GROW (Green Realization of Workspaces): Teknologi Smart Building untuk Dunia yang Lebih Hijau
Ditulis oleh Joe Happines
PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan konsumsi energi di sektor bangunan menjadi tantangan besar yang berdampak signifikan pada lingkungan global (Anwar, 2022). Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (2023), konsumsi energi di Indonesia mencapai 1,220 juta BOE dengan sektor industri menjadi sektor yang paling banyak berkontribusi, yaitu 45,60% dari total konsumsi energi. Sejalan dengan itu, Menurut data dari Emissions Database for Global Atmospheric Research (2023), emisi yang dihasilkan oleh Indonesia mencapai 1200,20 mt CO2eq dan membuat Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh negara penyumbang emisi terbesar di dunia. Hal ini menjadikan sektor bangunan sebagai salah satu kontributor utama krisis iklim, dan menuntut solusi yang mampu menekan konsumsi energi serta mengurangi dampak lingkungannya (Kimsan, 2023).
Gambar 1. Emisi Indonesia dari tahun ke tahun
(Sumber: Emissions Database for Global Atmospheric Research, 2023)
Emisi karbon, terutama dalam bentuk karbon dioksida (CO2), adalah salah satu gas rumah kaca utama yang dihasilkan dari aktivitas manusia, termasuk konstruksi, transportasi, dan lain-lain (Kesaulya, 2024). Gas ini kemudian menumpuk di atmosfer, membentuk lapisan yang memerangkap panas dari sinar matahari dan menyebabkan suhu bumi meningkat, fenomena ini dikenal dengan pemanasan global (Pratama, 2019). Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (2023), konsentrasi CO2 mencapai 419 ppm, meningkat sekitar 51% sejak era pra-industri. Ini jauh melebihi batas aman 350 ppm untuk menjaga stabilitas iklim. Dampaknya, suhu global rata-rata telah meningkat 1,1 derajat Celcius sejak akhir abad ke-19 (Anggraeni, 2023).
Di Indonesia, hal tersebut didorong oleh adanya aktivitas urbanisasi yang meningkat pesat khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung (Prihatin, 2020). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2023), tingkat urbanisasi di Indonesia mencapai 58,57% yang berarti lebih dari setengah penduduk di Indonesia tinggal di perkotaan. Hal ini tentunya berdampak langsung dengan konsumsi emisi dan karbon serta meningkatnya kebutuhan akan ruang hunian dan perkantoran yang efisien. Permasalahan ini juga semakin mendesak dalam konteks komitmen Indonesia terhadap kesepakatan Paris, yang menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030 (Hulu et al., 2024).
Deforestasi juga menjadi salah satu faktor yang menghambat pengurangan emisi karbon di Indonesia (Styawati et al., 2023). Menurut Global Forest Watch (GFW) pada tahun 2023 menyatakan bahwa, Indonesia telah kehilangan 1,03 mha hutan primer (setara dengan 842 emisi CO2). Data tersebut juga menyatakan bahwa sejak tahun 2001 sampai 2023, 85% kehilangan ketutupan pohon di Indonesia disebabkan oleh deforestasi dengan salah satu faktor pendorongnya, yaitu urbanisasi yang telah menyebabkan kehilangan hutan sebanyak 3.76 kha pada tahun 2023.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, penulis menggagaskan konsep yang dapat diterapkan. Green Realization of Workspaces (GROW), merupakan sebuah konsep smart building yang memanfaatkan teknologi terbaru untuk menciptakan ruang kerja yang hemat energi, dengan tujuan mengurangi dampak lingkungan dan mendukung keberlanjutan global. Skema yang digunakan dalam GROW adalah smart building dengan konsep Building Energy Management System (BEMS) yang terintegrasi dengan photovoltaic glass serta sensor perangkat IoT yang saling terkoneksi. Konsep ini juga mewujudkan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan ke-9 (industry, innovation, and infrastructure), dan tujuan ke-11 (sustainable cities and communities).
Gambar 2. SDGs tujuan ke-9 dan ke-11
(sumber: sdgs.bappenas.go.id, 2015)
PEMBAHASAN
Peningkatan populasi dan pendapatan per kapita di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong laju permintaan infrastruktur yang semakin pesat, khususnya dalam sektor perumahan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), PDB per kapita Indonesia naik 5,05% dari tahun 2022-2023, sejalan dengan jumlah pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat menjadi 278,8 juta pada tahun 2023. Lonjakan ini mendorong peningkatan kepemilikan rumah yang tercatat tumbuh dari 83,99% di tahun 2022 menjadi 84,79% pada tahun 2023.
Fenomena ini menimbulkan risiko lingkungan yang signifikan, terutama mengingat bahwa bangunan konvensional di Indonesia sering kali memiliki konsumsi energi yang tinggi dan berdampak buruk pada emisi karbon (Prasetya dan Triyuly, 2023). Dengan urbanisasi yang pesat, laju konsumsi energi gedung perkantoran dan perumahan melonjak seiring meningkatnya penggunaan pendingin udara, pencahayaan, dan sistem lainnya, yang menyebabkan konsumsi energi bangunan perkotaan lebih besar dibandingkan Kawasan pedesaan. Selain itu, upaya untuk memenuhi permintaan bangunan baru seringkali mengabaikan aspek Keberlanjutan (Dewi et al., 2024).
Saat ini teknologi telah berkembang dengan sangat pesat. Teknologi terbaru seperti sistem manajemen energi berbasis Internet of Things (IoT), penggunaan smart thermostats, dan sensor otomatis telah menunjukkan potensi besar dalam mengurangi konsumsi energi bangunan (Erwin et al., 2023). Perkembangan teknologi tersebut kemudian penulis padukan dalam bentuk konsep Green Realization of Workspaces (GROW) sebagai pendekatan teknologi smart building yang ramah lingkungan, dirancang untuk menciptakan ruang kerja yang lebih hijau dan efisien.
Konsep GROW dirancang untuk memaksimalkan penggunaan energi hijau (Green Energy Utilization), mengoptimalkan sumber daya (Resource Optimization), memastikan kenyamanan penghuni (Occupant Comfort), dan mengurangi pemborosan energi (Waste Reduction). Dengan teknologi seperti BEMS dan photovoltaic glass, GROW berupaya mengurangi jejak karbon bangunan sambil menjaga efisiensi energi.
GROW berfokus pada penerapan teknologi mutakhir, yaitu Building Energy Management System (BEMS) yang terintegrasi dengan photovoltaic glass, guna mencapai efisiensi energi yang signifikan melalui pengelolaan energi otomatis dan pemanfaatan energi terbarukan. BEMS berfungsi untuk memantau dan mengatur penggunaan energi dalam bangunan secara real-time, mengandalkan perangkat Heating, Ventilation, and Air Conditioning (HVAC).
Gambar 3. Skema BEMS
(sumber: Laplacesolutins.com)
Mekanisme dari GROW didasarkan pada pengintegrasian teknologi smart building yang mampu memantau, mengatur, dan mengoptimalkan penggunaan energi secara real-time. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama: Building Energy Management System (BEMS), photovoltaic glass, serta sensor dan perangkat IoT yang saling terkoneksi.
Building Energy Management System (BEMS)
BEMS memungkinkan GROW untuk melakukan pemantauan, pengendalian, dan pengoptimalan konsumsi energi secara otomatis.
Pengumpulan data real-time
BEMS bekerja menggunakan jaringan sensor yang ditempatkan di berbagai titik strategis. Sensor ini berguna untuk mendeteksi parameter seperti suhu ruangan, kelembaban, pencahayaan, dan kehadiran penghuni.
Analisis Data dan Pengambilan Keputusan
Berdasarkan data real-time yang diterima, BEMS menggunakan algoritma pemrosesan data untuk menganalisis kebutuhan energi secara spesifik dan segera membuat keputusan tentang penyesuaian energi. Misalnya, ketika sensor mendeteksi bahwa ruangan kosong, BEMS secara otomatis akan mengurangi intensitas pencahayaan dan menurunkan pengaturan pendingin ruangan.
Photovoltaic Glass
Merupakan kaca yang dapat menghasilkan listrik dari sinar matahari. Kaca ini akan dipasang pada jendela atau fasad bangunan dan berfungsi ganda sebagai penangkal sinar matahari dan penghasil listrik.
Penangkapan Sinar Matahari: Photovoltaic glass yang dipasang pada jendela atau fasad bangunan berfungsi sebagai panel surya yang menangkap sinar matahari. Kaca ini mengandung lapisan semikonduktor yang terbuat dari bahan khusus, seperti silikon atau senyawa perovskit, yang dirancang untuk menyerap foton dari sinar matahari.
Konversi Cahaya menjadi Listrik: Ketika sinar matahari mengenai permukaan photovoltaic glass, foton dalam sinar tersebut akan bertabrakan dengan elektron dalam lapisan semikonduktor kaca. Tabrakan ini memicu pergerakan elektron, yang menciptakan aliran arus listrik dalam kaca. Arus listrik yang dihasilkan oleh photovoltaic glass adalah arus searah (DC)
Pengaturan dan Penyimpanan Energi: Arus DC yang dihasilkan kemudian disalurkan ke perangkat penyimpanan atau langsung dikonversi menjadi arus bolak-balik (AC) melalui inverter. Inverter ini mengubah arus DC menjadi AC yang sesuai untuk digunakan dalam perangkat-perangkat bangunan, seperti pencahayaan, HVAC, dan perangkat elektronik lainnya. Jika arus listrik ini tidak langsung digunakan, energi tersebut akan disimpan dalam baterai pintar yang terintegrasi dalam sistem GROW
Gambar 4. Photovoltaic Glass
(Sumber: Pinterest)
Internet of Things (IoT)
IoT berperan sebagai tulang punggung komunikasi dalam sistem GROW, yang menghubungkan setiap perangkat, sensor, dan sistem manajemen energi di dalam bangunan serta memungkinkan interaksi yang lebih dinamis antara bangunan dan penghuninya. Misalnya, penghuni dapat mengontrol suhu atau pencahayaan ruangan melalui aplikasi di ponsel
Gambar 5. Internet of Things (IoT) pada BEMS
(Sumber: iothub.co.th)
Konsep GROW sangat cocok diimplementasikan di gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi energi tinggi. Untuk mendorong penerapan ini, pemerintah bisa mempertimbangkan pemberian insentif seperti pengurangan pajak atau subsidi bagi pengembang yang menerapkan teknologi smart building. Program pendanaan hijau melalui bank dan institusi keuangan dapat mendukung investasi awal teknologi seperti BEMS dan photovoltaic glass, sehingga meringankan biaya awal yang seringkali menjadi kendala (Suwarno, 2023).
Penerapan teknologi smart building telah berhasil di beberapa negara, termasuk Singapura. Di Marina Bay Sands, penggunaan sistem pendingin terpusat melalui district cooling yang dikelola oleh SP Group mampu mengurangi konsumsi energi sebesar 40% dibandingkan sistem konvensional. Sistem ini tidak hanya membantu menghemat energi tetapi juga menurunkan emisi karbon secara signifikan. Selain itu, district cooling ini memungkinkan bangunan memiliki sertifikasi BCA Green Mark Platinum, yang merupakan standar tertinggi dalam bangunan hijau di Singapura (SP Group, 2022).
KESIMPULAN
Tingginya konsumsi energi dan emisi karbon di Indonesia, terutama di sektor bangunan, berkontribusi signifikan pada pemanasan global dan perubahan iklim. Laju urbanisasi yang pesat, kebutuhan ruang hunian dan perkantoran yang semakin meningkat, serta deforestasi yang terus berlangsung memperparah krisis lingkungan yang ada. Konsep Green Realization of Workspaces (GROW) sebagai solusi teknologi smart building menawarkan pendekatan inovatif untuk mengurangi konsumsi energi dan dampak lingkungan melalui integrasi Building Energy Management System (BEMS), photovoltaic glass, dan perangkat Internet of Things (IoT). GROW berpotensi menciptakan ruang kerja yang lebih efisien dan berkelanjutan, mendukung upaya Indonesia dalam menurunkan emisi karbon, dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di bidang industri, infrastruktur, serta kota berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, N. M., Sudarti, dan Yushardi. (2023). Analisis Dampak Perubahan Iklim dan Pola Angin Pada Lingkungan Global. Jurnal Pendidikan, Sains dan Teknologi, 2(2), 1041-1047. https://doi.org/10.47233/jpst.v2i4.1366.
Anwar, M. (2022). Green Economy sebagai Strategi dalam Menangani Masalah Ekonomi dan Multilateral. Jurnal Pajak dan Keuangan Negara, 4(1S), 343-356. https://doi.org/10.31092/jpkn.v4i1S.1905.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas). (2015). SDGs Knowledge Hub. https://sdgs.bappenas.go.id/.
Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Indonesia 2023. Badan Pusat Statistik. Indonesia
Badan Pusat Statistik. (2024). Produk Domestik Bruto Indonesia Triwulanan 2020-2024. Jakarta.
Dewi, R. A. P. K., Robinson, P., Puspitarini, R. C., Maksin, M., Putri, R. Y., Hidayati, N., dan Fitrianti, D. (2024). Relevansi Pembangunan Berkelanjutan dengan Risiko. PERSPEKTIF, 13(3), 767-784. https://doi.org/10.31289/perspektif.v13i3.11660.
Emissions Database for Global Atmospheric Research. (2023). GHG Emissions of All World Countries – JRC/IEA 2024 Report. https://edgar.jrc.ec.europa.eu/report_2024?vis=ghgtot#emissions_table.
Erwin, Datya, A. I., Nurohim, Sepriano, Waryono, Adhicandra, I., Budihartono, E., Purnawati, N. W. (2023). Pengantar dan Penerapan Internet of Things (Konsep Dasar dan Penerapan IoT di Berbagai Sektor). Sonpedia. Jambi.
Global Forest Watch. (2024). IDN. https://www.globalforestwatch.org/dashboards/country/IDN/?lang=id.
Hulu, H. B., Nau, N. U. W., dan Seba, R. O. C. (2024). Analisis Efektivitas Paris Agreement terhadap Indonesia sebagai Anggota G20 dalam menangani Climate Change. Jurnal Niara, 17(2), 280-298. https://doi.org/10.31849/niara.v17i2.22369.
Id.pinterest.com. Los Precios De Los Paneles Solares Fotovoltaicos Caen En Picado. Diakses pada 8 November 2024, dari https://pin.it/tF4DuCvAX.
Iothub.co.th. Building Energy Management. Diakses pada 8 November 2024, dari http://iothub.co.th/.
IPCC, 2023: Sections. In: Climate Change 2023: Synthesis Report. Contribution of Working Groups I, II and III to the Sixth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Core Writing Team, H. Lee and J. Romero (eds.)]. IPCC, Geneva, Switzerland, pp. 35-115, doi: https://doi.org/10.59327/IPCC/AR6-9789291691647.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. (2024). Handbook of Energy & Economic Statistic of Indonesia. https://www.esdm.go.id/en/publication/handbook-of-energy-economic-statistics-of-indonesia-heesi.
Kesaulya, I., Rahman, R., Krisye K., dan Soukotta, I. V. T. (2024). Edukasi Pemanasan Global dan Dampaknya terhadap Ekosistem Pantai di Pulau-Pulau Kecil bagi Pelajar SMA Negeri 11 Ambon. Open Community Service Journal, 3(1). https://doi.org/10.33292/ocsj.v3i1.64.
Kimsan, M. (2023). Konstruksi Gedung & Dampak Lingkungan: A Review. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 11(3), 184-194. http://dx.doi.org/10.55679/jts.v11i3.46202.
Laplacesolutions,com. Building Energy Management Systems. Diakses pada 8 November 2024, dari https://www.laplacesolutions.com/building-energy-management/.
Prasetia, M. D., dan Triyuly, W. (2023). Penerapan Konsep Bangunan Hijau pada Bangunan dan Lingkungan. Applicable Innovation of Engineering and Science Research (AVoER), 15(1), 541-547.
Pratama, R. (2019). Efek Rumah Kaca terhadap Bumi. Buletin Utama Teknik, 14(2), 120-126.
Prihatin, R. B. (2020). Pengelolaan Sampah di Kota Bertipe Sedang: Studi Kasus di Kota Cirebon dan Kota Surakarta. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 11(1), 1-16. https://doi.org/10.22212/aspirasi.v11i1.1505.
Sp Group. (2022). SP Expands Marina Bay District Cooling Network with New Partnership. Diperoleh dari https://www.spgroup.com.sg/.
Styawati, I. H., Risdhianto, A., Duarte, E. P., Almubaroq, H. Z., dan Falefi, R. (2023). Manajemen Green Industry dan Implikasinya terhadap Keamanan Lingkungan. Jurnal Ahli Muda Makassar, 4(2), 169-180. https://doi.org/10.46510/jami.v4i2.160.
Suwarno, E. B. (2023). Peningkatan Peran Perbankan dalam Mendorong Percepatan Penerapan Green Economy Guna Memperkuat Ketahanan Nasional. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Jaga Bumi, Rumah kita bersama
Good
HEMAT ENERGI CARA BIJAK MEWARISKAN BUMI UNTUK ANAK CUCUK
Jaga bumi
Jaga bumi rumah kita bersama
Keren mantap
Bumi rumah kita bersama
Thanks for ur support guys :)
Kembangkan talentamu. Niscaya kamu bisa