Material Lama, Masa Depan Baru: Bangunan Bio-Luminescence dari Limbah yang Berevolusi

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 24

Ditulis oleh Munica

  Ketika konstruksi hijau menjadi impian untuk masa depan yang lebih ramah lingkungan, kita dihadapkan pada sebuah tantangan: bagaimana kita memanfaatkan material yang sudah dianggap tua, bekas, bahkan tak bernilai untuk menyusun fondasi keberlanjutan? Di tengah tuntutan global untuk menjaga kelestarian lingkungan, konstruksi hijau muncul bak cahaya di tengah gulita. Bangunan konvensional kerap kali meninggalkan jejak karbon yang mengotori langit biru (Rahmawati, 2015). Perubahan iklim yang begitu cepat di Indonesia, mulai dari meningkatnya suhu udara, perubahan intensitas hujan yang tidak biasa, hingga permukaan air laut yang naik, membuat kita bertanya: bagaimana kita dapat terus membangun tanpa membuat lingkungan menjerit? Salah satu jawabannya ada pada konstruksi bangunan hijau yang berfokus pada penggunaan material lama atau daur ulang demi mengurangi karbon dan penggunaan energi yang berlebihan.

Bangunan hijau merupakan suatu konsep bangunan berkelanjutan yang dari perencanaan hingga pemanfaatannya menggunakan sumber daya alam seminimal mungkin, memanfaatkan lahan dengan bijak, serta mengurangi dampak negatif pada lingkungan (Nasir, 2016). Untuk mengatasi masalah iklim dan meminimalisasi kerusakan lingkungan, kita harus menerapkan pembangunan hijau berbasis material daur ulang. Perekonomian Indonesia masih bertumpu pada sumber daya alam yang telah menyebabkan deforestasi pada tahun 2000-2014 hingga mencapai luas setengah dari Pulau Jawa. Inilah pentingnya pembangunan hijau di Indonesia. Kita harus mencari alternatif lain, seperti penggunaan material daur ulang (Marto, 2019).

  Konstruksi bangunan hijau muncul sebagai solusi inovatif yang tidak hanya mendukung keberlanjutan, tetapi juga mengubah cara kita memandang material lama. Material lama seperti baja bekas hingga plastik semakin populer dalam konstruksi hijau (Rahayu, 2024). Pandangan masyarakat yang dahulu menganggap material ini sebagai bahan “sekali pakai” kini bergeser. Misalnya, baja bekas dapat dicairkan kembali tanpa harus menambang bijih besi yang tentunya akan menghemat energi secara signifikan. Baja bekas yang dicairkan tersebut dapat menghasilkan baja baru dengan kualitas yang sama berkali-kali.

  Konsep bangunan hijau sudah banyak diterapkan di Indonesia, seperti bangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menghemat penggunaan energi hingga 61%. Dari pembangunan hingga penggunaan bangunan hijau harus sesuai dengan prinsip lingkungan hijau, salah satunya adalah mengurangi penggunaan energi. Material daur ulang ini tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga membantu menekan biaya konstruksi. Salah satu pabrik di Indonesia yang mendukung penggunaan material daur ulang, yaitu Robries, sebuah pabrik furnitur di Surabaya, Jawa Timur yang menggunakan limbah plastik sebagai bahan baku utama pembuatan berbagai furnitur, seperti Ambeng Stool, Raw Chair, dan Mada Bench. Limbah plastik dicampurkan dengan resin untuk memudahkan dalam membentuk produk furnitur yang diinginkan.

Sebuah studi yang dilakukan oleh International Finance Corporation dan Green Building Council Indonesia (2019), menunjukkan bahwa sembilan bangunan hijau di Jakarta dapat mengurangi biaya utilitas tahunan 30-80% lebih rendah dibandingkan dengan bangunan konvensional. Coba kita bayangkan, jika bangunan hijau dibangun secara merata di seluruh Indonesia, berapa banyak limbah yang dapat kita kurangi dan energi yang dapat kita hemat? Bangunan hijau tak lagi menjadi kemewahan, melainkan sebuah keharusan yang perlu kita wujudkan dan kembangkan. Konstruksi hijau bukan hanya sekadar tren. Pembangunan tak hanya sekadar membangun, tetapi juga menjaga bumi tetap lestari.

Rintangan kita saat ini adalah: bagaimana kita dapat memanfaatkan perkembangan teknologi yang sudah semakin maju ini dalam mengembangkan ide-ide kreatif terkait pengembangan teknologi bangunan hijau dan cerdas di Indonesia? Dengan keanekaragaman sumber daya yang melimpah di Indonesia, kita memiliki peluang besar untuk menerapkan inovasi daur ulang material yang tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan bangunan yang hijau dengan balutan teknologi. Salah satu ide yang belum pernah kita pikirkan sebelumnya adalah pengembangan “Bangunan Bio-Luminescence”, yang memanfaatkan material daur ulang dan prinsip-prinsip bioteknologi untuk menciptakan struktur bangunan yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menarik secara visual, serta belum ada di Indonesia. Teknologi bioluminescence belum terlalu dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Bioluminescence biasanya diaplikasikan untuk penelitian, seperti pembuatan lampu hemat energi yang bersumber dari mikroorganisme bioluminescence pada proyek mahasiswa Universitas Brawijaya di tahun 2015.

Indonesia memiliki berbagai jenis mikroorganisme laut yang menghasilkan bioluminescence, termasuk jenis-jenis Dinoflagellata, Panellus stipticus, dan Vibrio fischeri yang ditemukan di beberapa wilayah perairan, seperti pantai Lampung dan Padang karena kondisi wilayah pesisir yang mendukung, dengan suhu yang hangat dan ketersediaan nutrisi yang tinggi. Bioluminescence, fenomena organisme hidup yang dapat menghasilkan cahaya, umumnya terjadi melalui reaksi kimia yang memerlukan luciferin, nutrien, air, dan oksigen. Pemanfaatan mikroorganisme bioluminescence dapat dimaksimalkan sebagai sumber cahaya alami dalam struktur bangunan yang ramah lingkungan. Konsep “Bangunan Bio-Luminescence” menggabungkan penggunaan plastik daur ulang yang diolah menjadi panel transparan dengan mikroorganisme bioluminescence yang hidup di dalamnya. Ada beberapa alternatif material lama yang dapat menggantikan plastik daur ulang, yaitu limbah pertanian dan kayu, beton daur ulang, dan bioplastik.

Panel bioluminescence pada konsep “Bangunan Bio-Luminescence” berperan sebagai sumber penerangan yang ramah energi, karena cahaya yang dihasilkan tidak memerlukan listrik. Plastik daur ulang dapat menjadi media yang mendukung keberlangsungan hidup mikroorganisme dengan memfasilitasi sistem sirkulasi oksigen, sehingga mikroorganisme tetap hidup dan aktif menghasilkan cahaya. Limbah plastik diproses ulang dan dicetak menjadi panel transparan. Plastik tersebut didesain dengan pori-pori yang memungkinkan oksigen untuk masuk melalui pori-pori tersebut. Panel transparan yang sudah dibuat dapat dipasang di dinding interior maupun eksterior bangunan, koridor, serta langit-langit untuk menciptakan suasana yang unik dan terkesan futuristik.

Namun, untuk menggunakan konsep “Bangunan Bio-Luminescence”, kita harus mengetahui cara pemeliharaan bangunannya. Mikroorganisme bioluminescence memerlukan kondisi lingkungan yang lembap dan pengontrolan suhu yang baik. Sistem Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC) dapat kita gunakan untuk menjaga stabilitas iklim mikroorganisme bioluminescence. Selain itu, untuk selalu menyediakan air bagi mikroorganisme tersebut, dapat digunakan saluran mikroskopis di dalam panel. Material yang digunakan untuk membuat saluran mikroskopis dapat berupa serat mikroselulosa yang dapat dipadukan dengan material daur ulang atau plastik. Mikroorganisme ini rentan terkontaminasi, sehingga harus dibersihkan secara rutin dengan membersihkan permukaan panel bioluminescence dengan menggunakan larutan yang aman. Namun, kita harus mengingat bahwa mikroorganisme bioluminescence memiliki siklus hidup. Untuk mengantisipasi mikroorganisme yang melemah atau mati, kita dapat menggunakan panel modular yang bisa dilepas dan diganti secara berkala tanpa mengganggu panel lainnya.

  Inovasi ini sejalan dengan misi bangunan hijau yang menekankan pengurangan limbah dan efisiensi energi. Dampak positifnya tidak hanya terbatas pada itu saja, tetapi juga pada kenyamanan pengguna “Bangunan Bio-Luminescence”. Panel bioluminescence memberikan pencahayaan alami yang tidak menyilaukan, sehingga ramah dan nyaman bagi mata manusia. Penerapan konsep “Bangunan Bio-Luminescence” dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan listrik. Dengan ini, pemerintah dapat menghemat anggaran energi dan mengurangi tagihan listrik. Meski biaya awal investasi bisa lebih tinggi, tetapi efisiensi jangka panjangnya berpotensi menurunkan pengeluaran biaya dan energi secara signifikan.

Mengintegrasikan material daur ulang dengan bioluminescence juga dapat mengurangi biaya proyek konstruksi pembangunan. Selain itu, dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber material, bangunan ini tidak hanya mengurangi beban limbah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), tetapi juga memperpanjang siklus hidup material lama yang sesuai dengan prinsip daur ulang dalam pembangunan hijau. Akibatnya, lingkungan kita menjadi lebih bersih dan sehat. Dalam jangka panjang, konsep “Bangunan Bio-Luminescence” memiliki peluang besar untuk diadopsi di berbagai kawasan perkotaan di Indonesia, khususnya daerah yang tengah menghadapi masalah polusi dan konsumsi energi yang tinggi. Dengan penggunaan mikroorganisme bioluminescence dan limbah plastik sebagai bahan utama, inovasi ini tidak hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga mengubah perspektif kita tentang material daur ulang yang dapat menyongsong pengembangan bangunan hijau dan cerdas di Indonesia.

  Untuk keberhasilan implementasi solusi ini, kita harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, yang dapat dimulai dengan melaksanakan program edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya pengembangan bangunan hijau yang cerdas dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di Indonesia. Setiap langkah kecil yang kita ambil, dapat menentukan masa depan kita. Kini saatnya bagi kita semua, masyarakat Indonesia, mulai menggunakan material daur ulang dalam proyek konstruksi kita. Dengan mengadopsi teknologi dan inovasi, kita dapat secara aktif berkontribusi dalam upaya melestarikan lingkungan bersama. Menggunakan material daur ulang bukan hanya sekadar pilihan, melainkan suatu tanggung jawab sosial kita terhadap lingkungan. Dengan bekerja sama dan berkomitmen, kita dapat membangun masa depan yang lebih bersih, hijau, dan cerdas untuk generasi mendatang. Upaya kecil dalam penggunaan material daur ulang dan teknologi bangunan hijau ini bisa memberikan dampak besar bagi masa depan lingkungan Indonesia. Mari kita bersama-sama mengubah cara kita membangun, menjadikan Indonesia lebih maju dengan penerapan bangunan hijau dan cerdas berbasis daur ulang! Material lama, masa depan baru! .

Daftar Pustaka

Adhi, K. (2018, 26 Juli). Bangunan Hijau Harus Didukung oleh Perilaku Hijau. Diakses pada 29 Oktober 2024, dari https://www.kompas.id/baca/gaya-hidup/2018/07/26/bangunan-hijau-harus-didukung-oleh-perilaku-hijau

Ainurrohmah, S., Sudarti, S. (2022). Analisis Perubahan Iklim dan Global Warming yang Terjadi sebagai Fase Kritis. Jurnal Ulasan, 8(1), 1-8.

Andaru, P. (2021, 10 Februari). 14 Green Building di Indonesia Bersertifikat Greenship dari GBCI. Diakses pada 30 Oktober 2024, dari https://jendela360.com/info/green-building-di-indonesia/

Evers, J. (2023, 19 Oktober). Bioluminescence. Diakses pada 31 Oktober 2024, dari https://education.nationalgeographic.org/resource/bioluminescence/

Hedblom, M. (2024). Recyclability and Recycled Content. Diakses pada 2 November 2024, dari https://www.ovako.com/en/sustainability/environment/recyclability-and-recycled-content/

International Finance Corporation. (2020, 31 Oktober). Study By IFC and Green Building Council Indonesia Shows Nine Green Buildings Yield 30 to 80 percent Lower Utility Costs Compared to Standard Buildings. Diakses pada 31 Oktober 2024, dari https://www.ifc.org/en/pressroom/2019/study-by-ifc-and-green-building-council-indonesia-shows-nine-green-buildings-yield-30-to-80-percent-lower-utility-costs-compared-to-standard-buildings

Kemitraan. (2019, 27 November). Urgensi Indonesia Bertransformasi Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Diakses pada 1 November 2024, dari https://kemitraan.or.id/publication/urgensi-indonesia-bertransformasi-menuju-pembangunan-ekonomi-hijau/

Keter Environmental Services. (2024, 8 Januari). Recyclable Building Materials Help Construction Companies Reduce Waste. Diakses pada 29 Oktober 2024, dari https://www.keteres.com/resource/recyclable-building-materials

Kustiani, R. (2015, 18 Mei). Mahasiswa Universitas Brawijaya Bikin Lampu Buat Seumur Hidup. Diakses pada 31 Oktober 2024, dari https://tekno.tempo.co/read/666925/mahasiswa-universitas-brawijaya-bikin-lampu-buat-seumur-hidup

PT Duta Hita Jaya. (2024, 29 Juli). Proses Daur Ulang Baja: Solusi Berkelanjutan Untuk Industri. Diakses pada 30 Oktober 2024, dari https://www.dutahitajaya.co.id/article/detail?title=Proses+Daur+Ulang+Baja%3A+Solusi+Berkelanjutan+untuk+Industri

Rahayu. (2024). Mari Mengenal Sekilas Bahan Bangunan Ramah Lingkungan. Diakses pada 1 November 2024, dari https://www.arsitag.com/media/bahan-bangunan-ramah-lingkungan/?q=%2Fbahan-bangunan-ramah-lingkungan%2F

Rahmawati, F. (2015). Pengaruh Penerapan Konsep Green Building Terhadap Investasi Pada Bangunan Tinggi di Surabaya. (Magister Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015). Diakses dari https://repository.its.ac.id/75022/1/3213208015-Master_Thesis.pdf

Ramadhanie, D. (2024, 15 September). Robries, Menyulap Sampah Plastik Jadi Furnitur Cantik Ramah Lingkungan. Diakses pada 30 Oktober 2024, dari https://www.mediahijau.com/read/robries-menyulap-sampah-plastik-jadi-furnitur-cantik-ramah-lingkungan

Sari, I. (2023). Penerapan Bangunan Hijau Pada Kawasan Kantor Terpadu PT. Hki di Gebang. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 7(2), 1-6.

.

.

.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 4.4 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 7

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment