GreenSIT (Green Supply Internet of Things): Optimalisasi Efisiensi Energi melalui Green Supply Chain Management (GSCM) dan Internet of Things (IoT) Guna Mencapai SDGs

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 18

Ditulis oleh Fiqar Taufiq Hawari.

Penggunaan energi pada bangunan perlu dibatasi untuk mencapai efisiensi energi yang ramah lingkungan. Hal ini didasari dengan tingginya emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sektor industri pengolahan atau manufacturing, serta transportasi. Berdasarkan hasil penelitian dari Erfian et al (2024), jumlah emisi karbon dari 20 unit PLTU di Pulau Jawa menghasilkan sekitar 88,8 juta ton C02/tahun. Jumlah tersebut masih terus bertambah mengingat ada sekitar 253 unit berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu, pada tahun 2018-2022 jumlah emisi karbon pada transportasi turut menyumbang sebesar 81.082 ribu ton, sektor pengadaan listrik dan gas sebesar 297.221 ribu ton, dan sektor industri pengolahan atau manufacturing sebesar 340.711 ribu ton (BPS, 2024).

Tingginya konsumsi energi pada sebuah bangunan baik untuk rumah tangga, kantor, dan pabrik menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK), naiknya biaya operasional terutama dalam tagihan listrik, eksploitasi sumber daya alam, serta turunnya kualitas lingkungan baik untuk udara maupun air. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan upaya untuk mengurangi penggunaan energi baik pengurangan emisi karbon maupun penggunaan listrik pada sebuah bangunan rumah tangga. Efisiensi energi pada rumah tangga tidak hanya diperhatikan setelah pembangunan, tetapi sejak tahap perencanaan dan selama konstruksi. Kolaborasi antara berbagai sektor baik perusahaan dengan konsumen perlu mempertimbangkan bagaimana material yang akan digunakan maupun dipasarkan bersifat ramah lingkungan dan meminimalisir penggunaan energi serta limbah yang berlebih. GreenSIT sebagai metode kombinasi Green supply chain management (GSCM) dengan Internet of things (IoT) dalam upaya mendukung bangunan hijau yang difokuskan pada bangunan rumah serta mencapai tujuan Suistainable Development Goals (SDGs)..

Supply Chain Management (SCM) merupakan salah satu proses penting yang dilakukan oleh sebuah perusahaan mulai dari pengelolaan aliran barang, informasi, dan transaksi keuangan di seluruh rantai pasok. Proses tersebut memastikan bahwa aliran barang dan layanan berjalan dengan baik dan mengatur sebaik mungkin interaksi antar tiga aktor yakni perusahaan utama, pemasok, dan pelanggan (Devyana et al., 2023). Ketidaksempurnaan dalam operasional penyedia logistik secara tidak langsung akan menghambat aliran barang dan menganggu rantai pasok. Selain itu, koordinasi antarmoda transportasi, infrastruktur yang memadai, dan birokrasi yang berlebihan di beberapa negara memperparah proses rantai pasok sehingga menyebabkan proses yang tidak efektif dan pemborosan terhadap bahan bakar (Soekirman, 2024). Akibatnya, polusi udara yang meningkat dan menyebabkan kondisi lingkungan menjadi tidak sehat. Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mencegah tantangan tersebut dengan pengendalian dan peningkatan rantai pasok secara efisien efektif. Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan konsep dalam rantai pasok yang efektif dalam mengatasi permasalahan lingkungan karena mengintegrasikan kepeduliaan terhadap lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan (Mulyani et al., 2024).

Pada hakikatnya, pelaksanaan GSCM bersifat komplek dan saling berkaitan satu sama lain sehingga diperlukan berbagai tolak ukur yang terbagi menjadi 4 bagian diantaranya adalah manufaktur, distribusi, pemulihan, dan bahan mentah. Dari keempat fase tersebut tentunya harus berfokus pada kepedulian terhadap lingkungan. Pada bagian bahan mentah, keberlanjutan dan polusi rendah menjadi poin yang harus diperhatikan sedangkan pada bagian manufaktur difokuskan pada pengurangan energi dan limbah serta penggunaan teknologi yang bersih. Pada bagian distribusi, kombinasi mode transportasi dan berbagai alternatif, serta reverse logistics yakni pengelolaan aliran barang dari konsumen ke produsen untuk tujuan pemulihan baik daur ulang atau perbaikan.

Gambar 1. Prinsip Green Supply Chain Management

(Source : Ponsard et al., 2016)

GreenSIT atau Green Supply Internet of Things merupakan upaya dalam mempraktikan bangunan hijau dengan konsep keberlanjutan yang dapat mengurangi konsumsi energi, air, dan material dengan menggunakan teknologi digital dan otomatisasi untuk memonitor, mengelola, dan mengoptimalkan penggunaan energi terkhusus untuk bangunan rumah. Pendekatan ini perlu untuk diterapkan dalam rumah tangga karena menggunakan beberapa prinsip diantaranya adalah berkomitmen untuk meminimalkan efisiensi energi dan pengurangan jejak karbon. Selain itu, mengacu pada tujuan dari SDGs terutama pada poin 7,11,12, dan 13 mengenai energi bersih dan terjangkau (affordable and clean energy), kota dan komunitas yang berkelanjutan (sustainable cities and communities), konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (responsible consumption and production), dan penanganan perubahan iklim (climate action).

GreenSIT memiliki dua versi penerapan yang berbeda untuk pengguna perusahaan dan konsumen rumah tangga. GreenSIT yang dikhususkan untuk perusahaan mencakup berbagai informasi mengenai konsumsi energi selama proses produksi dan distribusi secara real time, pemilihan dan penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, pelacakan rute yang efisien, dan pemantauan selama proses pengiriman. Juga, sensor IoT yang terdapat pada kendaraan memberikan informasi mengenai penggunaan bahan bakar dan waktu yang dihabiskan serta informasi mengenai jumlah emisi karbon yang dilepas ke udara. Selain itu, perusahaan dapat melacak penggunaan bahan baku secara langsung dari pemasok ke pabrik. Keunggulan lainnya adalah sensor IoT dapat membantu memantau pengolahan limbah dalam rantai pasok, mendeteksi komposisi limbah, dan menentukan mana yang dapat didaur ulang. Penggunaan sensor IoT untuk mengontrol pemanas, pendingin, ventilasi, dan pencahayaan secara otomatis sesuai kebutuhan sehingga dapat mengurangi konsumsi energi berlebihan dan menekan biaya operasional. Pada intinya, GreenSIT untuk perusahaan bertujuan untuk mencapai efisiensi dalam rantai pasok dan penghematan biaya operasional.

Sama halnya dengan sebelumnya, penerapan GreenSIT pada rumah dapat menjadi solusi yang bersifat keberlanjutan, penghematan terhadap energi dan menciptakan kondisi rumah yang ramah lingkungan. Beberapa penerapan GreenSIT untuk konsumen adalah penggunaan teknologi yang mampu mengontrol konsumsi energi agar tidak berlebih seperti seluruh lampu otomatis mati ketika kunci dalam pintu tidak menempel, pengendalian terhadap keadaan suhu ruangan, ventilasi, pencahayaan, sensor mengenai kualitas udara dalam rumah, sensor mengenai asap, dan sensor kualitas air.

Gambar 2. Penerapan GreenSIT untuk perusahaan dan rumah tangga

(Source : Desain Pribadi)

Penerapan bangunan hijau tidak hanya berfokus pada pasca pembangunan. Namun, untuk memaksimalkan efisiensi energi, pemilihan material yang ramah lingkungan juga perlu dipikirkan seperti panel surya. Panel surya dapat mengubah sinar matahari menjadi energi listrik pada bangunan memberikan manfaat berupa mengurangi ketergantungan listrik dari jaringan utama, tanpa menghasilkan emisi gas rumah kaca, dan energi listrik yang dihasilkan dari dari energi matahari dapat disimpan dalam baterai (Hasrul, 2021).

Gambar 3. Penggunaan panel surya dalam konstruksi bangunan

(Source : https://environment-indonesia.com)

Penggunaan kaca Low-E pada bagian jendela atau dinding rumah yang terpapar langsung dengan matahari memberikan kelebihan tersendiri daripada dengan kaca biasa. Kaca Low-E ganda dapat mengurangi suhu panas dalam rumah karena memiliki lapisan transparan sebagai cerminan termal sehingga dapat menghambat aliran panas yang masuk ke dalam ruangan. Menurut Sabtalistia (2019), Kaca Low-E ganda mampu mengurangi solar heat gain daripada kaca ganda biasa.

Gambar 4. Penerapan kaca Low-E ganda pada ruangan

(Source : https://himalayaabadi.com)

Material bangunan yang bersifat ramah lingkungan salah satunya adalah hempcrete. Hempcrete merupakan jenis beton yang terbuat dari campuran serat tanaman rami dan kapur sehingga membentuk material bangunan yang kuat dan ringan. Keunggulan dari hempcrete adalah mampu tahan terhadap api, kuat, berfungsi sebagai penyerap CO2, dapat didaur ulang, dan memiliki kapasitas tinggi untuk penggunaan energi yang efisien (Yadav & Saini, 2022). Penggunaan bahan material yang ramah lingkungan diharapkan mampu meminimalisir penggunaan energi dalam rumah sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan dan mengurangi emisi karbon dari rumah tangga.

Gambar 5. Hempcrete sebagai material ramah lingkungan

(Source: https://taoclimate.com)

  Implementasi GreenSIT sebagai upaya dalam efisiensi energi dengan menggunakan metode Green Supply Chain Management dan Internet of Things

diharapkan dapat diimplementasikan dan diadopsi oleh berbagai sektor termasuk perusahaan industri, pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat dalam membangun bangunan hijau dan mendukung net zero emission. Bangunan hijau tidak hanya memberikan manfaat bagi manusia tetapi juga untuk alam itu sendiri. Implementasi GreenSIT tidak akan berhasil apabila tidak didukung dari pihak pemerintah. Oleh karena itu, perlu didukung melalui kebijakan yang konkrit dan berpedoman pada keseimbangan alam. Pengurangan emisi karbon serta energi listrik tidak akan berpengaruh signifikan apabila dilakukan oleh sebagian orang. Mari bersama-sama terapkan penggunaan energi serendah mungkin di rumah dengan konsep Green Building. Green building is not about buildings – it is about people – Sandy Wiggins..

Daftar Pustaka

BPS. 2024. Neraca Arus Energi dan Neraca Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 2018-2022. Jakarta.

Devyana, M., Rahmani, N. A. B., & Dharma, B. (2023). Analisis Manajemen Rantai Pasokan Industri Rumahan Tahu Di Dusun I Sidorukun Kabupaten Labuhan Batu. Jurnal Ilmiah Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi (MEA), 7(2), 1553–1567.

Erfian, A., Syafei, A. D., & Zuki, F. B. M. (2024). Penentuan Beban Emisi Karbon Dioksida PLTU Batubara Pulau Jawa dari Hasil Pengukuran CEMS. Journal Serambi Engineering, 9(1), 8087-8093.

Hasrul, R. R. (2021). Analisis Efisiensi Panel Surya Sebagai Energi Alternatif. SainETIn: Jurnal Sains, Energi, Teknologi, dan Industri, 5(2), 79-87.

Mulyani, E., Lestari, S. T., Rahmah, H. N., & Safa’at, M. A. (2024). Analisis Penerapan Praktik Green Supply Chain Management di PT. Basundari Inovasi Muda. Jurnal TRINISTIK: Jurnal Teknik Industri, Bisnis Digital, dan Teknik Logistik, 3(1), 53-59.

Ponsard, C., De Landtsheer, R., & Ospina, G. (2016). Towards a Quantitative Assessment of Supply Chain Sustainability Using Queries over Model Simulations. In 2016 IEEE 24th International Requirements Engineering Conference Workshops (REW), 200-207.

Sabtalistia, Y. A. (2019). Penghematan Energi Dengan Optimalisasi Material Dinding dan Kaca Jendela Pada Rumah Sederhana. Pawon: Jurnal Arsitektur, 3(02), 115-124.

Soekirman, A. (2024). Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok melalui Penyedia Logistik, Transportasi Intermoda, Teknologi Informasi, dan Regulasi Pemerintah. Ranah Research: Journal of Multidisciplinary Research and Development, 6(4), 476-483.

Yadav, M., & Saini, A. (2022). Opportunities & challenges of hempcrete as a building material for construction: An overview. Materials Today: Proceedings, 65, 2021-2028.

.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 5 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 1

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment