Hivespace: Inovasi Smart and Green Building Co-Working Space sebagai Implementasi Pembangunan Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular
Ditulis oleh Arini Eka Lestari
PENDAHULUAN
Pembangunan berkelanjutan saat ini menjadi perhatian global seiring dengan meningkatnya ancaman kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Agenda 2030 yang diusung oleh PBB memiliki 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menekankan perlunya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Salah satu tujuan penting dalam SDGs adalah membangun infrastruktur berkualitas, meningkatkan inovasi teknologi, serta mendukung pembangunan berkelanjutan melalui industri yang ramah lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor ekonomi kreatif di Indonesia telah berkembang pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2023, sektor ini berkontribusi sebesar 7,8% atau sekitar Rp1.300 triliun terhadap PDB nasional. Kemajuan sektor ekonomi kreatif kemudian melahirkan banyak komunitas kreatif dan start-up kreatif yang memiliki cara baru bekerja di era digital (Kurnianingtyas, 2023).
Hal ini juga diikuti dengan tren bekerja dari mana saja atau work from anywhere yang semakin umum. Banyak pelaku industri kreatif, seperti pekerja lepas, pengembang aplikasi, desainer grafis, hingga data analis, kini memilih bekerja secara fleksibel dari berbagai lokasi. Kondisi ini menuntut tersedianya ruang kerja yang fleksibel, produktif, dan mendukung kolaborasi lintas bidang. Di sinilah co-working space muncul sebagai solusi alternatif yang dapat mengakomodasi kebutuhan para pekerja kreatif dan profesional tersebut.
Beberapa negara telah berhasil menerapkan co-working space berkelanjutan sesuai dengan SDGs pada poin 9 (Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif dan Berkelanjutan, Serta Mendorong Inovasi). Misalnya, Green Desk di New York telah menerapkan penggunaan energi terbarukan, mengurangi penggunaan plastik, dan memanfaatkan perabotan daur ulang. Di Berlin, Betahaus Co-working Space menggunakan desain bangunan hijau dengan efisiensi energi tinggi dan material ramah lingkungan.
Gambar 1. Betahaus Berlin dengan desain bangunan hijau
Meskipun belum sepopuler di luar negeri, beberapa co-working space di Indonesia sudah mulai menerapkan konsep serupa. Contohnya, Greenhouse di Jakarta menggunakan perabotan dari bahan daur ulang dan teknologi hemat energi dan Hacktiv8 menyediakan fasilitas pengelolaan limbah untuk mendaur ulang kertas, plastik, dan bahan organik.
Namun, secara garis besar pengembangan co-working space di Indonesia masih menghadapi banyak kendala dalam penyediaan infrastruktur yang cerdas dan hijau. Menurut data dari Asosiasi Coworking Indonesia (2020), meskipun co-working space cukup populer di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, penerapan prinsip keberlanjutan dalam operasionalnya masih minim. Sebagian besar co-working space belum memanfaatkan energi terbarukan, menerapkan manajemen limbah yang baik dan menggunakan desain bangunan hijau. Padahal, penerapan prinsip keberlanjutan tidak hanya akan mendukung pencapaian SDGs tetapi juga menciptakan efisiensi ekonomi dalam jangka panjang.
ISI
Menurut Leforestier (2009), co-working space adalah suatu tempat kerja bersama yang dirancang untuk mendukung para pekerja independen, pekerja lepas, dan profesional lainnya dalam lingkungan kerja yang fleksibel dan kolaboratif.. Di Indonesia, co-working space telah menjadi fenomena yang berkembang pesat seiring dengan berkembangnya ekonomi digital dan pertumbuhan jumlah pekerja lepas. Co-working space muncul sebagai solusi bagi para pekerja yang membutuhkan tempat kerja fleksibel, nyaman, dan menunjang produktivitas.
Perkembangan tren work from anywhere turut mendorong percepatan pembangunan co-working space agar dapat merata di berbagai daerah. Sejalan dengan hal tersebut muncul keinginan untuk menerapkan model bisnis dan desain bangunan yang inovatif dan berkelanjutan. United Nation atau PBB mendefinisikan prinsip berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Artinya, dalam pembangunan dan desain co-working space membutuhkan adanya penggunaan energi terbarukan, pemanfaatan peralatan yang ramah lingkungan, dan upaya penghematan energi.
Menurut Green Building Council Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan di mana di dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun kualitas udara di dalam ruangan, dan juga memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Pemilihan pembangunan berkelanjutan selain memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi di masa depan juga sesuai dengan penerapan ekonomi sirkular. Dalam ekonomi sirkular, sebuah produk dirancang untuk bertahan lebih lama, dan bahan-bahan yang digunakan di dalamnya dapat dipisahkan dan didaur ulang dengan mudah. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru, mengurangi limbah, dan mengurangi dampak lingkungan.
Gambar 2. Logo Hivespace
HiveSpace adalah sebuah inovasi dalam co-working space yang tidak hanya cerdas dan mendukung produktivitas tetapi juga turut berkontribusi dalam pencapaian SDGs. Nama “HiveSpace” sendiri terinspirasi dari konsep sarang lebah (hive), yang dikenal sebagai tempat lebah bekerja sama secara harmonis dan efisien. Nama ini mencerminkan esensi dari co-working space yang berfokus pada kolaborasi, produktivitas, dan sinergi antar pengguna. Seperti lebah dalam sarangnya, para pekerja profesional, startup, dan kreatif dapat bekerja bersama dalam lingkungan yang mendukung dan penuh energi. Meski bertemakan kolaborasi, HiveSpace juga tetap menjunjung tinggi kenyamanan penggunanya apabila ingin bekerja secara independen dan fokus pada dirinya sendiri.
Lantas apa saja inovasi yang akan ditawarkan HiveSpace? Berikut adalah sedikit gambaran ruang kerja yang akan menjadi inovasi dan ciri khas HiveSpace.
Gambar 3. Ilustrasi interior hivespace
Gambar 4. Ilustrasi inovasi hivespace
Salah satu inovasi dari HiveSpace adalah penggunaan material daur ulang dan ramah lingkungan dalam desain dan konstruksinya. Ini termasuk penggunaan dinding-dinding ruangan yang terbuat dari bahan daur ulang, seperti kayu bekas atau limbah konstruksi yang diproses kembali untuk memberikan tampilan estetis yang menarik serta berfungsi mengurangi jejak karbon hingga 25%. Selain itu, di beberapa bagian atap, dinding, dan lantai ruang kerja menggunakan bahan yang mudah didaur ulang dan ramah lingkungan, seperti bambu atau lantai vinyl yang terbuat dari plastik daur ulang. Menggunakan material daur ulang ini juga dapat mengurangi biaya material dibandingkan dengan material baru. Penghematan ini bisa meningkat seiring dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan material daur ulang.
HiveSpace juga menggunakan pencahayaan alami dengan desain jendela kacanya yang besar. Sedangkan pada pencahayaan buatan Hivespaces memilih lampu LED hemat energi yang dapat disesuaikan dengan tingkat pencahayaan yang dibutuhkan pada waktu tertentu sehingga akan mengurangi konsumsi daya secara signifikan.
Selain desain yang berkelanjutan, HiveSpace juga mengadopsi teknologi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Rooftop HiveSpace dipasang dengan panel surya yang dapat menghasilkan energi listrik yang cukup untuk kebutuhan operasional sehari-hari. Panel surya ini tidak hanya memastikan pasokan energi yang berkelanjutan, tetapi juga membantu mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan mengurangi emisi karbon.
Penggunaan teknologi pintar juga menjadi salah satu fitur unggulan dari HiveSpace. Sensor pintar dipasang di setiap ruangan untuk mengatur pencahayaan dan pendinginan secara otomatis sesuai dengan kebutuhan, mengoptimalkan konsumsi energi dan mengurangi limbah. Selain mengurangi konsumsi daya, The World Green Building Council menyebutkan bahwa desain bangunan yang optimal, melalui pencahayaan alami dan kontrol suhu yang baik, dapat meningkatkan produktivitas karyawan hingga 12% lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan yang tidak menerapkan faktor ini.
HiveSpace berupaya menjadi model co-working space yang tidak hanya modern dan fungsional, tetapi juga berkelanjutan dan berkontribusi positif terhadap lingkungan. Meskipun memiliki potensi yang sangat besar, implementasi co-working space yang berkelanjutan masih menemui banyak tantangan. Salah satunya adalah biaya yang tinggi untuk membangun atau mengubah co-working space menjadi ramah lingkungan. Penggunaan material daur ulang dan teknologi energi terbarukan seringkali membutuhkan investasi yang signifikan, yang mungkin sulit dijangkau oleh penyedia co-working space, terutama di daerah berkembang. Selain itu, kesadaran dan partisipasi penghuni yang masih rendah membutuhkan adanya edukasi dan kampanye untuk lebih peduli tentang keberlanjutan lingkungan.
KESIMPULAN
Dalam era transformasi ekonomi global yang dipengaruhi oleh digitalisasi dan perubahan iklim, co-working space menjadi solusi yang penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang berkelanjutan dan produktif bagi pekerja digital. HiveSpace, sebagai contoh inovatif co-working space, menunjukkan bahwa desain bangunan yang hijau dan cerdas dapat menghasilkan lingkungan kerja yang efisien dan berdampak positif terhadap lingkungan.
Namun, implementasi co-working space yang berkelanjutan masih menghadapi tantangan, seperti biaya awal yang tinggi dan rendahnya kesadaran serta partisipasi penghuni. Oleh karena itu, diperlukan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, lembaga, dan masyarakat untuk mendorong adopsi co-working space yang berkelanjutan sebagai langkah menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi sirkular yang mendukung visi Indonesia Emas 2045 dan tujuan SDGs 2030.
Daftar Pustaka
Asyhar, K. (2019). Memahami Coworking Space (Ruang Kerja Bersama) Sebagai Konsep Baru Tempat Bekerja (Studi Pada Coworking Space di Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, 7(2)
Asosiasi Coworking Indonesia. 2020. Laporan Tahunan: Perkembangan Co-working Space di Indonesia Tahun 2020. Asosiasi Coworking Indonesia.
Betahaus Berlin. n.d. “Sustainability at betahaus.” Retrieved from https://www.betahaus.com/berlin/green-initiative.
Fatimah, R. 2017. “Potensi co-working space di Kota Malang.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis 12(2): 123-135.
Green Building Council Indonesia, 2014. Greenship Homes Version 1.0. Direktorat Pengembangan Perangkat Penilaian
Hootsuite, & We Are Social. 2023. Digital 2023: Indonesia. We Are Social. Available at: https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia.
Kurniyaningtyas (2023). Coworking Space Sebagai Alternatif Infrastruktur Perkotaan Di Era Industri 4.0. Indonesian Journal of Spatial Planning 4 (2)
Leforestier, A. 2009. “The Co-working Space Concept.”
Mahnunah N. dan Alkis A. (2021). Nilai-Nilai Coworking Space Dalam Mendukung Konsep Kota Kreatif (Studi Kasus: Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Plano Buana 1 (2), 92-101
Putri, Wilianto (2022) Adaptasi Desain Coworking Space Terhadap Perubahan Perilaku Pengguna Di Masa Pandemi Covid-19, Studi Kasus: Eduplex Coworking Space Bandung. Jurnal Arsitektur Zonasi 5 (1), 40-50
Tiutiunyk, I., Drabek, J., Antoniuk, N., Navickas, V., & Rubanov, P. (2021). The Impact Of Digital Transformation On Macroeconomic Stability: Evidence From Eu Countries. Journal of International Studies, 14(3), 220-234. https://doi.org/10.14254/2071-8330.2021/14-3/14
United Nations. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future