Arsitektur Bioklimatik Desain Ramah Lingkungan Untuk Bangunan Di Perkotaan
Ditulis oleh Oasis Muslim Pastikandaga
Di tengah laju urbanisasi yang pesat dan tantangan perubahan iklim yang semakin nyata dan semakin padatnya lahan di tutupi oleh bangunan serta semakin minimnya ruang terbuka hijau.Berdasarkan data Grup penelitian Energi (ERG,1999). pembangunan gedung menggunakan setidaknya 50% semua energi di bumi.sebagian besar energi ini di gunakan untuk pemanasan,penerangan dan sisanya untuk industri dan kontruksi bangunan.peningkatan konsumsi energi seiring dengan bertambahnya emisi karbon merupakan salah satu penyebab pemanassan global (EC,2003). lingkungan perkotaan bertanggung jawab atas 75% hingga 80% emisi global yang merupakan gabungan dari emisi dampak transportasi dan bangunan.Beberapa fakta menyatakan bahwa aktifitas manusia terutama bangunan menyumbang emisi karbon dioksida hingga 47%-50% (Matolcsy, et al,2015). Bangunan terdampak konsumsi energi dalam jangka panjang dan semestinya telah memenuhi energi,serta sesuai dengan iklim setempat dalam proses desain.Sektor bangunan bertanggung jawab terhadap emisi karbon dan konsumsi sumber daya alam dengan sekitar 50% sumber daya alam di gunakan untuk konstruksi, dan 50% energi untuk oprasional bangunan.dengan kata lain aspek arsitektur dan penggunaan ruang terhubung langsung dengan konsumsi energi. Integrasi desain bangunan dan lingkungan melalui strategi pasif menghadirkan potensi penghematan energi yang besar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka di perlukan beberapa inovasi baru dalam bidang arsitektur untuk merancang bangunan yang tanggap terhadap iklim dan lingkungan kota,salah satunya ialah pendekatan bioklimatik.Arsitektur bioklimatik menekankan rancangan bangunan dengan memanfaatkan seecara maksimal iklim kota,serta mengoptimalkan hasil energi pasif pada bangunan. Biolimatik berasal dari kata bioklimatoligy.Menurut Kenneth Yeang (1994) Sederhananya, bioklimatik mempelajari hubungan antara iklim dan makhluk hidup.Arsitektur bioklimatik adalah seni merancang bangunan yang hemat energi dengan mempertimbangkan iklim setempat dan berusaha memecahkan masalah yang timbul akibat iklim dengan menerapkan solusi pada elemen bangunan. (Rosang:2016) Secara umum,prinsip desain bioklimatik adalah: hemat energi,memperhatikan kondisi iklim,ramah lingkungan,merespon keadaan tapak dari bangunan,dan nyaman bagi penghuninya.
Arsitektur bioklimatik di perkotaan merupakan pendekatan cerdas dalam merancang bangunan yang hemat energi. Prinsipnya adalah memanfaatkan potensi alam sekitar untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan efisien.Bayangkan gedung-gedung tinggi yang dirancang dengan jendela besar menghadap utara untuk memaksimalkan cahaya matahari, sekaligus dilengkapi ventilasi silang dengan jendela dan bukaan yang strategis untuk memungkinkan aliran udara segar masuk ke dalam bangunan agar sirkulasi udara yang baik,Memafaatkan sistem pendingin alami seperti kolam air, taman vertikal,untuk mengurangi suhu udara di sekitar bangunan.Atap yang lebar dan menjorok keluar berfungsi sebagai pelindung dari terik matahari di musim panas. Material bangunan yang dipilih pun memiliki nilai isolasi tinggi, sehingga menjaga suhu ruangan tetap nyaman tanpa perlu AC yang boros energi..
