Optimalisasi Kenyamanan Termal dan Penghematan Energi Melalui Teknologi AI dan HVAC Otomatis di Bangunan Cerdas
Ditulis oleh Ferdika Pradana Putra Hidayat
Penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama dan dampaknya terhadap lingkungan, seperti perubahan iklim, merupakan salah satu tantangan terbesar di abad ke-21. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan mendesak di berbagai sektor untuk menemukan solusi yang dapat mengatasi masalah energi secara global (Jacobson, 2009). Sektor bangunan adalah konsumen utama energi yang dihasilkan secara global, dengan menyerap sekitar 40% dari total energi yang diproduksi di seluruh dunia, yang setara dengan sekitar 30% dari total emisi CO2 global (Shaikh, Nor, Nallagownden, Elamvazuthi, & Ibrahim, 2014). Mengurangi konsumsi energi dalam sektor ini sangat penting untuk membantu menekan penggunaan energi secara global serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, masalah konsumsi energi pada bangunan cukup kompleks, karena bangunan memerlukan energi untuk memenuhi berbagai fungsinya.
Meskipun perdebatan mengenai kemungkinan penerapan bangunan berenergi nol semakin meningkat, konsep ini masih dalam tahap awal dan baru diterapkan di beberapa wilayah negara maju (Marszal, et al., 2011) (D’Agostino, Zangheri, & Castellazzi, 2017). Masih diperlukan waktu sebelum penerapan bangunan berenergi nol ini dapat diterapkan secara global. Alternatif terbaik saat ini adalah dengan meningkatkan kesadaran energi pada pengguna bangunan, sehingga dapat menghindari pemborosan energi. Sayangnya, pengguna bangunan sering kali lalai dalam mematikan sistem elektronik yang dapat menyebabkan pemborosan energi. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kelalaian ini antara lain kebiasaan pengguna yang tidak terbiasa mematikan perangkat saat meninggalkan ruangan, serta kurangnya sistem otomatisasi yang dapat mematikan sistem elektronik secara otomatis ketika tidak terdapat aktifitas. Selain itu, banyak pengguna yang tidak menyadari dampak dari penggunaan energi yang tidak efisien dan kurangnya edukasi mengenai pentingnya penghematan energi. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran dan kebiasaan pengguna, serta menerapkan sistem otomatisasi sangat penting untuk mencapai penghematan energi yang signifikan dalam bangunan.
Penggunaan sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) dalam suatu bangunan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan termal pengguna bangunan serta berdampak pada konsumsi energi (Yang, Yan, & Lam, 2014). Sistem HVAC berfungsi untuk mengatur suhu, kelembaban, dan kualitas udara dalam ruangan, yang dapat meningkatkan kenyamanan penghuni (Pita, 2002). Namun, HVAC adalah salah satu penyumbang terbesar konsumsi energi dalam bangunan (Simpeh, Pillay, Ndihokubwayo, & Nalumu, 2022). Oleh karena itu, pengaturan suhu yang tidak efisien atau penggunaan sistem secara berlebihan dapat mengakibatkan pemborosan energi yang signifikan.
Salah satu standar kenyamanan termal dalam ruangan yang banyak digunakan adalah standar ASHRAE 55. Standar kenyamanan termal ASHRAE 55 menyediakan panduan komprehensif untuk menciptakan kondisi termal yang nyaman dalam ruangan bagi sebagian besar penghuninya (ASHRAE, 2020). Standar ini merinci kondisi suhu dan kelembaban yang direkomendasikan agar penghuni tidak merasa terlalu panas atau terlalu dingin, yang disebut sebagai “zona kenyamanan”. Untuk dapat memperkirakan zona kenyamanan, diperlukan beberapa variabel yang memengaruhi kenyamanan termal, seperti suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan udara, tingkat aktivitas metabolik pengguna, dan tingkat isolasi pakaian yang digunakan pengguna. Untuk mempermudah visualisasi dan perhitungan, ASHRAE 55 menyediakan grafik zona kenyamanan termal yang menunjukkan rentang suhu dan kelembaban yang direkomendasikan untuk berbagai tingkat aktivitas dan isolasi pakaian pengguna. Gambar 1 menunjukkan grafik psikometri dengan sumbu absis berupa suhu dan ordinat berupa kelembaban relatif udara. Grafik ini menunjukkan adannya zona kenyamanan termal, dimana daerah yang berwarna biru menunjukkan zona kenyamanan, sedangkan titik merah menunjukkan keadaan existing pengguna yang dihitung berdasarkan variabel-variabel kenyamanan termal (suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan udara, aktivitas pengguna, dan pakaian pengguna ruangan). Jika titik merah ini berada di dalam daerah zona kenyamanan (daerah berwarna biru), maka dapat disimpulkan pengguna merasa nyaman secara termal di dalam ruangan.
Jika titik merah berada di luar daerah zona kenyamanan, maka pengguna akan merasakan ketidaknyamanan termal. Ketidaknyamanan termal ini dapat diatasi dengan menyesuaikan variabel-variabel kenyamanan termal agar titik merah (yang mewakili keadaan existing pengguna) dapat memasuki zona kenyamanan. Hal paling mudah untuk menyesuaikan titik merah agar berada di dalam zona kenyamanan adalah dengan mengatur suhu HVAC hingga titik merah berada pada zona kenyamanan. Sebagai contoh, Gambar 2a menunjukkan titik merah berada di luar daerah zona kenyamanan, sehingga perlu pengaturan suhu agar titik merah memasuki zona kenyamanan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2b. Titik merah yang semula berada pada suhu 30.1oC (berada di luar zona kenyamanan) diatur dengan cara mengurangi suhu udara menjadi 25oC (berada dalam zona kenyamanan). Pengurangan suhu ini dapat dilakukan dengan menggunakan HVAC pada ruangan.
(a) | (b)Gambar 2 Pengaturan suhu udara pada HVAC saat kondisi tidak berada pada zona kenyamanan |
Selama ini, penyesuaian suhu dalam ruangan biasanya dilakukan secara manual seperti pengaturan termostat HVAC oleh penghuni ruangan. Pendekatan manual ini cenderung kurang efisien, karena sering kali pengguna tidak sepenuhnya memahami variabel yang memengaruhi kenyamanan termal atau mungkin lupa untuk menyesuaikan suhu ketika kondisi lingkungan berubah. Sistem manual juga tidak memiliki respons otomatis terhadap perubahan jumlah penghuni atau aktivitas dalam ruangan. Akibatnya, energi sering kali terbuang ketika suhu ruangan dibiarkan tetap tinggi atau rendah, bahkan saat ruangan kosong atau kebutuhan kenyamanan telah berubah.
Dalam ruangan serbaguna yang seringkali digunakan oleh berbagai kelompok dengan pakaian dan aktivitas yang berbeda-beda, penyesuaian sistem HVAC secara manual memang menjadi tantangan besar. Hal ini dikarenakan pengaturan manual membutuhkan interaksi konstan dari pengguna yang sering kali mengakibatkan suhu yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna dan bahkan dapat menyebabkan pemborosan energi. Pengguna yang berbeda memiliki preferensi termal yang bervariasi tergantung pada tingkat aktivitas dan jenis pakaian yang digunakan oleh pengguna ruangan, yang dapat berubah-ubah tiap waktunya. Ketidakcocokan ini dapat mengakibatkan sistem HVAC bekerja secara tidak efisien, seperti mengkondisikan suhu udara secara berlebihan atau kurang optimal, yang berujung pada peningkatan konsumsi energi dan ketidaknyamanan penghuni.
Dengan kemajuan teknologi AI, integrasi computer vision yang menggunakan CCTV di dalam ruangan dapat menawarkan solusi yang lebih pintar dan efisien. Melalui AI computer vision, sistem dapat secara otomatis mendeteksi aktivitas pengguna, jenis pakaian, serta keberadaan manusia di setiap area dalam ruangan (Pinguinonice, 2018) (Feruere, 2023). Sistem AI juga dapat mengenali aktivitas seperti duduk, bergerak aktif, atau melakukan pekerjaan berat, dan mengidentifikasi tingkat kenyamanan termal yang diperlukan berdasarkan aktifitas tersebut (NCL, 2019).
Saat ini, terdapat algoritma AI computer vision yang dapat mendeteksi objek secara real-time, yaitu YoLo. YoLo dikenal karena kemampuannya yang cepat dan akurat dalam mendeteksi serta mengklasifikasikan objek hanya dalam satu pemrosesan, sehingga memungkinkan sistem untuk bekerja secara efektif dalam aplikasi yang membutuhkan analisis instan (Redmon & Farhadi, 2018). YoLo bekerja dengan membagi gambar atau video menjadi grid dan kemudian mengidentifikasi serta melokalisasi objek dalam setiap grid tersebut. Setiap objek yang terdeteksi diberi label dan informasi posisi, yang memungkinkan algoritma untuk tidak hanya mendeteksi adanya manusia dalam suatu ruangan, tetapi juga mengamati adanya aktifitas (duduk, berjalan, berlari, dsb.) (Lakshmanan, Görner, & Gillard, 2021). Penggunaan YoLo juga memungkinkan untuk mendeteksi jenis pakaian yang dikenakan, yang dapat mengindikasikan tingkat kenyamanan termal yang diperlukan (Feruere, 2023).
Untuk melengkapi sistem ini, sensor laju, suhu, dan kelembaban udara dipasang di dalam ruangan untuk memantau kondisi lingkungan ruangan secara real-time. Di saat yang sama, rekaman CCTV diproses oleh algoritma YoLo, yang mampu mengenali aktivitas dan jenis pakaian penghuni, memberikan informasi yang penting terkait kebutuhan kenyamanan termal. Data-data ini kemudian dikirim ke microcontroller sebagai unit kendali utama. Diagram alir proses sistem ini bekerja dapat dilihat pada Gambar 6.
Microcontroller bertindak sebagai otak pengaturan HVAC, dengan menggunakan data dari sensor dan hasil pengolahan CCTV untuk menyesuaikan suhu dan kelembaban sesuai dengan standar ASHRAE 55. Misalnya, jika penghuni terdeteksi mengenakan pakaian jaket atau melakukan aktivitas yang mengeluarkan panas, microcontroller dapat menurunkan suhu untuk menciptakan kenyamanan sesuai dengan standar. Jika ruangan terdeteksi kosong atau aktivitas di dalamnya rendah, suhu HVAC dapat dinaikkan atau sistem HVAC dapat dimatikan sementara untuk mengurangi penggunaan energi secara signifikan.
Dengan pengaturan otomatis yang responsif ini, sistem HVAC hanya bekerja sesuai kebutuhan nyata penghuni dan kondisi ruangan, sehingga mengurangi pemborosan energi yang sering terjadi pada pengaturan HVAC manual. Implementasi setem ini tidak hanya untuk memastikan kenyamanan penghuni, tetapi juga mendukung penghematan energi, karena sistem HVAC hanya diaktifkan pada area yang perlu, sesuai dengan kondisi termal yang telah dioptimalkan. Penggunaan microcontroller dalam mengelola hasil sensor dan CCTV ini menciptakan bangunan yang lebih cerdas, hemat energi, dan selaras dengan prinsip keberlanjutan.
Daftar Pustaka
ASHRAE. (2020). Thermal Enviromental Conditions for Human Occupancy. ASHRAE.
D’Agostino, D., Zangheri, P., & Castellazzi, L. (2017). Towards nearly zero energy buildings in europe: a focus on retrofit in non-residential buildings. Energies 10, 117.
Feruere, V. (2023, January 2). Diambil kembali dari Medium: https://pub.aimind.so/fine-tunning-a-yolos-model-for-object-detection-on-a-fashion-dataset-94bc59fa192e
Jacobson, M. (2009). Review of solutions to global warming, air pollution, and energy security. Energy Env, 148–173.
Lakshmanan, V., Görner, M., & Gillard, R. (2021). Practical Machine Learning for Computer Vision. Sebastopol: O’Reilly.
Marszal, A., Heiselberg, P., Bourrelle, J., E. Musall, K. V., Sartori, I., & Napolitano, A. (2011). zero energy building – a review of definitions and calculation methodologies. Energy Build 43, 971–979.
NCL, I. (2019, December 4). Diambil kembali dari YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=7_mcWCB76Ps&list=PL18uP4AzeyVuqH7dRNmyLGR1USnSgfliV
Pinguinonice. (2018, January 13). Diambil kembali dari YouTube: https://www.youtube.com/watch?v=T1NMpha9mFI&ab_channel=pinguinonice
Pita, E. G. (2002). Air Conditioning Principles and System. Upper Saddle River: Prentice Hall.
Redmon, J., & Farhadi, A. (2018). YOLOv3: An Incremental Improvement. arXiv preprint arXiv.
Shaikh, P., Nor, N., Nallagownden, P., Elamvazuthi, I., & Ibrahim, T. (2014). A review on optimized control systems for building energy and comfort management of smart sustainable buildings. Energy Rev, 409–429.
Simpeh, E. K., Pillay, J.-P. G., Ndihokubwayo, R., & Nalumu, D. J. (2022). Improving energy efficiency of HVAC systems in buildings: a review of best practices. International Journal of Building Pathology and Adaptation, 165-182.
Yang, L., Yan, H., & Lam, J. (2014). Thermal comfort and building energy consumption implications – A review. Appl. Energy 115, 164-173.