dengan baik, sehingga dosen atau pemateri dapat berbicara dengan nyaman tanpa perlu menggunakan pengeras suara. Semua detail ini mencerminkan keunggulan desain arsitektur Oktagon-TVST yang mempertimbangkan aspek fungsionalitas dan kenyamanan dalam mendukung proses belajar-mengajar secara maksimal.
Meskipun desain Oktagon-TVST sudah mendukung efisiensi secara struktural, masih terdapat peluang signifikan untuk meningkatkan efisiensi energi melalui penerapan konsep smart dan green building. Salah satu metode yang terbukti efektif untuk mendukung ventilasi alami dan pengurangan konsumsi energi adalah integrasi sistem solar chimney, windcatcher, dan water cooling. Berdasarkan penelitian Moosavi et al. (2020) serta Khakzand et al. (2024), sistem ini mampu meningkatkan ventilasi alami serta mengurangi suhu dalam ruangan pada jam-jam puncak di siang hari.
Peneliti merancang sistem windHEX berdasarkan konsep integrasi solar chimney yang menghadap barat laut dan windcatcher+automated water cooling di tenggara. Desain ini memastikan bahwa bangunan memanfaatkan sepenuhnya aliran udara alami serta panas matahari untuk menciptakan sirkulasi udara yang efektif sekaligus menurunkan kebutuhan energi. Berikut adalah langkah-langkah alur kerja dari sistem windHEX:
1. Masuk Melalui Windcatcher (Tenggara)
Udara segar dari luar memasuki gedung melalui windcatcher yang terletak di sisi tenggara. Sistem ini dilengkapi dengan automated water cooling, dimana air disemprotkan dalam bentuk kabut halus di area intake windcatcher. Proses ini membantu mendinginkan udara yang masuk melalui evaporative cooling, sehingga udara yang beredar di dalam gedung terasa lebih sejuk dan nyaman, terutama saat suhu luar sedang tinggi.
2. Distribusi Udara ke Seluruh Lantai
Udara dingin yang dihasilkan dari windcatcher kemudian didistribusikan ke seluruh lantai. Desain lubang bawaan Oktagon-TVST, yang berada di tengah bangunan, memfasilitasi aliran udara secara vertikal antara lantai satu dan dua. Aliran ini memungkinkan udara segar menyebar merata di seluruh ruang, menjaga kesejukan tanpa memerlukan banyak energi.
3. Pemanasan dan Aliran Keluar Melalui Solar Chimney (Barat Laut)
Pada sisi barat laut gedung, solar chimney berfungsi sebagai jalur pembuangan udara setelah beredar di seluruh ruangan. Solar chimney ini menggunakan dinding kaca yang memungkinkan sinar matahari memanaskan udara di dalam cerobong, menciptakan efek stack di mana udara panas secara alami naik dan keluar. Proses ini membantu menarik udara segar melalui windcatcher, menciptakan siklus ventilasi alami yang stabil.
4. Efisiensi Pendinginan dan Sirkulasi Udara
Kombinasi antara windcatcher dengan automated water cooling dan solar chimney memastikan sirkulasi udara yang efisien di dalam gedung. Udara dingin masuk melalui windcatcher di tenggara, mengalir ke seluruh ruang berkat lubang ventilasi vertikal, dan akhirnya keluar melalui solar chimney di barat laut. Sistem ini tidak hanya membantu menjaga suhu ruangan tetap sejuk, tetapi juga meminimalkan penggunaan energi.
Menurut Khakzand et al. (2024), sistem ini dapat mengurangi suhu rata-rata ruangan hingga sekitar 3-5°C pada jam-jam puncak siang hari dan mencapai sekitar 8 hingga 9 air changes per hour (ACH). Implementasi sistem ventilasi ini juga terbukti mampu menghemat hingga 60% energi untuk pendinginan dan 80% energi ventilasi pada jam-jam puncak musim panas, menjadikannya solusi yang optimal untuk bangunan yang iklim tropis dan panas.
Kesimpulan dan saran
Kesimpulannya, windHEX di gedung Oktagon-TVST punya potensi besar sebagai contoh bangunan pendidikan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Dengan kombinasi solar chimney dan sistem water cooling otomatis di windcatcher, gedung ini bisa tetap sejuk dan nyaman tanpa banyak mengandalkan AC atau listrik berlebih. Supaya inovasi kayak gini dapat lebih luas diterapkan, penting agar ada dukungan dari pemerintah dan lingkungan ITB, misalnya lewat aturan dan insentif untuk bangunan hijau. Kolaborasi ini akan membuat konsep green building lebih mudah diterapkan di gedung-gedung publik lainnya. Di masa depan, integrasi smart sensor juga bisa jadi langkah menarik, agar bangunan dapat otomatis memantau suhu dan aliran udara.
Daftar Pustaka
Andika, Muhammad F., et al. “Evaluasi Penerapan Kriteria Green And Smart Building pada Proyek Pembangunan Gedung Kantor PT. Inalum (Persero).” Agregat, vol. 1, no. 1, May 2021, pp. 23-32, https://doi.org/10.51510/agregat.v1i1.58
IPCC. (2023). Summary for Policymakers. In Climate Change 2023: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Sixth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Core Writing Team, H. Lee, & J. Romero (Eds.)]. IPCC. https://doi.org/10.59327/IPCC/AR6-9789291691647.001
Khakzand, M., Zeynivand, H., & Kalantari, S. (2024). Integrated Solar Chimney and Windcatcher for Efficient Building Ventilation in Hot Climates. Journal of Building Engineering, 66, 108409. https://doi.org/10.1016/j.jobe.2023.108409.
Moosavi, L., Zandi, M., Bidi, M., Behroozizade, E., & Kazemi, I. (2020). New Design for Solar Chimney with Integrated Windcatcher for Space Cooling and Ventilation. Building and Environment, 181, 106785. https://doi.org/10.1016/j.buildenv.2020.106785.
United Nations. (2022). Causes and Effects of Climate Change. United Nations. Retrieved from https://www.un.org/en/climatechange/science/causes-effects-climate-change
World Resources Institute. (2019). Interactive Chart Shows Changes in the World’s Top 10 Emitters. WRI. Retrieved from https://www.wri.org/insights/interactive-chart-shows-changes-worlds-top-10-emitters
Xu, X., Yu, H., Sun, Q., & Tam, V. W. Y. (2023). A critical review of occupant energy consumption behavior in buildings: How we got here, where we are, and where we are headed. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 182, 113396. https://doi.org/10.1016/j.rser.2023.113396
Zhao, Z., Wang, Y., Chen, L., & Liu, X. (2023). The Role of Smart and Green Buildings in Sustainable Development. Energies, 16(13), 4855. https://doi.org/10.3390/en16134855