Bio-Brick untuk Masa Depan Hijau: Inovasi Ramah Lingkungan dalam Industri Konstruksi

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 145

Ditulis oleh Ridwan

PENDAHULUAN

  Perubahan iklim adalah perubahan signifikan dalam pola cuaca global yang berlangsung dalam jangka panjang, dipicu oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi, dan aktivitas industri. Perubahan ini berdampak pada aspek lingkungan, seperti peningkatan suhu global serta pola cuaca ekstrem yang memengaruhi kehidupan manusia, keanekaragaman hayati, dan keberlanjutan pembangunan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

  Di Indonesia, perubahan iklim berdampak pada berbagai sektor pembangunan, seperti ketahanan pangan, energi, dan infrastruktur. Dalam sektor konstruksi, terdapat kontribusi yang signifikan terhadap emisi karbon akibat banyaknya material konvensional yang digunakan dan proses konstruksi yang mengonsumsi energi tinggi.

  Data menunjukkan bahwa sektor konstruksi menyumbang 39% dari total emisi karbon global, dengan 28% di antaranya berasal dari operasional bangunan dan 11% dari bahan konstruksi, seperti beton dan baja. Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2020 Indonesia memproduksi lebih dari 800 juta ton emisi karbon, di mana sektor konstruksi menjadi salah satu penyumbang terbesar. Kondisi ini semakin diperparah dengan tingginya produksi limbah konstruksi yang sulit terurai, sehingga memperburuk dampak lingkungan. Temuan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia terus mengalami peningkatan, tetapi upaya dalam mengurangi dampak lingkungannya masih sangat minim.

  Berdasarkan fenomena tersebut, kebutuhan akan inovasi dalam sektor konstruksi menjadi semakin mendesak. Pembangunan berkelanjutan kini menjadi fokus utama bagi negara-negara yang ingin menekan dampak perubahan iklim. Dalam hal ini, mengganti atau mengurangi penggunaan material konvensional, seperti beton dan baja, dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang bisa diimplementasikan. Inovasi seperti bahan bangunan daur ulang, panel surya, dan metode konstruksi berkelanjutan telah mulai diterapkan di beberapa negara. Namun, upaya ini perlu diperkuat, terutama di Indonesia untuk mendukung target pengurangan emisi dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih hijau.

  Salah satu alternatif yang potensial dalam menghadapi tantangan ini adalah penggunaan bio-brick (bata hidup) dalam konstruksi bangunan hijau. Oleh karena itu, penulis ingin menelaah lebih dalam potensi bio-brick dalam menciptakan masa depan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sekaligus menunjukkan inovasi ini dapat mempercepat transisi menuju konstruksi yang ramah lingkungan..

PEMBAHASAN

  Bio-brick (bata hidup) adalah material konstruktif inovatif yang diciptakan dengan memanfaatkan mikroorganisme atau bahan organik untuk menghasilkan bata yang lebih ramah lingkungan. Bio-brick dikembangkan sebagai respons terhadap tingginya emisi karbon dalam produksi material bangunan konvensional, seperti beton dan bata tanah liat. Berdasarkan laporan dari University of Colorado Boulder, bio-brick dibuat melalui proses bioteknologi yang melibatkan mikroba untuk mengkalsifikasi komponen batuan dan menghasilkan struktur bata yang kuat. Selain itu, bata hidup dapat diproduksi tanpa pembakaran, sehingga menghemat energi dan mengurangi jejak karbon dalam proses produksinya.

Pembuatan bio-brick melibatkan beberapa komponen utama yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme pembentuk bata. Komponen utama tersebut meliputi pasir, larutan nutrisi untuk mikroba, serta mikroorganisme, seperti Sporosarcina pasteurii yang berfungsi mempercepat proses pengkalsifikasian. Pasir digunakan sebagai komponen utama karena sifatnya yang kuat dan mudah ditemukan. Selain itu, larutan nutrisi menyediakan sumber makanan bagi bakteri agar dapat berkembang dengan optimal. Proses ini dikenal sebagai biokonsolidasi.

Biokonsolidasi merupakan proses di mana mikroba akan mengubah ion kalsium yang terlarut dalam air menjadi kalsium karbonat yang bertindak sebagai pengikat antarpasir dan membuat bata menjadi keras dan kokoh. Kombinasi ini menghasilkan bata hidup yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki daya tahan yang baik terhadap cuaca ekstrem.

Berbagai penelitian mendukung penggunaan bio-brick sebagai solusi berkelanjutan dalam konstruksi. Penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa bata hidup memiliki ketahanan yang sebanding dengan bata konvensional, tetapi dengan jejak karbon yang jauh lebih rendah. Penelitian lain yang dipublikasikan dalam jurnal Nature menemukan bahwa produksi bio-brick menghasilkan emisi karbon 80% lebih rendah dibandingkan dengan bata tanah liat yang dibakar. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa bio-brick berpotensi menyerap karbon dioksida selama masa pakainya sehingga dapat memberikan kontribusi bagi upaya mitigasi perubahan iklim.

Penggunaan bio-brick dalam konstruksi di Indonesia dapat memberikan dampak bagi lingkungan dan ekonomi yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Lingkungan

a.Pengurangan Emisi Karbon Dioksida

Proses prosuksi bio-brick dapat menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan material konvensional. Selain itu, selama masa penggunaannya, bio-brick dapat menyerap karbon dioksida dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.Mengurangi

b.Ketergantungan pada Material Konvensional

Penggunaan bio-brick dapat mengurangi ketergantungan pada bahan konstruksi yang berdampak buruk bagi lingkungan, seperti beton yang memerlukan pembakaran dan bahan baku yang tidak terbarukan.

c.Pengelolaan Limbah Konstruksi

Bio-brick dapat dibuat dari bahan daur ulang atau limbah organic dan dapat membantu mengurangi jumlah limbah konstruksi yang sulit terurai.

2.Ekonomi

a.Peluang Industri Baru

Adopsi bio-brick dapat menciptakan industri baru yang berfokus pada bahan bangunan yang ramah lingkungan dan membuka peluang bisnis serta investasi.

b.Lapangan Pekerjaan

Pengembangan dan produksi bio-brick dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, terutama di sektor teknologi hijau dan konstruksi berkelanjutan.

c.Daya Saing Industri

Penerapan bio-brick dan teknologi ramah lingkungan lainnya dapat meningkatkan daya saing industri Indonesia di kancah internasional dan mendukung komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan..

PENUTUP

  Inovasi seperti bio-brick memiliki potensi besar untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan kemampuannya untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung praktik ekonomi sirkular, bio-brick tidak hanya menawarkan solusi ramah lingkungan, tetapi juga berkontribusi terhadap pengurangan ketergantungan pada material konstruksi konvensional yang berdampak negatif pada lingkungan. Dalam memaksimalkan manfaat dari bio-brick, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor pendidikan sangat diperlukan.

  Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah proaktif dalam memperkuat komitmen terhadap pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti bio-brick. Dengan menetapkan kebijakan yang memfasilitasi riset, pengembangan, dan penerapan material tersebut di proyek-proyek infrastruktur, pemerintah dapat menajadi pelopor dalam menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, dukungan finansial dan insentif bagi industri konstruksi yang mengadopsi praktik berkelanjutan akan mempercepat transisi menuju pembangunan hijau yang diinginkan.

  Sektor pendidikan pun memiliki peran krusial dalam membentuk kesadaran dan pengetahuan generasi muda tentang isu-isu lingkungan dan keberlanjutan. Harapannya, kurikulum di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dapat lebih menekankan pentingnya inovasi teknologi hijau, termasuk penggunaan bio-brick dalam konstruksi. Dengan memberikan pendidikan yang relevan dan mendalam, generasi mendatang akan lebih siap untuk menajdi agen perubahan yang aktif serta mendorong adopsi praktik berkelanjutan di berbagai sektor kehidupan.

  Masyarakat juga diharapkan untuk berperan aktif dalam mendukung penggunaan material konstruksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Melalui kampanye edukasi dan kesadaran publik, masyarakat dapat lebih memahami manfaat dari bio-brick dan material lainnya dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan partisipasi aktif, baik dalam konsumsi yang bijak maupun dukungan terhadap kebijakan pemerintah, masyarakat dapat mempercepat pergeseran menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan, menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkualitas untuk generasi mendatang.

.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik pembangunan dan dampak lingkungan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

https://www.bps.go.id/id/publication/2020/11/27/5a798b6b8a86079696540452/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2020.html

Institut Teknologi Bandung. (2021). Studi ketahanan bata hidup dalam konstruksi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). Laporan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/adminppi/dokumen/igrk/LAP_igrk2020.pdf

Nature. (2021). A comparative study on the carbon emissions of bio-brick vs traditional brick. Nature, 591(7849), 500-505.

https://doi.org/10.1038/s41586-020-2284-0

University of Colorado Boulder. (n.d.). Bio-brick production and environmental impact. Boulder, CO: University of Colorado Boulder.

.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 4.9 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 30

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment