Ungaran Sustainable Settlement : Konsep Eco-House Pada Permukiman Kota Ungaran Sebagai Upaya Perwujudan SDG’s 2030

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 24

Ditulis oleh Ufiya Sabrina Aqila Tamma.

PENDAHULUAN

Jumlah permintaan hunian berupa perumahan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Sebagai kebutuhan primer, perumahan berada dalam suatu kawasan yang disebut dengan permukiman. Permukiman yang berada di perkotaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembangunan dan pengembangan kota. Hal tersebut terutama berkaitan dengan isu pemanasan global yang banyak diakibatkan oleh kegiatan di perkotaan seperti industri, transportasi, hingga kegiatan rumah tangga penyumbang jejak karbon yang semakin menipiskan lapisan ozon. Menurut Naura&Larasati (2021), belum ada peraturan untuk menerapkan sistem rumah hemat energi dan ramah lingkungan yang mengikat secara tegas di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada masih ditemukannya penggunaan pendingin, seperti AC dan lemari es, yang berdampak pada rusaknya lapisan ozon. Selain itu, masih banyak ditemukan pula penggunaan produk berbahan kimia yang sulit untuk didaur ulang dan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. Hal tersebut tentu dapat berakibat buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan penerapan rumah berkonsep ramah lingkungan sebagai upaya menjaga kelestarian bumi.

Kota Ungaran merupakan ibukota dari Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kota ini disebut juga sebagai satellite town atau kota satelit karena mengakomodasi pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang pesat dari Kota Semarang. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Semarang tahun 2011-2031, Kota Ungaran ditetapkan sebagai PKL (Pusat Kegiatan Lokal) yang mendukung kawasan metropolitan Kota Semarang dalam pelayanan permukiman dan jasa perkotaan lainnya. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pertumbuhan penduduk di Kota Ungaran dalam satu dekade terakhir, yakni sebesar 145.846 jiwa pada tahun 2013 bertumbuh menjadi 166.284 jiwa pada 2023. Dengan demikian, terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk tersebut. Dengan adanya perubahan penggunaan lahan yang pesat dan sebagian besar didominasi oleh kawasan permukiman, maka Kota Ungaran rentan terhadap kualitas permukiman, sarana dan prasarana penunjang, maupun kualitas lingkungannya (Atsamari&Pigawati, 2024).

Konsep eco-house merupakan solusi dari desain rumah ramah lingkungan yang dapat diimplementasikan di Kota Ungaran sehingga dapat mendukung kualitas lingkungan. Konsep ini menggunakan pendekatan ekologis yang menjaga keselarasan dengan alam. Rumah berkonsep eco-house biasanya memiliki RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebesar 30-40% untuk mengurangi polusi udara di sekitar rumah. Selain itu, eco-house juga memiliki green roof dan green wall yang membantu memberikan penyejukan bagi area di dalam rumah. Pada beberapa penerapan, eco-house menggunakan alam sebagai sumber dayanya, mulai dari air, udara, cahaya, hingga listrik. Desain rumah ini sangat ramah lingkungan dan cocok untuk diterapkan di area perkotaan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas sosial yang cepat seperti di Kota Ungaran. Selain itu, penerapan konsep eco-house pada permukiman Kota Ungaran juga bertujuan untuk mewujudkan SDG’s 2030 pada tujuan ke 11 yakni sustainable cities and communities dan kontribusi tujuan ke-13 yakni climate action..

PEMBAHASAN

Eco-house adalah desain rumah yang mengedepankan keramahan lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Desain ini merupakan produk perancangan bangunan dengan pendekatan ekologis. Dalam menghadapi isu pemanasan global, pembangunan hunian yang hijau dan ramah lingkungan semakin diperlukan. Menurut Naura&Larasati (2021), terdapat 4 (empat) isu prioritas hemat energi dan ramah lingkungan yaitu efisiensi energi dan efisiensi biaya, kepedulian lingkungan, kesehatan, dan kenyamanan. Isu-isu prioritas tersebut merupakan kombinasi antara tindakan dan motivasi hemat energi dan ramah lingkungan dalam penerapan eco-house.

Menurut Wibowo (2017), rumah yang ramah lingkungan memiliki beberapa kriteria, diantaranya adalah terdapat Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa rerumputan, pepohonan, atau tanaman lainnya. Tanaman mampu menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida sehingga meningkatkan kualitas udara di lingkungan sekitar rumah. Selain itu, Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air. Keberadaan green roof dan green wall menjadi solusi untuk tetap menerapkan konsep green building meskipun memiliki lahan yang terbatas. Green building menurut Environmental Protection Agency (EPA) merupakan struktur bangunan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan menggunakan sumber daya secara efisien. Green building memiliki beberapa karakteristik, yakni menggunakan energi, air, dan sumber daya lain secara efisien; memberi perlindungan kesehatan penghuni bangunan; meningkatkan produktivitas karyawan; dan meminimalisir timbunan limbah, polusi, dan degradasi lingkungan (Sasono, et al, 2024).

    

 Gambar 1. Denah Rumah dengan RTH     
         Sumber : dekorasirumah123.blogspot.com  

   Gambar 2. Contoh Green Building
Sumber : ilmuteknik.id

  Lebih lanjut, Wibowo (2017) menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi yang berkaitan dengan material bahan bangunan dapat membantu merancang bangunan yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, pemilihan penggunaan baja ringan dapat mengurangi penggunaan kayu sehingga mampu mengurangi penebangan pohon yang bermanfaat bagi alam. Selain itu, penggunaan sumber daya seperti udara, cahaya, dan listrik yang berasal dari alam juga menjadi karaktersitik eco-house. Rumah ramah lingkungan biasanya memiliki bukaan sirkulasi udara untuk menjaga pasokan udara bersih di dalam rumah. Selain itu, pembuatan kanopi di atas jendela rumah akan mampu mengurangi terik matahari masuk melalui jendela. Konsep eco-house memanfaatkan cahaya matahari namun berusaha mengurangi terik panasnya. Adapun terkait penggunaan sumber daya listrik, eco-house mengedepankan efisiensi penggunaan listrik, misalnya dengan menggunakan alat listrik berdaya rendah. Dalam beberapa penerapan, eco-house dikembangkan menjadi smart house yang mengubah sumber daya alam menjadi sumber tenaga listrik misalnya dengan kincir angin, solar panel, atau mikro hidro.

     

Gambar 3. Contoh smart home dengan panel surya
 Sumber : berkeluarga.id

    

Gambar 4. Rumah dengan akses cahaya dan udara
Sumber : tabloidrumahidaman.blogspot.com.

Beberapa karakteristik lain yang perlu diperhatikan dari eco-house adalah perihal sistem sanitasi dan pengelolaan limbah rumah tangga. Rumah yang ideal mempunyai sistem saluran air bersih, air kotor, dan air limbah yang terpisah dan memenuhi persyaratan teknis agar dapat berfungsi dengan baik. Adapun dalam pengelolaan limbah rumah tangga dapat dimulai dengan memilah antara sampah organik dan anorganik (Wibowo, 2017). Akibat meningkatnya penggunaan sampah plastik, beberapa lembaga baik pemerintah maupun swasta mulai melakukan kebijakan penggunaan tas belanja berbahan kain dan wadah berbahan non-plastik yang lain. Adapun dalam menghadapi jumlah sampah yang telah ada, pembuatan ekobrik dapat menjadi solusi dan kreativitas baru serta meningkatkan nilai artistik bangunan. Selain itu, telah dikembangkan pula konsep Waste to Energi (WtE) yang mengubah sampah menjadi energi listrik melalui termokimia, physicochemical, atau biokimia.

Karakteristik eco-house menjadi relevan untuk diterapkan di Kota Ungaran yang secara strategis terletak di lereng Gunung Ungaran. Lingkungan alam di daerah ini menjadi lahan produktif di bidang pertanian dan perkebunan. Sejak 1-2 dekade yang lalu, area persawahan masih produktif menghasilkan bahan pangan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Ungaran. Adapun perkembangan teknologi yang membantu eco-house untuk meningkatkan efisiensi energi dan sumber daya akan membantu mengatasi degradasi lingkungan akibat pembangunan perumahan dan alih fungsi lahan yang pesat. Alih fungsi lahan di Kota Ungaran telah dimulai sejak tahun 2000 hingga sekarang. Hal tersebut menghasilkan ribuan perumahan berdiri di lereng-lereng kemiringan Kota Ungaran (Al-Khairiyah&Sofyan, 2024).

Gambar 5. Analisis SMART Goals

Seperti yang disebutkan pada gambar diatas, konsep eco-house pada permukiman Kota Ungaran merupakan tujuan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan atau realistis, dan berada dalam batas waktu yang telah ditentukan. Meskipun demikian, potensi pembangunan rumah berkonsep eco-house di permukiman Ungaran memiliki beberapa kekurangan dan hambatan. Kekurangan tersebut adalah tingkat pemahaman masyarakat terhadap konsep tersebut yang belum menyeluruh, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pemahamannya. Selain itu, meskipun telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pemerintah daerah cenderung tidak konsisten dalam mempertahankan rancangan wilayah (Al-Khairiyah & Sofyan, 2024). Hambatan dari konsep eco-house pada permukiman Kota Ungaran adalah biaya pembangunan yang tidak murah, sehingga tidak semua masyarakat mampu menjangkau bahan atau material bangunannya. Analisis kelebihan, kekurangan, kesempatan, dan hambatan tersebut dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 6. Analisis SWOT

Solusi dari kekurangan dan hambatan tersebut adalah inovasi dan regulasi. Inovasi dapat berupa inovasi produk material bangunan ramah lingkungan dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, inovasi sosial berupa program pengenalan dan edukasi terkait konsep rumah ramah lingkungan atau eco-house juga penting untuk dilakukan untuk meningkatkan tingkat pemahaman masyarakat setempat. Di sisi lain, regulasi dari pemerintah menjadi hal yang krusial terutama terkait perizinan dan pengaturan penggunaan lahan hingga rancangan wilayah yang adaptif namun konsisten. Dengan demikian, konsep eco-house menjadi semakin relevan untuk diterapkan di permukiman Kota Ungaran dan tujuan untuk berkontribusi bagi perwujudan SDG’s 2030 dapat tercapai. .

KESIMPULAN

  Konsep eco-house merupakan desain rumah ramah lingkungan yang menjaga keselarasan dengan alam. Konsep rumah ini memiliki beberapa karakteristik yakni pengadaan RTH (Ruang Terbuka Hijau), green roof, green wall, penghawaan dan pencahayaan alami, efisiensi energi, sistem sanitasi rumah ideal, dan pengelolaan limbah rumah tangga (sampah) yang baik (Wibowo, 2017). Desain konsep eco-house relevan untuk diterapkan di Kota Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Hal tersebut dikarenakan lokasinya yang strategis berada di lereng Gunung Ungaran. Selain itu, lokasi Kota Ungaran berada di pinggiran Kota Semarang berdampak pada pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang pesat. Konsep eco-house semakin relevan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan kota akibat hal tersebut. Hambatan dan kekurangan implementasi konsep ini dapat diatasi dengan inovasi produk terjangkau dan inovasi sosial berupa edukasi dan regulasi. Dengan demikian, penerapan konsep eco-house di Kota Semarang akan dapat mencapai tujuannya, yakni berkontribusi dalam perwujudan SDG’s 2030 terutama tujuan yang berkaitan dengan kota dan komunitas yang berkelanjutan serta aksi menghadapi perubahan iklim. .

DAFTAR PUSTAKA

Adimagistra, T., & Basuki, Y. (2022). Tipologi Kawasan Urban Sprawl di Kota Ungaran, Kabupaten Semarang. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 304-317.

Al-khairiyah, F. T., & Sofyan, M. A. (2024). Transformasi Kawasan Produktif: Alih Fungsi Lahan sebagai Ruang Pemukiman di Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Journal of Religion and Social Transformation, 11-23.

Atmando, C. R. (2019). Pengaruh Persepsi Green Product dan Green Brand Image terhadap Minat Beli Rumah Ramah Lingkungan pada Generasi Y di Surabaya . PERFORMA: Jurnal Manajemen dan Start-Up Bisnis, 394-405.

Atsamari, A. A., & Pigawati, B. (2024). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Perkembangan Kota Ungaran. Jurnal Pengembangan Kota, 13-22.

Jatmiko, A. D., & Angkoso, A. (2018). Desain Denah Rumah Tinggal untuk Kebutuhan Rumah Ramah Lingkungan Studi Kasus – Rumah Tinggal di Pondok Candra, Sidoarjo. Jurnal IPTEK, 1-12.

Naura, Y. R., & Larasati, D. (2021). Isu-isu Prioritas dalam Penerapan Eco-house Berdasarkan Gaya Hidup Hemat Energi dan Ramah Lingkungan. National Academic Journal of Architecture, 96-111.

Nugroho, C., Agustang, A., & Pertiwi, N. (2022). Dinamika Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME), 462-467.

Sasono, B. A., Febraldo, D., & Susanti, L. (2024). Potensi Penurunan Konsumsi Energi di DKI Jakarta dengan Menggunakan Rumah Ramah Lingkungan. Energy Justice, 15-30.

Wibowo, A. P. (2017). Kriteria Rumah Ramah Lingkungan (Eco-friendly House). Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan, 1-10.

.

.

.

.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 4 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 4

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment