Optimalisasi Energi: Penerapan Teknologi Machine Learning untuk Efisiensi Konsumsi Energi pada Smart Building

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 15

Ditulis oleh Febrilian Fedriks Setiawan

Pendahuluan
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan energi yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sektor bangunan menyumbang sekitar 30% dari total konsumsi energi nasional, dimana sebagian besar digunakan untuk sistem pendingin udara dan pencahayaan. Seiring dengan urbanisasi yang pesat, teknologi inovatif seperti Machine Learning (ML) menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi energi bangunan. Dengan penerapan sistem manajemen energi berbasis ML, bangunan cerdas (smart building) di Indonesia memiliki peluang untuk mengoptimalkan konsumsi energi, mengurangi beban listrik, dan mendukung keberlanjutan lingkungan.

Latar Belakang
Bangunan cerdas atau smart building dirancang untuk memanfaatkan teknologi otomatisasi yang mendukung efisiensi dalam pengelolaan energi, keamanan, dan kenyamanan. Di Indonesia, penerapan teknologi modern pada bangunan cerdas perlu dikembangkan untuk mengatasi tingginya konsumsi energi dan biaya operasional. Machine learning memungkinkan perangkat dalam bangunan berkomunikasi dan mengolah data secara real-time untuk menyesuaikan operasional sesuai kebutuhan yang aktual.

Machine learning merupakan teknologi yang memungkinkan sebuah sistem komputer untuk belajar secara mandiri, dari data dan pengalaman tanpa harus diprogram secara eksplisit. Layaknya manusia, ML dapat dianggap sebagai pelatih pribadi (private trainer), yang melatih komputer dalam mengenali pola-pola berdasarkan informasi yang diberikan. Secara umum, algoritma ML yang dapat digunakan dalam sistem manajemen energi antara lain regresi linear untuk melakukan prediksi energi, clustering untuk segmentasi pengguna, dan algoritma tree-decision untuk klasifikasi beban energi di setiap bagian gedung. Algoritma-algoritma ini mendukung otomatisasi serta prediksi kebutuhan energi, sehingga dapat membantu mengidentifikasi pola konsumsi yang efisien. Dengan pendekatan ini, Indonesia berpotensi mengurangi ketergantungan pada sumber daya energi yang terbatas.

Algoritma Machine Learning dalam Manajemen Energi

1. Prediksi Pola Konsumsi dengan Regresi Linear
Regresi linear digunakan untuk memprediksi pola konsumsi energi berdasarkan data historis, seperti suhu, waktu, dan aktivitas penghuni gedung. Dalam smart building, regresi linear membantu sistem ML menyesuaikan operasi HVAC (pemanas, ventilasi, dan AC) dan pencahayaan sesuai pola aktivitas harian penghuni. Misalnya, gedung perkantoran dapat memanfaatkan prediksi pola energi untuk mengatur suhu ruangan pada saat jam kerja puncak dan menghemat energi pada waktu-waktu tertentu. Penggunaan regresi linear dapat mengurangi pemborosan energi secara signifikan dengan menyesuaikan operasional bangunan sesuai kebutuhan aktual.

Gambar 1. Ilustrasi Regresi Linear dalam artikel “Penjelasan Regresi Linear Berganda” oleh Softscients.

2. Clustering untuk Segmentasi Penggunaan Energi
Clustering, seperti k-means, memungkinkan pengelompokan beberapa area di dalam gedung berdasarkan konsumsi energi atau tingkat kebutuhan yang spesifik. Segmentasi ini penting untuk memprioritaskan sumber daya di area yang lebih aktif. Misalnya, ruang rapat yang hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu dapat secara otomatis dialihkan ke mode hemat energi saat tidak digunakan. Dengan mengelompokkan ruang berdasarkan kebutuhan energi, manajemen energi pada bangunan cerdas bisa menjadi lebih efisien, terutama pada skala besar seperti gedung pemerintahan atau pusat perbelanjaan.

Gambar 2.  Ilustrasi clustering dalam artikel “Clustering” oleh Mega Herlambang.

3. Tree-Decision untuk Klasifikasi Beban Energi
Algoritma tree-decision, yaitu pohon keputusan, memungkinkan sistem ML mengklasifikasikan beban energi sesuai karakteristik pengguna. Pada bangunan cerdas, pohon keputusan dapat mengidentifikasi peralatan dengan konsumsi energi tinggi dan memprediksi waktu optimal untuk mengaktifkan atau menonaktifkan perangkat. Contoh penerapannya, pada sistem HVAC gedung-gedung perkantoran dapat secara otomatis menyesuaikan suhu dan pencahayaan di area umum berdasarkan jumlah penghuni. Melalui klasifikasi ini, perangkat dapat diatur untuk beroperasi secara efisien, dengan menjaga kenyamanan pengguna.

Gambar 3.  Ilustrasi decision-tree di artikel “Decision Tree” oleh RevoU.

Studi Kasus di Asia Tenggara: Singapura

Salah satu contoh implementasi ML yang berhasil dalam manajemen energi bangunan dapat dilihat di Singapura, negara yang juga menghadapi tingginya konsumsi energi di sektor bangunan. Singapura juga merupakan negara dengan kondisi cuaca dan letak geografis tidak jauh berbeda dengan Indonesia, sehingga relevan untuk dijadikan acuan. Marina Bay Sands, salah satu bangunan komersial terbesar di Singapura, telah mengimplementasikan sistem Intelligent Building Management System (IBMS) untuk mengoptimalkan penggunaan energi. Sistem ini menggunakan algoritma prediksi dan optimisasi untuk mengatur suhu serta pencahayaan berdasarkan pola aktivitas di area gedung. Menurut studi dari Energy Market Authority of Singapore (2022), penggunaan smart system pada area tersebut mampu menurunkan konsumsi energi hingga 20% dan mengurangi emisi karbon 15%. Contoh ini menunjukkan efektivitas penerapan ML yang bisa dijadikan pedoman bagi Indonesia.

Eksplorasi Tantangan Khusus di Indonesia

Meskipun penerapan teknologi ML sendiri cukup sederhana, namun implementasinya pada smart building di Indonesia memiliki beberapa tantangan spesifik yang memerlukan perhatian lebih mendalam. Berikut adalah beberapa tantangan utama serta solusi yang dapat dipertimbangkan:

1. Keterbatasan Infrastruktur Internet
Studi oleh Purwanto (2022) menyebutkan bahwa sekitar 40% wilayah di Indonesia masih memiliki kualitas internet yang belum memadai, sehingga akan berdampak langsung pada kinerja smart building di daerah terpencil. 

2. Distribusi Listrik yang Tidak Merata
Menurut Pramesti et al.(2024), 20% wilayah terpencil di Indonesia mengalami masalah ketidakstabilan listrik, sehingga menghambat penerapan teknologi otomatisasi seperti ML yang memerlukan suplai energi listrik secara konsisten.

3. Biaya Implementasi Tinggi
Biaya untuk perangkat keras, perangkat lunak, jaringan sensor, dan pemeliharaan sistem ML cukup tinggi. Studi oleh Zhao & Magoulès (2021) menunjukkan bahwa biaya awal yang tinggi seringkali menjadi hambatan bagi sektor usaha kecil dan menengah dalam mengadopsi teknologi ini.

Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Teknologi Machine Learning

Berdasarkan pemaparan diatas, maka akan dijabarkan kelebihan, kekurangan, yang disertai solusi dan analisa SWOT untuk penerapan teknologi ML pada smart building.

Kelebihan :

1. Penghematan Energi dan Biaya Operasional
Di Indonesia, teknologi ML pada sistem smart building berpotensi mengurangi konsumsi energi hingga 20-25%, terutama pada gedung-gedung perkantoran yang memerlukan pendinginan dan pencahayaan secara konstan (Delport et al., 2020). Efisiensi ini berupa pengurangan biaya operasional, sehingga bermanfaat bagi sektor komersial yang memiliki beban Listrik yang tinggi.

2. Pengurangan Emisi Karbon
Penerapan ML dalam manajemen energi juga mendukung target pengurangan emisi karbon nasional, yang sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030. Teknologi ini memungkinkan efisiensi energi lebih tinggi, yang berdampak langsung pada penurunan emisi karbon dari sektor bangunan, serta meningkatkan kualitas hidup.

3. Kualitas Udara dan Kenyamanan
Dengan menggunakan ML pada sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning), kualitas udara di dalam ruangan dapat ditingkatkan dengan menyesuaikan sirkulasi udara sesuai kebutuhan, sehingga mengurangi resiko penyakit dan meningkatkan kenyamanan penghuni gedung. Hal ini penting di daerah perkotaan besar Indonesia yang memiliki tingkat polusi udara cukup tinggi.

4. Peluang Ketahanan Energi Nasional
Adanya peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, dalam penerapan teknologi ML pada smart building di Asia Tenggara, dan menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor teknologi. Dengan mengadopsi teknologi ini, Indonesia dapat memperkuat posisinya di berbagai sektor energi.

.

Kekurangan :

1. Kurangnya Distribusi Listrik dan Keterbatasan Data Training
Keterbatasan distribusi listrik secara merata membuat penerapan smart building di Indonesia sangat terhambat dan mengakibatkan kekurangan data training. Data training adalah syarat utama untuk akurasi prediksi ML, terutama pada bangunan-bangunan yang belum menerapkan sistem sejenis. Hal ini dapat menghambat efektivitas sistem ML, serta menyebabkan ketidakakuratan dalam penyesuaian energi yang optimal. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan perusahaan energi untuk meningkatkan distribusi listrik di daerah-daerah tersebut, misalnya dengan membangun infrastruktur smart-grid yang dapat menyesuaikan pasokan listrik secara dinamis sesuai kebutuhan.

2. Biaya Implementasi yang Cukup Tinggi
Investasi awal yang besar pada perangkat keras, jaringan sensor, dan pengembangan algoritma membuat penerapan ML sulit diakses oleh perusahaan kecil atau menengah dan juga kota-kota kecil. Pemerintah dan sektor swasta dapat membantu mengatasi masalah ini melalui pemberian subsidi atau insentif pajak bagi perusahaan yang menerapkan teknologi ML untuk efisiensi energi. 

3. Ketergantungan Koneksi Internet dan Keamanan Data
Di Indonesia, ketergantungan pada koneksi internet stabil menjadi kendala dalam mengoperasikan ML, terutama di daerah yang kualitas internetnya rendah. Sistem berbasis cloud yang membutuhkan koneksi internet dapat mengalami kendala dalam pemantauan energi secara real-time. Solusi yang dapat diupayakan adalah peningkatan infrastruktur jaringan dan insentif bagi penyedia layanan internet untuk menjangkau area-area yang sulit dijangkau. Alternatif lain adalah pemanfaatan teknologi hybrid, dimana data penting diproses secara lokal (on-premise) untuk mengurangi ketergantungan pada jaringan internet eksternal.

Selain itu, risiko keamanan data harus diperhatikan dalam penerapan ML, terutama dalam pengumpulan data pengguna pada smart building. Adanya potensi serangan siber dapat merusak kepercayaan publik terhadap teknologi ini, sehingga langkah mitigasi yang efektif sangat diperlukan. 

Analisis SWOT Penerapan ML pada Smart Building

Aspek Detail
Strength Efisiensi energi yang lebih tinggi, pengurangan emisi karbon, dan pengurangan biaya operasional jangka panjang.
Weakness Ketergantungan pada data berkualitas tinggi dan konektivitas internet stabil. Infrastruktur digital di Indonesia belum memadai di banyak wilayah.
Opportunity Peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan menciptakan lapangan kerja baru.
Threat Biaya investasi awal yang tinggi, ketidakpastian ekonomi, dan risiko keamanan data bisa menghambat adopsi teknologi ini.

Tabel diatas menunjukkan bahwa meskipun ada banyak peluang yang bisa diperoleh, terdapat juga sejumlah kendala yang perlu diperhatikan, terutama dari segi biaya dan infrastruktur.

Kesimpulan

Penerapan Machine Learning pada bangunan cerdas di Indonesia menawarkan solusi yang inovatif dan relevan untuk mengatasi tantangan efisiensi energi. Potensi penerapan ini dapat menciptakan manfaat jangka panjang, termasuk peningkatan ketahanan energi nasional dan terciptanya lapangan pekerjaan di bidang teknologi energi. Adapula pemerintah dan sektor swasta perlu bekerjasama dalam investasi infrastruktur serta kolaborasi dengan perusahaan teknologi untuk mengatasi kendala biaya dan keterbatasan infrastruktur. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih siap menjadi salah satu pelopor smart building di Asia Tenggara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Delport, S., et al. (2020). “Machine Learning Applications in Energy Management of Smart Buildings,” Journal of Building Engineering, 30, 101–110.

Pramesti, D. A., Yuniantoro, I., & Harlan, S. (2024). “Perencanaan Penyediaan Jaringan Distribusi Listrik di Daerah Terpencil” Jurnal Arus Elektro Indonesia (JAEI), 10(2), 52-58 Purwanto, A. (2022). Analisis Infrastruktur Jaringan di Indonesia. ITB Press.

Zhao, W., & Magoulès, F. (2021). Smart Building Energy Management with Machine Learning. CRC Press.

Energy Market Authority of Singapore. (2022). Annual Energy Report. EMA.

Badan Pusat Statistik (2023). “Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi 2022.” BPS.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2022). “Laporan Konsumsi Energi Nasional.” KESDM.

Das, H. P., et al. (2023). “Machine Learning for Smart and Energy-Efficient Buildings.” Environmental Data Science, 2, e43.

Alanne, K., & Sierla, S. (2022). “An Overview of Machine Learning Applications for Smart Buildings.” Sustainable Cities and Society, 76, 103445.

Huotari, M., Malhi, A., & Främling, K. (2024). “Machine Learning Applications for Smart Building Energy Utilization: A Survey.” Archives of Computational Methods in Engineering, 31, 2537–2556.

Wirth, T., et al. (2021). “The Edge: Smart Building Case Study.” IEEE Transactions on Smart Grid, 12(4), 1897–1908.

Bourhnane, S., et al. (2020). “Machine Learning for Energy Consumption Prediction and Scheduling in Smart Buildings.” SN Applied Sciences, 2, 297.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 3 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 2

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment