Stacell:Stasiun Listrik Berbasis Hydrogen Fuel Cell Terintegrasi Photovoltaic Sebagai Solusi Mewujudkan Smart City Mandiri Energi dan Bebas Emisi

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 21

Ditulis oleh Ayu Setiyawati

Dunia sedang menghadapi krisis energi dan perubahan iklim yang semakin mendesak. Kota-kota besar di seluruh dunia menghadapi banyak masalah, termasuk perkembangan ekonomi yang cepat, urbanisasi, dan kemajuan teknologi, tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup, tetapi juga meninggalkan jejak yang dalam bagi warisan kita untuk generasi mendatang (Smith et al., 2018). Polusi udara, emisi gas rumah kaca, bahan bakar dan degradasi lingkungan merupakan masalah yang semakin mendesak dan menuntut tindakan cepat. Konsumsi energi yang tinggi dan berdampak besar pada emisi gas rumah kaca.

Kebutuhan akan infrastruktur ramah lingkungan semakin mendesak, mengingat data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa sektor transportasi menyumbang sekitar 24% dari total emisi karbon dioksida global pada tahun 2021 diikuti minyak bumi sebesar 4%, batu bara 36% dan gas alam sebesar 19% (International Energy Agency, 2021). Di sisi lain, menurut Laporan Energi Terbarukan Global 2022, penggunaan energi surya mengalami pertumbuhan pesat, dengan kapasitas energi terbarukan diproyeksikan terus meningkat di masa depan (IRENA, 2022).

Pengembangan infrastruktur, terutama di sektor bangunan bertanggung jawab sebesar 34% dari 37% menekan emisi CO2 dalam mitigasi dampak lingkungan dari konsumsi energi yang tinggi di wilayah perkotaan (UNEP,2021). Data menunjukkan bahwa sektor bangunan menyumbang sekitar 40% dari konsumsi energi global, dengan proporsi besar berasal dari bangunan komersial dan residensial (World Green Building Council, 2019). Untuk mengurangi jejak karbon, diperlukan teknologi yang mampu menyediakan sumber energi terbarukan dengan efisiensi tinggi.

Smart City mengintegrasikan teknologi cerdas dengan infrastruktur perkotaan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi jejak karbon, dan memberikan kenyamanan bagi penduduk. Salah satu solusi modern yang dapat mendukung tujuan ini adalah pengembangan stasiun pengisian listrik berbasis bahan bakar hidrogen yang terintegrasi photovoltaic sebagai solusi energi inovatif dalam bangunan cerdas dan hijau. Teknologi ini menggunakan sel bahan bakar hidrogen untuk menghasilkan listrik dari air dengan sistem photovoltaic, sebagai penghasil sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Selain itu, teknologi ini memiliki potensi untuk menurunkan ketergantungan kita pada energi fosil, yang masih merupakan penyumbang utama emisi karbon di seluruh dunia. Melalui implementasi stasiun pengisian listrik berbasis hydrogen fuel cell dan photovoltaic, kita dapat menciptakan ekosistem perkotaan yang lebih hijau, efisien, dan berkelanjutan. Dengan demikian, konsep ini menjadi langkah strategis menuju masa depan perkotaan yang cerdas dan ramah lingkungan, sejalan dengan tujuan global untuk mengurangi emisi karbon dan krisis dampak perubahan iklim.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan penulis mengajukan gagasan inovatif berupa “Stacell: Stasiun Listrik Berbasis Hydrogen Fuel Cell Terintegrasi Photovoltaic Sebagai Solusi Mewujudkan Smart City Mandiri Energi dan Bebas Emisi”. Tujuan dari inovasi ini sebagai bentuk perkembangan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar berbasis listrik memanfaatkan hydrogen fuel cell terintegrasi photovoltaic dengan konsep Charging Station untuk mendukung pengurangan emisi karbon, diversifikasi sumber energi listrik terbarukan dan stasiun listrik futuristik yang ramah lingkungan. Selain itu, gagasan ini juga dapat membantu program pemerintah dalam mewujudkan SDGs Energi Bersih dan Terjangkau serta Penanganan Perubahan Iklim.

Stacell dirancang dengan karakteristik unik yang memungkinkan efisiensi tinggi dan keberlanjutan jangka panjang. Stacell adalah konsep pengisian listrik yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui proses elektrokimia menggunakan bahan baku H₂ dan O₂. Hydrogen fuel cell memiliki elektroda dan elektrolit yang akan membawa muatan dan produksi listrik. Photovoltaic digunakan sebagai tambahan energi dalam proses produksi H₂ sebagai bahan baku fuel cell yang memanfaatkan cahaya matahari menggabungkan teknologi hydrogen fuel cell dan panel surya photovoltaic untuk menghasilkan listrik. Integrasi ini memastikan pasokan energi yang stabil sepanjang masa. Prinsip Kerja Hydrogen Fuel Cell Teknologi sel bahan bakar hidrogen menghasilkan listrik dengan mengonversi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) menjadi energi listrik, panas, dan air (H2O) sebagai hasil sampingan. Stacell dapat dibangun secara modular, memudahkan adaptasi dan ekspansi sesuai kebutuhan energi kota. Stacell dilengkapi dengan sistem manajemen energi berbasis kecerdasan buatan yang memantau dan mengoptimalkan penggunaan energi secara real-time, .meningkatkan efisiensi operasional dan meminimalkan limbah energi. Stacell berbasis hidrogen fuel cell dirancang membentuk sistem terintegrasi yang terdiri dari tiga bagian yaitu Fuel Processing Area, Energy Area, serta Storage and Stacell Area.

Bagian pertama (Fuel processing Area), berfungsi mengkonversikan fuel dari H₂O menjadi H₂. H₂ berperan sebagaimana layaknya minyak bumi dan gas alam. Karena H₂ di alam berbentuk senyawa, maka harus diproduksi melalui penggunaan energi, sebelum H₂ tersebut tersedia sebagai sumber energi. Salah satu produksi H₂ yang efektif adalah menggunakan listrik melalui elektrolisis (Bourdrel et al, 2021). Di Fuel Processing Area akan terjadi elektrolisis air, yaitu penguraian senyawa H2O menjadi gas H2 dan O2 menggunakan arus listrik melalui air tersebut. Pada katoda, dua molekul H₂O bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion OH¯. Sementara itu pada anoda, dua molekul H₂O lain terurai menjadi gas O2, melepaskan 4 ion H⁺ serta mengalirkan elektron ke katoda. Ion H⁺ dan OH¯ mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul H₂O (Luthfi M, 2018). Pada area ini mengintegrasikan sistem photovoltaic sebagai tambahan suplai listrik memanfaatkan cahaya matahari.

Bagian kedua (Energy Area) menjadi produksi sumber energi yang dihasilkan dari hydrogen fuel cell. Dalam area kedua terdapat fuel cell stack sebagai alat produksi listrik dengan memanfaatkan H₂. Dimana terdapat 2 karbon elektroda yang diletakan diantara elektrolit yang terpisah satu sama lain. Elektrolit yang digunakan yaitu Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC) karena memiliki efektivitas dan hasil produksi listrik paling besar (Achmad Hasan, 2007). Bahan bakar, dalam hal ini H₂ yang dihasilkan pada bagian pertama dialirkan ke permukaan anoda dengan tekanan gas tertentu sesuai kebutuhan. Dan secara bersamaan O₂ yang berasal dari udara bebas, dialirkan ke permukaan katoda. Saat elektroda dihubungkan dengan beban dari luar, maka akan terjadi proses elektrokimia. H2 yang menyentuh permukaan anoda akan mengalami reduksi, menghasilkan ion H⁺ dan ion elektron. Sedangkan di katoda mengalami oksidasi dimana O2 diubah menjadi ion. Ion H⁺ akan bergerak dari permukaan fuel anoda menuju katoda melalui elektrolit. Sedangkan ion elektron di anoda bergerak melalui konduktor dalam bentuk listrik yang dihubungkan dengan beban atau circuit diluar yang akhirnya menuju elektroda yang sama dituju ion H⁺ yaitu katoda. O₂, ion H₂ dan elektron mengalami reaksi kimia dengan oksigen di elektroda maka pada permukaannya akan menghasilkan H2O dan panas sebagai efek dari reaksi tersebut. Setiap listrik yang dihasilkan akan dialirkan menuju storage untuk digunakan sebagai Stacell pada bagian ketiga.

  Bagian ketiga (Stacell) dengan menggunakan sumber listrik yang diproduksi pada bagian ke-2. Stacell mengintegrasikan adaptive ultra fast charging sesuai kebutuhan konsumen, konsumen dapat memilih jumlah daya listrik yang akan digunakan pada mesin secara manual dengan durasi pengisian yang cepat. Stacell dapat dibangun hampir disemua tempat, seperti di jalan tol, perkotaan, dan jalan-jalan kecil di pedesaan. Dengan memanfaatkan konversi energi matahari, hidrogen dan air yang bisa didapatkan kapan saja, gagasan ini dapat diaplikasikan dimana saja tanpa memerlukan pengisian ulang. Stacell dengan menggunakan elektrolit PAFC mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 50 kW sampai dengan 11 MW (Yogesh M,2019). Kendaraan listrik jenis mobil yang beredar dipasaran saat ini rata-rata memiliki kapasitas daya 30-70 kWh. Sehingga jika Stacell beroperasi siang (kondisi puncak, cuaca panas dan cerah) dan operasi malam hari dengan waktu operasional 100%, tiap harinya dapat menghasilkan energi listrik paling sedikit 1.200 kWh/hari. Umur fuel cell Stacell diproyeksikan kuat lebih dari 10 tahun, dapat bekerja selama 24 jam terus menerus dengan pemadaman untuk perawatan hanya 1 atau 2 kali per tahun. .

Stacell menyediakan sumber energi bersih yang efisien, stabil, dan ramah lingkungan. Dengan mengintegrasikan teknologi hydrogen fuel cell dan photovoltaic, Stacell menawarkan solusi mewujudkan smart city yang mandiri energi dan bebas emisi menggunakan hydrogen fuel cell dalam bangunan cerdas, untuk menghasilkan lingkungan kota yang lebih berkelanjutan dan efisien. Teknologi ini dapat mempercepat pengembangan bangunan hijau di masa depan, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan mendukung tujuan global untuk mengurangi emisi karbon. Penggunaan teknologi ini juga akan mendukung keberlanjutan global dan meningkatkan kualitas hidup penduduk di kota-kota besar di masa depan. Untuk mewujudkan visi ini, kolaborasi dari berbagai pihak akan menjadi kunci. Ini akan membawa dunia menuju era baru pembangunan perkotaan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Daftar Pustaka

  • Bourdrel, Thomas et al. 2021. “The impact of outdoor air pollution on COVID-19: a review of evidence from in vitro, animal, and human studies”. European Respiratory review International Renewable Energy Agency (IRENA). (2022). Global Renewables Outlook 2022.
  • Smith, J., & Brown, K. (2018). The Impact of Rapid Economic Growth on Urban Environments. Journal of Urban Economics, 45(2), 123-140.
  • International Energy Agency. 2021. World Energy Outlook 2021. Directorate of Sustainability, Technology and Outlooks (STO).
  • Keller, F., Lee, R.P., Meyer, B., 2020. Life cycle assessment of global warming potential, resource depletion and acidification potential of fossil, renewable 10 and secondary feedstock for olefin production in Germany. J. Clean. Prod. 250, 119484
  • Luthfi Mufidah, Cornelius S., et al. 2018. Desain Sistem Fuel Cell Untuk Pembangkit Listrik Daerah Terpencil. 9:23. Hal. 123-129
  • World Green Building Council. (2019). Bringing Embodied Carbon Upfront: Coordinated Action for the Building and Construction Sector to Tackle Embodied Carbon. London: WGBC.
  • United Nations Environment Programme. (2021). Global Status Report for Buildings and Construction. Nairobi: UNEP.
  • Global Alliance for Buildings and Construction. (2020). 2020 Global Status Report for Buildings and Construction: Towards a Zero-Emission, Efficient and Resilient Buildings and Construction Sector. Paris: GlobalABC.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 0 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 0

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment