RUMAH HIJAU (Rekayasa Utama Material dan Arsitektur untuk Hunian Inovatif dan Berkelanjutan): Inovasi Konstruksi Vertikal Berbasis Bamboo Bio-Concrete

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 26

Ditulis oleh Nadia Sinta Rindiani.

Pendahuluan

Perubahan iklim global dan degradasi lingkungan yang semakin serius menuntut kita untuk menerapkan solusi berkelanjutan di berbagai sektor, termasuk dalam industri konstruksi. Sektor ini menyumbang sekitar 40% dari total emisi karbon global (IEA 2019), sehingga diperlukan pendekatan inovatif yang lebih ramah lingkungan. Salah satu faktor utama emisi karbon di sektor ini adalah produksi beton, yang setiap tahunnya menghasilkan emisi karbon dioksida (CO₂) dalam jumlah besar ke atmosfer (Rahmadania, 2022). Emisi ini berkontribusi langsung pada pemanasan global dan perubahan iklim yang kita alami saat ini. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif material pengganti beton yang dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Di Indonesia, tantangan ini menjadi semakin kompleks akibat laju urbanisasi yang pesat, terbatasnya lahan, dan tingginya kepadatan penduduk. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk Indonesia telah mencapai 147,27 orang per kilometer persegi, naik 1,08% dari tahun sebelumnya. Selain itu, tingginya harga tanah di perkotaan membuat penyediaan perumahan terjangkau semakin sulit bagi masyarakat urban (Jain, 2020). Dalam kontek ini, konsep hunian vertikal yang hemat ruang dan berkelanjutan menjadi salah satu solusi yang tepat. Namun, untuk membangun bangunan tinggi yang tidak hanya estetis tetapi juga ramah lingkungan, diperlukan inovasi dalam material dan desain bangunan. Sehingga salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan adalah konsep RUMAH HIJAU (Rekayasa Utama Material dan Arsitektur untuk Hunian Inovatif dan Berkelanjutan), yang memanfaatkan bamboo bio-concrete sebagai material utamanya. Konsep ini tidak hanya memanfaatkan potensi bambu sebagai bahan lokal yang melimpah di Indonesia, tetapi juga mengkombinasikannya dengan beton daur ulang, sehingga menghasilkan material konstruksi yang kuat dan ramah lingkungan.

RUMAH HIJAU mengintegrasikan bamboo bio-concrete dalam desain bangunan vertikal yang dirancang untuk efisiensi energi. Bangunan ini menggunakan mekanisme pendinginan pasif dan dilengkapi ruang hijau vertikal yang berfungsi sebagai penyejuk alami. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan hunian yang nyaman bagi penghuni, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan melalui pengurangan konsumsi energi dan emisi karbon.

Potensi Bambu sebagai Material Konstruksi Berkelanjutan

Bambu telah lama dikenal sebagai material konstruksi yang kuat, fleksibel, dan ramah lingkungan. Di Indonesia, bambu sering digunakan karena harganya terjangkau, mudah didapat, serta memiliki kekuatan tarik dan kompresi yang tinggi (Rahim, 2020). Kecepatan tumbuhnya yang hanya 3-5 tahun membuatnya lebih berkelanjutan dibandingkan kayu, yang memerlukan puluhan tahun untuk dipanen. Dengan kekuatan tarik mendekati baja, bambu memiliki potensi untuk menjadi alternatif material konstruksi konvensional (Fatriady, 2022).

Gambar 1. Hasil Pemanfaatan Bambu sebagai Material Konstruksi Jembatan

Sumber: cbimix.id, 2024.

Karakteristik bambu, seperti rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi, membuatnya cocok untuk menahan gempa dan angin kencang. Di negara-negara seperti Tiongkok dan India, bambu telah lama digunakan dalam pembuatan struktur yang tahan lama, seperti jembatan dan bangunan rendah. Teknologi pengolahan yang tepat memungkinkan bambu dimanfaatkan sebagai material konstruksi yang lebih kuat dan tahan lama, misalnya dalam bentuk inovasi bamboo bio-concrete..

Inovasi Bamboo Bio-Concrete

Gambar 2. Bamboo bio-concrete

Sumber: Caldas (2020) .

Bamboo bio-concrete merupakan komposit yang menggabungkan serat bambu dengan semen berbasis alam, menghasilkan material yang ringan, kuat, dan fleksibel dibanding beton konvensional. Penggunaan bambu sebagai pengganti agregat mengurangi konsumsi pasir dan kerikil, serta menurunkan emisi karbon. Selain itu, serat bambu dalam biokomposit ini mampu meningkatkan ketahanan beton terhadap retak dan benturan (Siti et al. 2013).

Selain bio-concrete, bambu lapis juga digunakan dalam panel dinding, ubin lantai, dan papan dasar yang ringan, kaku, serta tahan lama (Araujo, 2011). Tripleks bambu memiliki prospek luas dalam industri otomotif dan konstruksi karena ringan, kuat, dan mudah dibuat dengan sedikit tenaga kerja dan perekat (Siti et al. 2013).

Proses Produksi Bamboo Bio-Concrete

  • Pengolahan Bambu: Bambu dipotong dan dikeringkan untuk mengurangi kadar air.
  • Pencampuran dengan Beton Daur Ulang: Bambu yang diolah dicampur dengan beton daur ulang untuk kekuatan optimal.
  • Pembentukan Blok/Panel: Material dibentuk sesuai kebutuhan konstruksi.
  • Pengeringan dan Penguatan: Material dikeringkan untuk memastikan kekuatan maksimal.

Bamboo bio-concrete memberikan isolasi termal yang baik, menjaga suhu ruangan stabil tanpa pendingin buatan, sehingga hemat energi. Dengan masa pakai hingga 30-40 tahun, material ini juga ekonomis dan mengurangi biaya transportasi karena ketersediaannya di dalam negeri (Satar & Ismail, 2023). Sebagai material yang ramah lingkungan, bamboo bio-concrete berpotensi besar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Konsep RUMAH HIJAU sebagai Hunian Berkelanjutan

RUMAH HIJAU adalah hunian vertikal berbasis bamboo bio-concrete yang mengutamakan efisiensi ruang dan keberlanjutan lingkungan melalui fitur-fitur ramah lingkungan. Konsep ini selaras dengan prinsip green building yang mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis aspek Environmental, Social, and Governance (ESG). Menurut Green Building Council Indonesia (2012), penerapan konsep bangunan hijau mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang diwujudkan melalui pengembangan lahan yang tepat guna, efisiensi energi, konservasi air, kenyamanan dalam ruang, manajemen lingkungan gedung, serta pemilihan material berkelanjutan.

1. Pemanfaatan Lahan Perkotaan secara Efisien:

Sebagai hunian vertikal, RUMAH HIJAU mengoptimalkan lahan terbatas di perkotaan. Dengan konsep bangunan vertikal, kebutuhan ruang perumahan terpenuhi tanpa perlu memperluas lahan secara horizontal.

2. Efisiensi Energi melalui Material dan Desain:

Material bamboo bio-concrete menyediakan isolasi termal alami yang menjaga suhu dalam ruangan stabil dan mengurangi kebutuhan pendingin buatan. Penggunaan ventilasi silang dan pendinginan pasif semakin mendukung penghematan energi dan mengurangi emisi karbon.

3. Ventilasi Alami dan Pencahayaan:

RUMAH HIJAU dirancang dengan ventilasi silang dan pencahayaan alami untuk kenyamanan termal tanpa ketergantungan pada AC. Jendela ditempatkan secara strategis untuk memastikan aliran udara dan cahaya yang optimal.

Di iklim panas dan lembab seperti Indonesia, kenyamanan termal dalam bangunan sering terganggu oleh suhu tinggi dan rendahnya kecepatan angin. Solusi praktis untuk ini biasanya adalah penggunaan pendingin udara (AC), tetapi AC membutuhkan banyak energi (mencapai 60% dari konsumsi listrik total bangunan) dan mahal, sehingga kurang terjangkau bagi sebagian besar masyarakat. Penggunaan energi AC yang tinggi menjadi masalah utama, terutama karena sekitar 30-35% konsumsi energi bangunan dihabiskan untuk pendinginan buatan, sementara 20% lainnya untuk pencahayaan buatan (Licina et al, 2012).

Ventilasi alami merupakan solusi potensial yang sudah lama diterapkan dalam arsitektur tradisional untuk mencapai keseimbangan termal. Namun, di lingkungan perkotaan yang padat, keterbatasan lahan seringkali membatasi efektivitas sistem ventilasi alami ini. Pada rumah yang berdekatan, strategi ventilasi silang mungkin kurang efektif karena terbatasnya akses udara segar.

Pada kondisi ini, strategi ventilasi tambahan seperti ventilasi tenaga surya dapat diterapkan. Cerobong surya, misalnya, menggunakan panas matahari untuk meningkatkan aliran udara secara alami. Prinsip ini melibatkan pengaturan keseluruhan kulit bangunan, termasuk dinding dan atap, untuk mengoptimalkan aliran udara alami (Nugroho, 2019).

Dalam iklim tropis yang panas, pendekatan ventilasi alami tetap memungkinkan, dengan memperhatikan aspek seperti ventilasi silang, posisi bukaan, dan penempatan jendela yang maksimal untuk mendukung sirkulasi udara. Beberapa strategi ini tidak hanya menghemat energi tetapi juga mendukung lingkungan sehat dengan udara segar dan suhu ruangan yang nyaman, tanpa ketergantungan pada energi tambahan.

4. Fasad Hijau dengan Taman Vertikal:

Fasad RUMAH HIJAU dilengkapi dengan taman vertikal yang tidak hanya berfungsi sebagai elemen estetika, tetapi juga sebagai penyaring udara dan pengatur suhu. Tanaman di taman vertikal dapat menyerap polusi, menghasilkan oksigen, dan mengurangi efek pulau panas di sekitar bangunan.

Tabel 1. Rancangan Bangunan RUMAH HIJAU

Bagian Bangunan Material Utama Referensi
Atap dan Kerangka Rangka bambu dengan penutup atap dari lembaran papan serat logam atau semen Sumber: Basebuilds, 2020
Ground floor and 2nd floor – bamboo shear walls

Composite bamboo shear walls

.

Sumber : Kaminski, 2023

Ground floor and 2nd floor – lapisan dinding eksterior Anorganik-bamboo cement board

Sumber: Siti et al. 2013

Balkon (Taman Vertikal) Taman vertikal

Sumber:scgcbm.id, 2023

Lantai Dasar dan Pondasi Beton Bio-concrete dan Bamboo Ply Sumber: Siti et al. 2013

.

Dengan desain hemat energi, RUMAH HIJAU diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan kenyamanan penghuni, dan menghemat biaya operasional melalui perilaku sadar energi. Konsep hunian berbasis bamboo bio-concrete ini memberikan solusi ramah lingkungan yang sesuai untuk iklim tropis Indonesia dengan mengoptimalkan lahan, desain hemat energi, ventilasi alami, dan fasad hijau..

Kesimpulan

Konsep RUMAH HIJAU ini bertujuan mengurangi dampak emisi karbon industri konstruksi yang signifikan terhadap perubahan iklim dengan menggantikan beton konvensional yang tinggi emisi dengan bio-concrete berbahan bambu. Bambu, yang tumbuh cepat dan tersedia melimpah di Indonesia, dipilih karena kekuatannya yang mendekati baja dan daya tahannya. RUMAH HIJAU mengusung hunian vertikal berkelanjutan yang hemat energi dengan fitur seperti ventilasi alami, taman vertikal untuk mengurangi panas, serta isolasi termal yang baik sehingga meminimalkan kebutuhan pendingin buatan. Desain ini mendukung lingkungan melalui penghematan energi, menekan emisi karbon, dan memanfaatkan lahan perkotaan yang terbatas secara optimal. Konsep ini menunjukkan potensi signifikan dalam menciptakan hunian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi masa depan Indonesia.

Daftar Pustaka

Araujo PC, Arruda LM, Del Menezzi CHS, Teixeira DE, Souza. 2011. Lignocellulosic composites from Brazilian giant bamboo (Guadua magna): Part 2: Properties of cement and gypsum bonded particleboards. Maderas. Ciencia y tecnología. 13(3), pp.297-306.

Basebuilds. 2020. Axonometric Projections of Cement Bamboo Frame CBF House Models. [Diakses pada 3 Oktober 2024] [BPS] Badan Pusat Statistik. 2023. Statistik Indonesia 2023. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Caldas LR, Saraiva AB, Andreola VM, Toledo Filho RD. 2020. Bamboo bio-concrete as an alternative for buildings’ climate change mitigation and adaptation. Construction and Building Materials. 263, 120652.

CBIMIX. 2024. Bambu sebagai Green Material untuk Struktur Bangunan. CBIMIX.id. [Diakses pada 3 Oktober 2024]

Fatriady MR, Rachman MR, Jamal M, Muliawan IW, Mustika W, Mabui DSS. 2022. Teknologi Bangunan dan Material. Tohar Media.

[IEA] International Energy Agency. 2019. World Energy Outlook 2019

Jain, Charve. 2020. “INNOVATIVE HOUSING TECHNOLOGIES FOR A BETTER URBAN FUTURE.”

Kaminski S, Lopez LF, Trujillo D, Zea Escamilla E, Correa-Giraldo V, Correal Daza J, 2023. Composite Bamboo Shear Walls–a Shear Wall System for Affordable And Sustainable Housing in Tropical Developing Countries. In SECED 2023 Conference Proceedings (p. ID16). SECED 2023 Conference.

Licina D, Sekhar C. 2012. Energy and water conservation from air handling unit condensate in hot and humid climates. Energy and Buildings. 45, pp.257-263.

Nugroho AM. 2019. Rekayasa Ventilasi Alami untuk Penyejukan Bangunan. Universitas Brawijaya Press.

Rahim NL, Ibrahim NM, Salehuddin S, Mohammed S.A. and Othman MZ. 2020, April. Investigation of bamboo as concrete reinforcement in the construction for low-cost housing industry. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 476, No. 1, p. 012058). IOP Publishing.

Rahmadania, N., 2022. Pemanasan Global Penyebab Efek Rumah Kaca dan Penanggulangannya. Jurnal Ilmu Teknik, 2(3).

Satar NH, Ismail LH. 2023. The Assessment of Alternative Low-Cost Construction Materials and Techniques for Wall Structure. Recent Trends in Civil Engineering and Built Environment. 4(2), pp.317-325.

SCGCBM. 2023. Inspirasi 15 Desain Vertikal Garden Lahan Terbatas. https://scgcbm.id/inspirasi/15-desain-vertikal-garden-lahan-terbatas/. [Diakses pada 3 Oktober 2024]

Siti S, Abdul HPS, Wan WO. 2013. Bamboo Based Biocomposites Material, Design and Applications. Materials Science – Advanced Topics. InTech. http://dx.doi.org/10.5772/56057.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 3 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 2

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment