Efisiensi Filtrasi PM2.5 dan PM10–2.5 Dengan Filter Udara Nanofiber Polyacrylonitrile (PAN) sebagai Jendela Ventilasi di Area Perkotaan
Ditulis oleh Fajar Rasyid Ariandhika
Di tengah tantangan perubahan iklim global, teknologi hijau yang berfokus pada penghematan energi, penggunaan material ramah lingkungan, dan pengurangan emisi karbon, menjadi semakin penting. Hal ini mendorong lahirnya inovasi baru yang dapat membantu mencapai target pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia, termasuk Indonesia [1].
Jakarta adalah salah satu kota terbesar di dunia dan merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara. Sebagai pusat utama bagi Indonesia, negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Jakarta menghadapi tantangan khas kota megapolitan di negara berkembang. Kota ini bergulat dengan masalah kepadatan penduduk, serta kurangnya fasilitas perumahan, lapangan kerja, transportasi yang memadai, dan kualitas lingkungan yang layak [2].
Berdasarkan penelitian Muhayatun Santoso mengenai konsentrasi musiman, konsentrasi PM2.5 dan PM10 cenderung menurun selama musim hujan dan meningkat pada musim kemarau. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses pencucian partikel oleh hujan. Pada bulan-bulan musim hujan, seperti Januari dan Februari, intensitas curah hujan cenderung tinggi. Perbedaan konsentrasi PM2.5 antara musim kemarau dan musim hujan juga semakin signifikan dalam beberapa tahun terakhir (2018–2019), yang dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas konstruksi selama musim kemarau [3]
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal, pola angin membawa polutan dari sektor industri dan energi, termasuk dari pabrik Suralaya dan kawasan industri sekitarnya, menuju timur laut ke arah Jakarta. Hal ini dapat berdampak signifikan terhadap kualitas udara di Jakarta, terutama selama musim kemarau [4].
Penelitian lain yang dilakukan oleh Gajdah menunjukkan bahwa paparan polusi udara memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan, terutama pada anak-anak dan hasil kelahiran. Hasil penelitian tersebut mendukung temuan bahwa peningkatan paparan PM₂.₅ sebesar 10 µg/m³ berhubungan dengan peningkatan risiko berbagai masalah kesehatan pada anak-anak, termasuk kematian bayi, stunting, berat badan lahir rendah, dan kelahiran prematur [5].
Udara dalam ruangan bangunan berventilasi alami lebih tercemar daripada di luar ruangan di lingkungan dekat jalan. Hal ini dapat memperburuk kualitas udara dalam raungan saat berada di jalan raya, meskpun tujuannya seringkalo untuk mengurangi konsumsi energi [6]. Sebaliknya berdasarkan studi mengenai penggunaan AC di Shenzhen, ditemukan bahwa potensi pemanasan global (Global Warming Potential/GWP) dari sistem AC rumah tangga di kota tersebut mengalami peningkatan dua kali lipat sejak tahun 2005. Dari tahun 2005 hingga 2017, emisi kumulatif dari sistem AC ini mencapai sekitar 48,5 ± 3,8 juta ton CO₂-ekuivalen. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan AC telah berkontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak langsung pada pemanasan global [7].
Teknologi harus diterapkan dengan pemahaman tentang keragaman lingkungan perkotaan. Setiap kota memiliki karakteristik sosial ekonomi dan lingkungan yang unik; dengan demikian, pendekatan yang berorientasi pada detail untuk implementasi teknologi diperlukan [8]. Kota pintar menawarkan solusi teknologi; Namun, ada kesenjangan pengetahuan dalam hal memahami efek adopsi teknologi di kota. Adopsi teknologi di kota harus mempertimbangkan dengan cermat kelayakan teknologi, sentimen lokal, keragaman budaya, struktur tata kelola, dan berbagai aspek sosial ekonomi [9].
Oleh karena itu, penulis mengajukan sebuah inovasi berdasarkan kajian literatur mengenai filter udara yang berpotensi mengubah polusi udara menjadi udara bersih di ruangan di kawasan perkotaan. Inovasi ini dirancang untuk diaplikasikan di dalam bangunan, khususnya di lingkungan dengan tingkat polusi udara tinggi, tanpa memerlukan penggunaan AC. Dengan demikian, sistem ini diharapkan mampu menghemat energi serta mengurangi emisi CO₂.
PEMBAHASAN
Teknologi filtrasi dan pembersihan udara dapat mengurangi paparan kontaminan dalam bangunan dengan menyaringnya dari udara, meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan, dan terkadang mengurangi kebutuhan akan udara segar dari luar [10]. Tanpa ventilasi yang memadai, lingkungan dalam ruangan menurun, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan [11].
Berbagai jenis polimer dengan berat molekul tinggi telah dikembangkan sebagai filter nanofiber baru-baru ini [12]. Serat polimer Polyacrylonitrile (PAN) memiliki momen dipol tinggi yang berfungsi penting dalam menarik dan menahan partikel PM2.5 secara efektif pada permukaan filter. Momen dipol yang tinggi ini memungkinkan interaksi dipol-dipol atau dipol-induksi dengan partikel polutan, sehingga meningkatkan efisiensi dalam penangkapan partikel. [13].
Dengan perkembangan nanoteknologi, electrospinning menjadi metode utama dalam pembuatan membran nanofibrosa yang efektif, karne memiliki keunggulan yakni perangkat yang sederhana, biaya produksi yang rendah, serta proses yang mudah dikontrol [14]. Membran nanofibrosa memiliki sifat unik yang sangat berguna untuk proses pemisahan berbasis filtrasi dan adsorpsi, seperti luas permukaan spesifik yang tinggi, interkonektivitas pori yang optimal, serta potensi untuk mengintegrasikan komponen kimia aktif pada skala nano [15].
Serat nano Polyacrylonitrile elektrospun (PAN) memiliki banyak aplikasi industri, seperti dalam bahan sensor, penguat komposit, dan prekursor serat karbon. Selain itu, ia juga dapat digunakan dalam bidang medis, seperti dalam pengiriman obat dan pembalut luka [16]. Filter udara nanofiber memiliki porositas yang dapat mencapai 70% dan mampu menghasilkan ventilasi yang tinggi [17].
Serat nano PAN adalah kandidat terbaik untuk media filtrasi udara [18]. Proses penangkapan polusi udara menggunakan filter udara berbahan Polyacrylonitrile (PAN) terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2 [13].
Oleh karena setiap ruang memiliki ventilasi udara dapat dipasang secara bahan Polyacrylonitrile (PAN) dapat keunggulan dari segi ekonomi dan kesehatan. Berikut proses cara kerja.
Berdasarkan studi literatur yang dilaporkan dalam penelitian penulis 2, Filter PAN memiliki tingkat transmisi sekitar 77%, 54%, dan 40%, dengan efisiensi penghapusan untuk PM2.5 dan PM10-2..5 masing-masing mencapai 98,69%, 99,42%, 99,88%, serta 99,73%, 99,76%, dan 99,92% [13]. Selain itu, penelitian oleh Khalid et al. melaporkan bahwa layar jendela nanofiber yang dibuat menggunakan teknologi peniupan langsung memiliki transparansi optik yang baik (80%) dan efisiensi filtrasi PM2.5 yang tinggi (99%) [19].
Penerapan ini dapat dilakukan pada seluruh bangunan, Namun untuk gedung-gedung tinggi diperlukan pertimbangan tambahan terkait faktor keamanan dan ketinggian bangunan. Penggunaan jendela dengan filter nanofiber harus diperhatikan secara cermat untuk memastikan keselamatan penghuni dan mencegah potensi kecelakaan di dalam ruangan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan jendela filter nanofiber pada gedung pencakar langit guna memastikan keamanan dan menghindari dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan, dan keselamatan.
PENUTUP
Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global, penggunaan teknologi hijau, seperti filter udara nanofiber berbahan dasar Polyacrylonitrile (PAN), menjadi semakin penting. Filter ini menunjukkan efisiensi tinggi dalam menghilangkan partikel PM₂.₅ dan PM10, serta mampu meningkatkan kualitas udara dalam ruangan tanpa memerlukan penggunaan AC, sehingga membantu menghemat energi dan mengurangi emisi CO₂. Selain itu, filter ini juga memberikan dampak positif bagi kesehatan di dalam ruangan. Dengan karakteristik seperti momen dipol tinggi, porositas hingga 70%, dan transparansi optik yang baik, filter ini sangat cocok untuk diaplikasikan pada bangunan di lingkungan perkotaan dengan tingkat polusi udara yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Susantono and M. A. Berawi, Pedoman Bangunan Cerdas Nusantara Transformasi Hijau dan Digital. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan: Otorita Ibu Kota Nusantara, 2023. [Online]. Available: https://www.ikn.go.id/storage/pedoman-bangunan-cerdas-nusantara.pdf [2] R. Cybriwsky and L. R. Ford, “City profile: Jakarta,” Cities, vol. 18, no. 3, pp. 199–210, Jun. 2001, doi: 10.1016/S0264-2751(01)00004-X. [3] M. Santoso et al., “Long term characteristics of atmospheric particulate matter and compositions in Jakarta, Indonesia,” Atmospheric Pollution Research, vol. 11, no. 12, pp. 2215–2225, Dec. 2020, doi: 10.1016/j.apr.2020.09.006. [4] M. Iqbal, B. Susilo, and D. R. Hizbaron, “How Local Pollution and Transboundary Air Pollution Impact Air Quality in Jakarta?,” Papers in Applied Geography, vol. 0, no. 0, pp. 1–14, doi: 10.1080/23754931.2024.2399626. [5] G. Syuhada et al., “Impacts of Air Pollution on Health and Cost of Illness in Jakarta, Indonesia,” International Journal of Environmental Research and Public Health, vol. 20, no. 4, Art. no. 4, Jan. 2023, doi: 10.3390/ijerph20042916. [6] Z. Tong, Y. Chen, A. Malkawi, G. Adamkiewicz, and J. D. Spengler, “Quantifying the impact of traffic-related air pollution on the indoor air quality of a naturally ventilated building,” Environment International, vol. 89–90, pp. 138–146, Apr. 2016, doi: 10.1016/j.envint.2016.01.016. [7] N. Zhang, H. Wang, J. Gallagher, Q. Song, V. W. Y. Tam, and H. Duan, “A dynamic analysis of the global warming potential associated with air conditioning at a city scale: an empirical study in Shenzhen, China,” Environmental Impact Assessment Review, vol. 81, p. 106354, Mar. 2020, doi: 10.1016/j.eiar.2019.106354. [8] A. Monzon, “Smart cities concept and challenges: Bases for the assessment of smart city projects,” in 2015 International Conference on Smart Cities and Green ICT Systems (SMARTGREENS), May 2015, pp. 1–11. Accessed: Nov. 03, 2024. [Online]. Available: https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/7297938 [9] J. Kong, J. Hwang, and H. Kim, “Building smarter cities together: Government-to-government partnerships in the development of smart cities,” Cities, vol. 156, p. 105532, Jan. 2025, doi: 10.1016/j.cities.2024.105532. [10] ASHRAE, “ASHRAE Position Document on Filtration and Air Cleaning.” 2015. [11] R. Manzueta, P. Kumar, A. H. Ariño, and C. Martín-Gómez, “Strategies to reduce air pollution emissions from urban residential buildings,” Science of The Total Environment, vol. 951, p. 175809, Nov. 2024, doi: 10.1016/j.scitotenv.2024.175809. [12] X. Gao et al., “Titanium carbide Ti3C2Tx (MXene) enhanced PAN nanofiber membrane for air purification,” Journal of Membrane Science, vol. 586, pp. 162–169, Sep. 2019, doi: 10.1016/j.memsci.2019.05.058. [13] C. Liu et al., “Transparent air filter for high-efficiency PM2.5 capture,” Nat Commun, vol. 6, no. 1, p. 6205, Feb. 2015, doi: 10.1038/ncomms7205. [14] J. Cao, Z. Cheng, L. Kang, M. Lin, and L. Han, “Patterned nanofiber air filters with high optical transparency, robust mechanical strength, and effective PM2.5 capture capability,” RSC Adv., vol. 10, no. 34, pp. 20155–20161, May 2020, doi: 10.1039/D0RA01967D. [15] R. S. Barhate, C. K. Loong, and S. Ramakrishna, “Preparation and characterization of nanofibrous filtering media,” Journal of Membrane Science, vol. 283, no. 1, pp. 209–218, Oct. 2006, doi: 10.1016/j.memsci.2006.06.030. [16] S. K. Nataraj, K. S. Yang, and T. M. Aminabhavi, “Polyacrylonitrile-based nanofibers—A state-of-the-art review,” Progress in Polymer Science, vol. 37, no. 3, pp. 487–513, Mar. 2012, doi: 10.1016/j.progpolymsci.2011.07.001. [17] W. Liang et al., “Transparent Polyurethane Nanofiber Air Filter for High-Efficiency PM2.5 Capture,” Nanoscale Res Lett, vol. 14, no. 1, p. 361, Dec. 2019, doi: 10.1186/s11671-019-3199-0. [18] P. Ryšánek, O. Benada, J. Tokarský, M. Syrový, P. Čapková, and J. Pavlík, “Specific structure, morphology, and properties of polyacrylonitrile (PAN) membranes prepared by needleless electrospinning; Forming hollow fibers,” Materials Science and Engineering: C, vol. 105, p. 110151, Dec. 2019, doi: 10.1016/j.msec.2019.110151. [19] B. Khalid, X. Bai, H. Wei, Y. Huang, H. Wu, and Y. Cui, “Direct Blow-Spinning of Nanofibers on a Window Screen for Highly Efficient PM2.5 Removal,” Nano Lett., vol. 17, no. 2, pp. 1140–1148, Feb. 2017, doi: 10.1021/acs.nanolett.6b04771.