Net-Zero Energy Building: Menjawab Tantangan Emisi Karbon pada Sektor Bangunan Melalui Integrasi Multi-Energi di Indonesia
Ditulis oleh Siti Puput Nurhidayah
PENDAHULUAN
Pemanasan global telah menjadi permasalahan utama di dunia yang hingga saat ini tidak kunjung selesai. Peningkatan emisi karbon yang menyebabkan penipisan lapisan ozon atmosfer secara terus-menerus dapat meningkatkan suhu bumi (Tana & Nugraheni, 2021). Sumber dari emisi karbon ini berasal dari berbagai banyak sektor terutama sektor bangunan. Sektor bangunan menyumbang 30% dari total penggunaan energi global dan 28% dari emisi karbon terkait energi sebagai kontributor terbesar pada tahun 2022. Di sisi lain, sumber listrik yang digunakan pada bangunan masih didominasi oleh sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. Berdasarkan data RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2021-2030, tambahan kapasitas pembangkit listrik mencapai 40,6 GW, dengan proporsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 51,6% dan pembangkit fosil sebesar 48,4%, dimana sumber energi batu bara menjadi penyumbang utama emisi gas karbon. Oleh karena itu, elektrifikasi berbasis energi terbarukan yang merata di berbagai sektor penting untuk memastikan berkurangnya emisi karbon, termasuk salah satunya pada sektor bangunan. Dalam mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan inovatif pada sektor bangunan dengan fokus pada integrasi energi terbarukan. Penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidrogen pada sektor bangunan dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon. Berdasarkan data IEA pada tahun 2021, energi terbarukan dapat mengurangi emisi CO2 hingga 70% dibandingkan dengan transportasi berbahan bakar fosil (Setyono, 2021). Energi seperti tenaga air, angin, surya, sistem pemanas, combined heat power (CHP), sel bahan bakar, dan generator diesel dapat dipasang secara efektif dalam net-zero energy building (ZEB). ZEB merupakan suatu bentuk sistem di mana bangunan tidak terhubung ke jaringan listrik utama. ZEB bahkan dapat berfungsi secara layak dengan produksi listrik jika cukup banyak energi terbarukan yang diintegrasikan.
ISI
Net-Zero Energy Building (ZEB) merupakan solusi yang terintegrasi untuk mengatasi masalah energi dan polusi pada bangunan. Energi terbarukan seperti tenaga air, angin, combined heat power (CHP), serta generator diesel dapat diterapkan pada ZEB untuk memastikan pasokan energi berkelanjutan (Mehrjerdi, 2019). Ketahanan ZEB dapat ditingkatkan dengan pusat energi multi-carrier yang lebih unggul dibanding sistem berbasis single carrier. Sistem multi-carrier ini menggunakan berbagai jenis energi, termasuk listrik, energi termal, hidrogen, dan gas alam, yang dapat saling dikonversi sesuai kebutuhan, memungkinkan ZEB memenuhi kebutuhan energi secara efisien sambil mengurangi ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. ZEB dilengkapi dengan sistem pumped hydro storage (PHS) yang digunakan untuk menstabilkan fluktuasi input dan output dari energi terbarukan (Cao, 2020).
Gambar 1 menunjukkan bahwa kelebihan listrik dalam sistem dikonversi menjadi hidrogen dan disimpan dalam reservoir untuk kemudian dikonversi menjadi metana guna memasok energi pada combined heat and power (CHP) dan boiler termal. Pada proses ini, selain menyediakan gas alam untuk unit termal, juga menyerap CO2 di sekitar area pemrosesan energi maupun sekitar bangunan, sehingga dapat mengurangi polusi. Pada sektor termal, beban dipenuhi oleh boiler termal, CHP, dan pemanas listrik. Sistem ini mencakup enam jenis pembawa energi yaitu listrik, hidrogen, metana, energi termal, CO2, dan mikrohidro. Ketahanan sistem diperkuat karena mampu beroperasi saat salah satu pembawa energi terganggu. Hal ini penting untuk ZEB karena sistem tidak terhubung ke jaringan listrik sehingga harus dapat memenuhi kebutuhan energi dalam berbagai kondisi. Desain net-zero energy building mampu menurunkan polusi dengan menangkap sekitar puluhan ton CO2 per tahun pada setiap satu unit ZEB, CO2 yang ditangkap digunakan untuk produksi gas metana bagi unit termal dan lebih banyak ditangkap saat musim penghujan/dingin ketika beban termal lebih tinggi (Hemmati et al., 2020).
Sementara itu, sistem angin-matahari-air-CHP menghasilkan listrik untuk memenuhi permintaan listrik, pemanasan, dan elektrolisis air. Pumped hydrogen storage (PHS) sebagai penyimpan energi cadangan beroperasi terbatas, dengan discharge utama pada pukul 6 sore hingga 10 malam dan charging pada pukul 2 hingga 4 pagi. Dengan saling melengkapi profil energi dari angin, matahari, dan hidro di berbagai musim dan waktu, kebutuhan operasi PHS tetap pada tingkat minimum (Mehrjerdi et al., 2020).
Energi yang disimpan oleh PHS terbesar pada musim panas ketika beban listrik mencapai puncak, sehingga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan puncak antara pukul 6 sore hingga 8 malam, dengan penyeimbangan energi dilakukan dari pagi hingga jam-jam puncak. Evaluasi energi menunjukkan bahwa ketika satu sumber energi menurun, maka energi yang lain meningkat, sehingga PHS jarang diperlukan (Mehrjerdi et al., 2019).
Unit CHP menghasilkan energi listrik dan panas, dengan produksi listrik tertinggi pada musim panas ketika permintaan meningkat, dan produksi minimal pada musim penghujan/dingin saat kebutuhan listrik rendah namun permintaan energi panas maksimal. Akibatnya, CHP memprioritaskan kapasitasnya untuk menghasilkan energi panas, sementara produksi listrik dijaga tetap rendah. Gas hidrogen dan metana berfungsi sebagai pembawa energi antara sektor listrik dan termal, seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi dan konsumsi energi termal setelah operasi (Mehrjerdi, 2020)
CHP | Thermal boiler | Electric heating | CO2 yang tertangkap | |
Tidak ada pemadaman | Operasi sedang | Operasi maksimum | – | 34653 |
Pemadaman thermal boiler | Operasi maksimum | – | Operasi sedang | 32711 |
Pemadaman electric heating | Operasi sedang | Operasi maksimum | – | 34653 |
Pemadaman CHP | – | Operasi maksimum | Operasi sedang | 32116 |
Sebagian besar hidrogen dikonversi menjadi metana untuk dipasok ke boiler termal dan CHP. Produksi hidrogen dan metana meningkat pada musim penghujan/dingin, selaras dengan peningkatan permintaan energi panas. Dengan energi awal satu kilogram pada tangki hidrogen, kebutuhan beban termal dan listrik sepenuhnya terpenuhi meskipun terjadi berbagai kegagalan komponen, tanpa ada pengurangan beban. Sistem ini memiliki kecukupan dan skalabilitas yang tinggi, sebagaimana terlihat saat terjadi peningkatan permintaan beban. Sistem berhasil memenuhi peningkatan sebesar 26% pada beban listrik dan 110% pada beban termal. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tanpa menggunakan CHP, sistem memerlukan PHS yang sangat besar dengan kapasitas 90 kWh, daya 20 kW, dan energi awal 5 kWh (Mehrjerdi et al., 2020).
Desain Zero Energy Building dapat dirancang menggunakan perangkat lunak GAMS, yang memungkinkan perancangan bangunan off-grid tanpa batasan lokasi dan dapat disesuaikan berdasarkan data setempat. Data masukan diubah dan hasilnya dianalisis serta dievaluasi menggunakan GAMS untuk menyesuaikan adanya perubahan parameter lingkungan. Kontrol ini memastikan model berfungsi secara benar dan sesuai kebutuhan. Model ini juga mengurangi polusi lingkungan dengan menangkap CO2 yang dilepaskan oleh bangunan, dengan kemampuan menangkap hingga 33.451,330 kg CO2 per tahun. CO2 yang tertangkap digunakan untuk menghasilkan gas metana bagi unit termal, di mana selama musim penghujan/dingin, saat kebutuhan energi panas meningkat, jumlah CO2 yang tertangkap pun meningkat. Sebaliknya, di musim panas ketika kebutuhan energi panas berkurang, jumlah CO2 yang ditangkap juga lebih rendah (Mehrjerdi et al., 2020).
Berdasarkan analisis keekonomian, modal investasi awal (CAPEX) per bangunan sebesar USD 28.717, biaya operasional tahunan (OPEX) sebesar USD 9.572, pendapatan tahunan sebesar USD 21.835, tingkat diskonto 10%, dan jangka waktu proyek selama 20 tahun, analisis ekonomi menunjukkan hasil positif. Perhitungan Net Present Value (NPV) menunjukkan nilai sekitar USD 68.634,4, yang mengindikasikan bahwa proyek ini memberikan nilai tambah finansial yang signifikan. Selanjutnya, Internal Rate of Return (IRR) diperkirakan sebesar 13,85%, lebih tinggi dari tingkat diskonto 10%. Adapun payback period proyek ini diproyeksikan sekitar 2,5 tahun, sehingga dapat memberikan tingkat risiko finansial yang lebih rendah bagi investor. Implementasi konsep Net-Zero Energy Building tidak hanya menawarkan dampak positif bagi lingkungan melalui pengurangan emisi karbon, tetapi juga menjadikannya pilihan investasi yang layak dan menguntungkan dari perspektif ekonomi.
Adapun untuk mencapai target penerapan Net-Zero Energy Building (ZEB) di Indonesia hingga 2030, diperlukan roadmap yang jelas dan kerjasama lintas sektor. Tahap awal (2025–2026) fokus pada pengembangan sistem multi-carrier energy oleh institusi riset, universitas, dan perusahaan teknologi. Pada 2026–2027, proyek percontohan dilakukan di kota besar beremisi tinggi seperti Jakarta dan Surabaya dengan insentif pemerintah dan kolaborasi sektor swasta. Fase komersialisasi (2028–2029) mencakup perluasan ke bangunan publik dengan insentif pajak. Pada 2030, ZEB diharapkan meluas ke sektor komersial dan residensial, membantu menurunkan emisi menuju net-zero. Dalam Power-Interest Grid, pemerintah dan sektor swasta berperan utama dalam regulasi dan investasi (kuadran tinggi power-tinggi interest), lembaga keuangan mendukung pendanaan (tinggi power-rendah interest), sementara komunitas lingkungan, LSM, dan akademisi fokus pada riset dan advokasi (rendah power-tinggi interest). Masyarakat umum mendukung peningkatan pemahaman publik (rendah power-rendah interest). Kolaborasi seluruh pihak diperlukan untuk implementasi net-zero energy building di Indonesia.
KESIMPULAN
Penerapan Net-Zero Energy Building (ZEB) merupakan solusi efektif untuk mengatasi masalah energi dan polusi pada sektor bangunan. Dengan memanfaatkan sistem multi-carrier energy yang mencakup integrasi berbagai sumber energi, ZEB dapat memenuhi kebutuhan energi secara efisien, mengurangi ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan, dan menurunkan emisi karbon. Sistem ini juga dilengkapi dengan teknologi penyimpanan energi seperti Pumped Hydrogen Storage (PHS) yang menjaga kestabilan pasokan energi. Guna mencapai penerapan ZEB di Indonesia pada 2030, dibutuhkan roadmap dan kolaborasi lintas sektor. Dimulai dengan penelitian (2024-2025), proyek percontohan di kota besar (2026-2027), dan komersialisasi (2028-2029), ZEB diharapkan diterapkan secara luas di sektor bangunan pada 2030. Dalam Power-Interest Grid, pemerintah memimpin regulasi dan investasi, lembaga keuangan mendukung pendanaan, akademisi serta komunitas lingkungan fokus pada riset, dan masyarakat mendukung implementasi ZEB. Kolaborasi ini penting untuk mencapai target net-zero emission di sektor bangunan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Cao, Y., Wei, W., Wang, J., Mei, S., Shafie-khah, M. & Catalão, J.P.S., 2020. Capacity planning of energy hub in multi-carrier energy networks: A data-driven robust stochastic programming approach. IEEE Transactions on Sustainable Energy, 11(1), pp.3-14.
Cheng, Y., Zhang, N., Lu, Z. & Kang, C., 2019. Planning multiple energy systems toward low-carbon society: A decentralized approach. IEEE Transactions on Smart Grid, 10(5), pp.4859-4869.
Hemmati, R., Mehrjerdi, H., Shafie-khah, M., Siano, P. & Catalão, J.P.S., 2020. Managing multi-type capacity resources for frequency regulation in unit commitment integrated with large wind ramping. IEEE Transactions on Sustainable Energy, 1(1), pp.1-1.
Mehrjerdi, H., 2019. Off-grid solar powered charging station for electric and hydrogen vehicles including fuel cell and hydrogen storage. International Journal of Hydrogen Energy, 44(23), pp.11574-11583.
Mehrjerdi, H., 2019. Optimal correlation of non-renewable and renewable generating systems for producing hydrogen and methane by power-to-gas process. International Journal of Hydrogen Energy, 44(18), pp.9210-9219.
Mehrjerdi, H., Iqbal, A., Rakhshani, E. & Torres, J.R., 2019. Daily-seasonal operation in net-zero energy building powered by hybrid renewable energies and hydrogen storage systems. Energy Conversion and Management, 201, p.112156.
Mehrjerdi, H. & Hemmati, R., 2020. Coordination of vehicle-to-home and renewable capacity resources for energy management in resilience and self-healing building. Renewable Energy, 146, pp.568-579.
Mehrjerdi, H., Hemmati, R., Shafie-khah, M., & Catalão, J. P. (2020). Zero energy building by multicarrier energy systems including hydro, wind, solar, and hydrogen. IEEE Transactions on Industrial Informatics, 17(8), 5474-5484.
Setyono, A.E.K. & Tamtomo, B.F., 2021. Dari energi fosil menuju energi terbarukan: Potret kondisi minyak dan gas bumi Indonesia tahun 2020–2050. Jurnal Energi Baru dan Terbarukan, 2(3).
Tana, H.F.P. & Nugraheni, B.D., 2021. Pengaruh tipe industri, tingkat utang dan profitabilitas terhadap pengungkapan emisi karbon. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 10(2), pp.104-112.