Dan juga Arsitektur bioklimatik merupakan pendekatan desain bangunan yang mempertimbangkan kondisi iklim lokal untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan efisien energi. Dalam konteks perkotaan, prinsip ini mengintegrasikan elemen alami seperti pencahayaan alami, dan penggunaan material yang responsif terhadap suhu. Misalnya, desain bangunan dengan Orientasi yang disesuaikan dengan arah matahari dan angin. Bangunan diorientasikan dengan bagian depan menghadap utara untuk memaksimalkan cahaya matahari dan meminimalkan paparan sinar matahari Dan juga desain Bentuk bangunan dapat memengaruhi sirkulasi udara dan paparan sinar matahari. Bentuk bangunan yang kompak dengan sudut-sudut yang membulat dapat meminimalkan paparan sinar matahari langsung dan meningkatkan sirkulasi udara. Dan menanam Tanaman dan pohon di sekitar bangunan dapat membantu mengurangi efek pulau panas perkotaan dan menciptakan lingkungan yang lebih sejuk.Dengan menerapkan arsitektur bioklimatik, kota-kota dapat mengurangi jejak karbon dan meningkatkan kenyamanan penghuninya. Sedangkan prinsip ramah lingkungan berfokus pada desain bangunan yang harmonis dengan lingkungan sekitar dan sumber daya alam. Dalam konteks perkotaan, pendekatan ini mencakup penggunaan material yang berkelanjutan, seperti bambu atau beton daur ulang, serta penerapan teknologi energi terbarukan, seperti panel surya. Desain yang memanfaatkan pencahayaan alami dan ventilasi alami memungkinkan pengurangan penggunaan energi listrik. Selain itu, integrasi ruang hijau, seperti taman vertikal atau kebun atap, membantu meningkatkan kualitas udara dan mengurangi efek polusi. tidak hanya menciptakan ruang yang nyaman, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan di perkotaan. merespon keadaan tapak berfokus pada penyesuaian desain bangunan dengan karakteristik fisik dan lingkungan lokasi. Di perkotaan, pendekatan ini mempertimbangkan faktor seperti topografi, arah angin, dan pola sinar matahari. Misalnya, bangunan dapat dirancang dengan jendela besar di sisi yang menghadap ke matahari untuk memaksimalkan pencahayaan alami, sementara sisi lainnya memiliki pelindung untuk mengurangi panas berlebih. Selain itu, pemanfaatan tanaman lokal dalam lanskap membantu menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan merespon keadaan tapak secara efektif.
Arsitektur bioklimatik mengutamakan penciptaan lingkungan yang mendukung kesejahteraan fisik dan psikologis. Di perkotaan, desain ini mengintegrasikan elemen seperti ventilasi alami, pencahayaan yang baik, dan material yang dapat menjaga suhu ruangan. Misalnya, jendela yang strategis memungkinkan sirkulasi udara yang optimal, mengurangi kebutuhan akan pendingin udara. Selain itu, penggunaan warna dan tekstur yang lembut menciptakan suasana yang menenangkan. Ruang terbuka hijau, seperti taman atau balkon, memberikan akses ke alam, yang berkontribusi pada pengurangan stres. Dengan demikian, arsitektur bioklimatik tidak hanya berfungsi secara fungsional, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Kesimpulan yang dapat saya peroleh dari pembahasan ini adalah bahwa penerapan prinsip bioklimatik dalam arsitektur perkotaan merupakan langkah krusial menuju pembangunan kota yang berkelanjutan. Konsep ini tidak hanya sebatas efisiensi energi dan ramah lingkungan, tetapi juga berakar pada peningkatan kualitas hidup penghuni. Arsitektur bioklimatik mampu menciptakan lingkungan yang nyaman, sehat, dan menyenangkan dengan memanfaatkan potensi alam dan teknologi secara cerdas. Bayangkan kota-kota masa depan yang dipenuhi bangunan dengan atap hijau yang menyerap air hujan, dinding yang dihiasi tanaman rambat untuk mengurangi efek pulau panas, dan jendela-jendela yang menghadap ke arah matahari untuk memaksimalkan cahaya alami. Bayangkan juga bangunan-bangunan yang dirancang dengan ventilasi silang yang optimal untuk mengalirkan angin segar ke dalam ruangan, sehingga mengurangi kebutuhan akan pendingin ruangan yang boros energi.Dengan memahami dan menerapkan prinsip bioklimatik, kita tidak hanya membangun kota yang lebih hijau dan berkelanjutan, tetapi juga menciptakan ruang hidup yang lebih sehat, nyaman, dan menyenangkan bagi penghuninya. Arsitektur bioklimatik melampaui estetika bangunan, ia merangkul konsep holistik yang menghubungkan manusia dengan alam, dan menciptakan sinergi yang positif bagi lingkungan dan penghuninya.Melalui desain yang cerdas dan dapat menciptakan bangunan yang tidak hanya indah secara arsitektur, tetapi juga bermanfaat bagi lingkungan dan penghuninya. Dengan konsep arsitektur Bioklimatik membangun kota yang lebih baik untuk generasi mendatang, sebuah kota yang hijau, berkelanjutan, dan ramah lingkungan, sebuah kota yang menjadi rumah bagi manusia dan alam.
.
Daftar Pustaka
Rosang, Agnes Glorya Pretty. 2016. Penerapan Konsep Desain Arsitektur Bioklimatik..
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/lb/article/view/34791
https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/nucturenature/article/view/18710
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/undagi/article/view/1264
.
.
.
.